Di kaki Gunung Kapur Cibodas, Desa Cibadak menyimpan potensi luar biasa yang sering luput dari perhatian. Padahal, lanskap karstnya yang unik bukan hanya menyuguhkan pemandangan eksotis, tetapi juga menyimpan kisah geologi purba yang terbentuk jutaan tahun lalu.
Berangkat dari kesadaran inilah, tim KKN-T IPB 2025 Desa Cibadak menggagas pembuatan Peta Jalur Pendakian Puncak Lalana, sebuah langkah kecil dengan dampak besar untuk mengenalkan potensi lokal sekaligus mendorong tumbuhnya ekowisata yang edukatif, aman, dan lestari.
Gunung Kapur Cibodas merupakan bagian dari kawasan karst Geopark Bogor Halimun Salak yang terbentuk dari batuan gamping hasil proses karstifikasi, yakni pelarutan batuan oleh air dalam waktu yang sangat lama.
Menurut kajian geologi, batuan kapur ini berasal dari terumbu karang purba yang terbentuk di laut dangkal sekitar 15 juta tahun lalu, pada masa Miosen Tengah hingga Akhir.
Akibat aktivitas tektonik, karang purba terangkat ke permukaan dan membentuk kawasan perbukitan kapur yang kini menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati dan keunikan bentang alam.
Sayangnya, keunikan ini belum banyak diketahui publik. Jalur pendakian sebelumnya belum memiliki sistem navigasi yang jelas dan aman.
Oleh karena itu, tim merancang peta digital yang tidak hanya menjadi sarana penunjuk jalur, tetapi juga menjadi alat edukasi dan pelestarian lingkungan.
Menyusun Jalur, Menghidupkan Potensi
Proses pembuatan peta dimulai pada 7 Juli 2025. Langkah pertama dimulai dengan pengambilan data jalur pendakian menggunakan aplikasi Avenza Maps hingga mendokumentasikan spot penting.
Berdasarkan hasil observasi, jalur ini cukup ideal untuk wisata edukatif tingkat pemula hingga menengah karena jarak pendakian hanya sekitar 622,1 meter dengan kenaikan elevasi ±140 meter.
Data tersebut kemudian diolah dan didigitalkan menggunakan pendekatan GIS (Geographic Information System). Setelah proses validasi lapangan pada 12 Juli 2025, tim memasang peta fisik di titik awal pendakian sehingga pendaki memiliki panduan visual yang jelas dan dapat diandalkan.
Tak hanya itu, peta juga dapat diakses secara digital melalui perangkat seluler, menjadikannya mudah diakses kapan saja dan di mana saja.
Peta ini bukan hanya alat bantu arah, tetapi juga berperan sebagai jembatan antara wisatawan dengan alam serta penghubung antara pengetahuan dengan pengalaman.
Peta membuat pendakian lebih aman dan terstruktur karena memuat informasi penting seperti rute utama, titik penting, serta keterangan elevasi.
Lebih jauh, kehadiran peta tersebut juga bermanfaat untuk:
- Mendorong pengembangan ekowisata berbasis data spasial
- Menjadi media pembelajaran lapangan bagi sekolah atau komunitas pecinta alam
- Meningkatkan kewaspadaan dan keselamatan pengunjung
- Menguatkan peran aktif masyarakat dalam menjaga dan mengelola potensi wisata desa
Melalui program ini, mahasiswa KKN belajar bahwa pelestarian lingkungan bisa dimulai dari hal kecil, yaitu seperti membuat peta yang tepat dan informatif. Mereka percaya bahwa peta bukan hanya petunjuk arah melainkan juga sarana membentuk kesadaran baru tentang pentingnya menjaga karst dan ekosistemnya.
Aktivitas tersebut tidak mungkin berhasil tanpa dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah Desa Cibadak. Dalam setiap prosesnya, mulai dari pengukuran, pengambilan data, hingga validasi lapangan terlibat banyak pihak yang bahu-membahu untuk merealisasikannya.
Semangat gotong royong dan partisipatif inilah yang menjadi landasan kuat dalam membangun desa wisata yang tangguh, mandiri, dan berdaya saing.
Agar peta bisa diakses siapa saja, tim juga menyusun poster panduan penggunaan Avenza Maps, aplikasi yang digunakan untuk melihat peta secara offline dan berbasis GPS.
Berikut ini adalah poster visual interaktif yang memandu pengguna dalam mengakses Peta Pendakian Puncak Lalana secara digital:
Poster Panduan Penggunaan Peta Pendakian: ipb.link/peta-pendakian-puncak-lanana
Melalui jalur yang telah dipetakan ini, mahasiswa tidak hanya mengajak wisatawan untuk mencapai puncak, tetapi juga untuk memahami setiap lapisan sejarah bumi yang mereka tapaki.
Mereka ingin setiap pendaki pulang tidak hanya dengan foto dan cerita, tetapi juga dengan kesadaran baru bahwa keindahan alam adalah warisan yang harus dijaga bersama.
Semoga langkah kecil ini menjadi awal dari perubahan besar untuk alam, untuk desa, dan untuk masa depan yang lebih lestari.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News