Sebuah tonggak sejarah baru dalam diplomasi Indonesia terukir pada 6 Januari 2025. Pada hari itu, Brasil yang memegang keketuaan BRICS mengumumkan secara resmi bahwa keanggotaan penuh Indonesia telah disetujui oleh seluruh negara anggota.
Momen bersejarah ini ditandai dengan kehadiran Presiden Prabowo Subianto di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro, sebuah partisipasi perdana yang menegaskan posisi baru Indonesia.
Langkah strategis yang digagas langsung oleh pemerintahan Presiden Prabowo ini bukanlah sekadar manuver ekonomi, melainkan sebuah deklarasi kuat tentang peran Indonesia di panggung dunia.
Ini menjadi sinyal bahwa Indonesia siap mengambil peran sebagai jembatan dan penyeimbang dalam tatanan global yang dinamis.
Penerimaan Indonesia, sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, disambut hangat karena dinilai akan memberi bobot lebih bagi pengaruh BRICS secara kolektif.
Gema Semangat Bandung di Panggung Global
Keputusan Indonesia merapat ke BRICS didorong oleh sebuah visi historis yang telah lama menjadi DNA kebijakan luar negerinya: menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan setara.
Dalam pidatonya di KTT BRICS, Presiden Prabowo Subianto membangkitkan kembali "Semangat Bandung", merujuk pada Konferensi Asia-Afrika 1955 yang legendaris.
Semangat ini adalah tentang memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang (Global South), menentang standar ganda dalam hubungan internasional. Juga mendorong reformasi lembaga-lembaga dunia seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia agar lebih representatif.
Dengan demikian, bergabungnya Indonesia bukanlah respons sesaat, melainkan sebuah langkah proaktif yang telah diperhitungkan. BRICS dilihat sebagai sebuah panggung strategis untuk menyuarakan aspirasi negara-negara berkembang secara solid dan konsisten.
Ini adalah upaya membangun kekuatan penyeimbang agar suara dari belahan dunia Selatan terdengar lebih lantang, termasuk dalam isu krusial seperti dukungan terhadap kemerdekaan Palestina yang turut ditegaskan oleh Presiden Prabowo.
Buka Cakrawala Baru Perekonomian dan Diplomasi
Keanggotaan di BRICS membuka cakrawala baru yang menjanjikan bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi maupun pengaruh diplomatik.
- Jangkauan Pasar yang Lebih Luas dan Ketahanan Ekonomi
Dengan menjadi bagian dari BRICS, Indonesia kini terhubung langsung dengan pasar yang mencakup hampir separuh populasi dunia dan lebih dari sepertiga PDB global.
Ini adalah kesempatan emas untuk mendorong ekspor komoditas andalan nasional ke pasar-pasar non-tradisional yang sangat potensial di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Langkah ini juga menjadi strategi cerdas untuk melakukan diversifikasi mitra dagang, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pasar konvensional dan membangun stabilitas ekonomi jangka panjang.
Selain itu, terbuka pula akses pendanaan untuk proyek-proyek infrastruktur strategis melalui New Development Bank (NDB), lembaga keuangan milik BRICS, sekaligus mendorong kolaborasi di bidang teknologi dan energi terbarukan.
2. Peningkatan Bobot Diplomasi
Di arena global, keanggotaan ini secara signifikan meningkatkan bobot diplomasi dan posisi tawar Indonesia. Status Indonesia terangkat dari sekadar pemimpin regional di Asia Tenggara menjadi pemain global yang suaranya diperhitungkan.
Forum BRICS menyediakan arena tambahan bagi Indonesia untuk memperjuangkan agenda-agenda penting, mulai dari reformasi tata kelola global hingga penyelesaian isu-isu strategis seperti sengketa di Laut China Selatan melalui jalur dialog dan negosiasi.
Politik Bebas Aktif yang Terus Beradaptasi
Tentu muncul pertanyaan, bagaimana posisi Indonesia terhadap mitra-mitra tradisionalnya, terutama negara-negara Barat? Pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa langkah ini adalah cerminan dari prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Para pejabat pemerintah, termasuk Menteri Luar Negeri Sugiono, telah menegaskan bahwa keanggotaan di BRICS tidak akan mengorbankan hubungan baik yang sudah terjalin dengan mitra internasional lainnya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Philips J. Vermonte, juga menggarisbawahi bahwa langkah ini bukanlah sebuah penolakan terhadap Barat, melainkan wujud kebijakan luar negeri yang adaptif dan berorientasi pada kepentingan nasional.
Prinsip "Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak" menjadi panduannya. Indonesia memilih untuk terus membangun jembatan, bukan tembok.
Bukti dari pendekatan yang seimbang ini adalah fakta bahwa pada saat yang sama, Indonesia juga sedang dalam proses untuk bergabung dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sebuah organisasi yang didominasi negara-negara maju.
Ini menunjukkan sebuah strategi diplomasi yang matang dan percaya diri, di mana Indonesia mampu merangkul semua pihak demi perdamaian dan kemakmuran dunia.
Menyongsong Masa Depan dengan Langkah Mantap
Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS adalah sebuah kabar baik yang patut dibanggakan. Ini merupakan langkah berani yang menandai era baru optimisme bagi peran Indonesia di panggung internasional.
Dengan berpegang teguh pada prinsip bebas aktif, menggemakan kembali Semangat Bandung, dan secara cerdas memanfaatkan setiap peluang, Indonesia tidak hanya berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Namun, juga berkontribusi aktif dalam membentuk tatanan global yang lebih adil dan sejahtera. Sebuah langkah mantap yang patut Kawan GNFI kawal bersama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News