bukhi prima putri ingin alam indonesia tetap kaya di 2045 - News | Good News From Indonesia 2025

Bukhi Prima Putri Ingin Alam Indonesia Tetap Kaya di 2045

Bukhi Prima Putri Ingin Alam Indonesia Tetap Kaya di 2045
images info

Bukhi Prima Putri Ingin Alam Indonesia Tetap Kaya di 2045


Bukhi Prima Putri adalah praktisi hidup minim sampah yang kini menjalani slow living di Prawirotaman, Yogyakarta. Sosoknya menarik karena ia menawarkan perspektif unik dan mendalam di tengah tren global mengenai gaya hidup berkelanjutan (sustainable living).

Bagi Bukhi sebuah langkah penting mesti diambil banyak orang untuk kembali ke kearifan lokal yang memiliki kedekatan dengan alam. Karena dari situ ia meyakini fondasi utama untuk hidup lebih harmonis akan tercipta bersama kesederhanaan tanpa merusak lingkungan sekitar.

Mengurangi, menggunakan kembali, dan terus-menerus mendaur ulang. Itulah ciri-ciri dari gaya hidup berkelanjutan demi generasi mendatang yang lebih baik. Dan menurut Bhuki, prinsip ini teramat penting untuk nasib bumi yang bergantung besar dengan kesadaran manusia yang menghuninya.

Adapun Bukhi memiliki banyak harapan terhadap Indonesia pada 2045 mendatang. Ia berharap kekayaan alam Indonesia tetap terjaga meski semua tergantung dengan keputusan yang dilakukan sejak hari ini.

Kekayaan Alam Indonesia

Visi Indonesia Emas 2045 lantang disuarakan pemerintah Indonesia belakangan ini. Mereka mengeluarkan visi pada usia ke-100 tersebut berharap Indonesia sudah di tingkatan setara dengan negara-negara maju di banyak sektor mulai pendidikan hingga ekonomi.

Ada yang optimistis terkait visi itu, tetapi tak sedikit juga yang tidak. Pasalnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi Indonesia untuk mewujudkan cita-cita agung itu.

Bagi Bukhi sendiri ia memang melihat ada dua kubu terbagi saat memikirkan impian Indonesia Emas 2045. Ia pun merasa ada baiknya orang Indonesia harus berjuang bersama dengan membentuk sistem berkelanjutan khususnya untuk alam.

“Kita harus sustainable secara sistem secara individu, kelompok,” ucap Bukhi kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.

Meskipun ada keraguan dari sejumlah kalangan, Bukhi tetap berharap besar Indonesia Emas tercipta. Ia merasa sistem yang ada diperbaiki agar pada usia ke-100 tahun nanti Indonesia tidak merasakan kerugian besar setelah alamnya dieksploitasi serampangan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

 “Kita masih punya harapan. Lingkungan alam kita masih kaya. Misalnya kita mau berjuang kita masih bisa mempertahankan itu tapi kalau misalnya mau membiarkan sistem yang saat ini ada terus-menerus, jelas 2045 kita udah sedikit sekali kekayaan alam yang kita akan punya,” ungkapnya.

Pakem Kuliner Indonesia

Sebelumnya, Bukhi menjelaskan soal pakem kuliner. Menurutnya kuliner Indonesia tidak memiliki pakem karena proses masaknya yang lebih luwes, tidak manut pada pakem tertentu. Menurut Bukhi, orang Indonesia terbiasa memasak sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya sehingga hasilnya tidak melulu sama tapi tetap kaya cita rasa.

“Aku melihatnya Indonesia tuh luar biasa kaya saking kayanya udah enggak bisa dibuat pakem lagi. Contoh lodeh di rumah sama lodeh di rumah tetangga aja udah beda. Bahannya beda tergantung dari yang ada di belakang rumah atau dalam kulkas,” kata Bukhi.

Bukhi paham kekayaan kuliner Indonesia berakar dari sikap orang Indonesia yang welcome menerima kultur memasak dari bangsa lain. Sikap ini pun dilihatnya bisa menjadi tantangan khususnya dalam mendokumentasikan dan menetapkan pakem agar lebih muda diturunkan ke generasi selanjutnya.

“Kita butuh segala sesuatu yang dipakemin supaya bisa diturunkan lebih mudah. Tapi kita juga butuh untuk inovasi sebagai penanda zamannya. Jadi antara preservasi budaya dan inovasi itu harus berjalan beriringan,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

DW
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.