Culture and Urban Literature for Inclusive Transformation (CULIT) 2025 yang berlangsung di Kampung Tambak Bayan, Surabaya pada 10-12 Agustus menggabungkan tiga aktivitas sekaligus. Pameran, diskusi, dan telusur kampung.
“Saya sangat tertarik dan antusias dengan program ini karena kami bisa melihat banyak hal. Ada karya (seni) yang dipajang, kehidupan masyarakat di perkotaan, dan berbagi ide dengan banyak orang,” kata mahasiswa Magister English Education UNS Solo asal Pakistan, Waqas Ahmad.
Ahmad bukan satu-satunya mahasiswa asing yang mengikuti acara yang digelar oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga, Himpunan Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya (HIMA MKSB) yang berkolaborasi dengan Artchemist serta Institut Seni Tambak Bayan (ISTB) itu. Ada enam mahasiswa Pakistan lain, satu mahasiswa Mesir, satu mahasiswa asal Gambia, dan satu mahasiswa asal Sudan yang ambil bagian di acara tersebut. Para mahasiswa mancanegara itu bergabung dengan komunitas serta masyarakat yang peduli dengan isu ruang di perkotaan.
Ahmad melanjutkan dari hasil penjelasan Seno, warga Tambak Bayan yang memandunya menyusuri kampung, dan pengalaman yang didapatnya membuatnya kian memahami bagaimana denyut nadi masyarakat urban. Salah satu yang menurutnya paling menarik adalah interaksi terjalin dalam ruang-ruang sempit wilayah perkotaan.
“Berada di acara ini saya kemudian mengerti bagaimana kultur suatu masyarakat terbangun. Kemudian bagaimana seni merespon kehidupan masyakarat. Mata saya pun kian terbuka untuk melihat realitas yang ada,” tutur Ahmad.
Salah satu seniman yang berpartipasi Patricia Thebez berujar jika dirinya sangat senang menjadi bagian dari pameran bertajuk aMaze: of Paths and Possibilities di Kampung Tambak Bayan, Surabaya ini. Dalam karya yang berjudul Jalan Ini Punya Cerita, Patricia mengaku membuatnya secara intuitif.
“Saya tidak memakai pola tertentu dalam berkarya kali ini. Semuanya mengalir begitu saja, sehingga mungkin tidak akan ditemukan akhir dalam karya ini,” terang Patricia. Adapun pilihan media yang dipakai Patricia adalah cat air yang digoreskan pada kanvas.
Menurut Patricia, ide pameran yang diusung Artchemist dan CULIT ini sungguh tak biasa. Sebab karya-karya 12 seniman dipajang area-area yang ada di Tambak Bayan. Ada yang di pintu rumah, ada yang di dekat sumur, sampai permukaan pintu seng bergelombang.
Ketua pelaksana CULIT 2025 Athaya Prita berkata acara ini diharapkan bisa menjadi dialog antara seni, ruang, dan masyarakat yang hidup di area urban. Tambak Bayan dipilih sebagai lokasi karena kampung di telah menunjukkan bagaimana ruang secara kolektif dipertahankan, diingat, dan memberikan harapan bagi penghuninya.