Plastik adalah limbah yang sangat sulit untuk terurai. Melansir dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kantong plastik sekali pakai perlu waktu 200-1.000 tahun untuk terurai, gelas plastik 50-100 tahun, kontainer plastik 50-80 tahun, dan botol plastik 500 tahun.
Dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali memakai plastik. Plastik kerap kali digunakan sebagai wadah pengemasan makanan atau minuman ketika berbelanja di pasar maupun supermarket.
Untuk para pedagang usaha kecil dan menengah menilai kalau plastik alat yang murah dan praktis untuk menjadi pembungkus barang dagangan untuk pelanggan mereka. Terlebih dengan sifatnya yang tahan air.
Meskipun berbagai cara dilakukan untuk mengurangi limbah plastik sekali pakai, contohnya program Pasar Bebas Plastik di Pasar Sindu Sanur, tetapi para pedagang mengaku tak sedikit konsumen yang meminta kantong plastik ke mereka.
Namun, sehubungan dengan meningkatnya konsumsi plastik sekali pakai di masyarakat. Plastik merupakan sampah utama di laut, setidaknya 85% dari total limbah laut menurut situs United Nations Environment Programme (UNEP).
Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi, mulai dari minimnya pengetahuan untuk memilih sampah organik dan anorganik, tidak adanya tempat untuk mengelola sampah plastik, hingga terbiasa untuk membuang sampah di sungai.
Sampah tersebut mengalir ke sepanjang sungai hingga berakhir ke lautan. Mengutip dari UNEP, diperkirakan saat ini 11 metrik ton plastik memasuki lautan setiap tahunnya dan akan meningkat tiga kali lipat dalam dua puluh tahun ke depan.
Apabila di total, jumlahnya setara dengan 50 kilogram plastik per meter dari garis pantai di seluruh dunia.
Kondisi yang sangat memprihatinkan untuk fauna di laut kerap kali terjerat sampah plastik maupun menyantapnya karena bentuk yang mirip dengan makanannya.
Sebagai contoh, penyu memakan kantong plastik yang memiliki bentuk menyerupai ubur-ubur. Burung-burung di melahap kemasan sachet karena bentuknya menyerupai makanan. Fitoplankton terganggu perkembangannya karena plastik yang mengapung di permukaan lautan.
Seabin sebagai alat penyedot plastik di laut
Pete Ceglinski dan Andrew Turton dari Australia menginisiasi proyek seabin atau tempat sampah laut. Keduanya adalah peselancar yang mencintai laut.
Ide awalnya bermula dari pertanyaan “kalau kita mempunyai tempah sampah di darat, kenapa tidak untuk membuat tempat sampah di laut?”
Lalu, di tahun 2015 mereka mengeksekusi ide tersebut dengan membuat startup berbasis lingkungan dengan skema crowdfunding.
Di tahun 2016, mereka mendapatkan bantuan sebesar 276.000 USD dari video viral mengenai seabin. Video tersebut mendapatkan perhatian dari masyarakat internasional.
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan spot untuk menaruh seabin di perairan kawasan pelabuhan. Kemudian teknisi seabin akan menaruh seabin di tempat yang tepat.
Seabin yang mengapung di lautan digerakan menggunakan tenaga surya dan dapat bekerja selama 24 jam. Setiap unit seabin dilengkapi dengan pompa submersible yang memiliki fungsi menyedot hingga 1.3 juta liter air per hari.
Saat air mengalir masuk ke dalam seabin, terdapat jaring yang menyaring sampah plastik. Satu unit seabin memiliki daya tampung hingga 20 kilogram.
Merujuk pada data dari situs World Economic Forum, setiap unit seabin dapat menampung 90.000 sampah kantong plastik setiap tahunnya. Selanjutnya, plastik-plastik yang sudah disedot oleh seabin akan didaur ulang atau di bawa ke fasilitas pengelolaan limbah.
Menariknya, menurut Ceglinski dan Turton, sampai saat ini tidak ada hewan laut yang terperangkap ke dalam seabin.
Hingga tahun 2022, lebih dari 860 seabin beroperasi setiap harinya di 53 negara.
Proyek Seabin di Indonesia
Chuo Senko Indonesia menjadi pelopor pertama yang membawa seabin ke Indonesia pada tahun 2021 untuk kontribusi program Sustainable Development Goals (SDGs). Dua unit seabin diletakkan di Batavia Marina Sunda Kelapa.
Setiap harinya terdapat dua orang pekerja yang datang untuk memeriksa dan mengosongkan seabin. Dengan harapan kawasan pelabuhan dapat bersih dari sampah. Limbah yang telah tersaring oleh seabin dibawa ke tempat pengumpulan data kemudian di sortir.
Setelah penyortiran tersebut, tim mereka membuat program social awareness tentang polusi plastik di laut ke masyarakat Indonesia dan pelaku industri. Selain itu, tim juga menyediakan report dengan data lengkap mengenai plastik apa saja yang masuk ke dalam seabin.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News