Di tengah meningkatnya permasalahan sampah, terutama sampah organik rumah tangga, muncul inovasi sederhana namun berdampak besar yang dapat dilakukan mulai dari skala rumah tangga yaitu Eco Enzyme.
Limbah organik yang sering dianggap tidak berguna, seperti kulit buah, sisa sayuran, atau ampas dapur, ternyata dapat diolah menjadi cairan multifungsi yang bermanfaat bagi lingkungan. Program pelatihan pembuatan Eco Enzyme kini mulai banyak diterapkan di berbagai daerah, salah satunya oleh tim KKN-T IPB KARAWANGKAB11 di Desa Kertamukti, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang.
Desa Kertamukti dikenal sebagai wilayah agraris dengan bentangan sawah yang luas dan empat dusun yang masing-masing memiliki karakter masyarakat berbeda. Meski mayoritas warganya berprofesi sebagai petani, permasalahan lingkungan seperti sampah rumah tangga masih menjadi tantangan.
Sampah organik biasanya bercampur dengan sampah anorganik dan dibuang langsung ke sungai atau lahan kosong. Selain mengganggu estetika, hal ini berpotensi mencemari sumber air dan memicu masalah kesehatan.
Melalui program SEGAR (Solusi Eco Enzyme Gerakan Aksi Ramah Lingkungan), Tim KKN-T IPB KARAWANGKAB11 berupaya memberikan solusi sederhana yang bisa dilakukan oleh setiap rumah tangga. Eco Enzyme sendiri adalah cairan hasil fermentasi limbah organik seperti kulit buah atau sayur yang dicampur dengan gula merah (atau molase) dan air bersih.
Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih 90 hari di dalam wadah tertutup, menghasilkan cairan berwarna cokelat dengan aroma asam manis yang khas. Produk ini punya segudang manfaat: sebagai pembersih alami rumah tangga, pupuk cair organik untuk tanaman, pengusir serangga, hingga penghilang bau tidak sedap.
Pelatihan yang diadakan di balai desa ini dihadiri oleh para ibu rumah tangga dan anggota PKK. Sejak pagi, warga mulai berdatangan dengan membawa catatan kecil untuk mencatat resep pembuatan Eco Enzyme. Tim KKN-T menyiapkan meja demonstrasi berisi bahan-bahan: kulit buah dan sayur segar, gula merah, molase, dan galon air bersih.
Kegiatan dimulai dengan pemaparan materi mengenai konsep dan manfaat Eco Enzyme. “Eco Enzyme itu seperti cairan serbaguna, bisa untuk pupuk, pembersih, sampai pengusir serangga,” jelas Fitrah, salah satu anggota tim KKN-T IPB, sambil mengangkat contoh botol berisi cairan cokelat hasil fermentasi yang sudah jadi. Warga terlihat antusias, beberapa mengangguk sambil berbisik ke tetangga di sebelahnya.
Setelah materi, warga diajak langsung mempraktikkan proses pembuatannya. Kulit buah dan sayur dimasukkan ke dalam galon plastik, ditambah gula merah yang sudah dihaluskan, lalu dituangi air bersih dengan perbandingan tertentu.
Wadah kemudian ditutup rapat dan diberi label tanggal pembuatan, “Setiap sehari sekali tutupnya dibuka sebentar saja untuk mengeluarkan gas, supaya tidak menumpuk dan menyebabkan fermentasi gagal,” tambah Fitrah.
Di tengah pelatihan, suasana menjadi semakin ramai ketika sesi tanya jawab dibuka. Beberapa peserta langsung mengangkat tangan, menanyakan apakah Eco Enzyme bisa digunakan untuk membersihkan lantai keramik atau menyiram tanaman cabai bahkan ada yang bertanya apakah jengkol bisa digunakan untuk membuat eco enzyme.
Namun, sesi diskusi sempat berjalan kurang terarah karena beberapa peserta berbicara bersamaan atau mengajukan pertanyaan di luar topik.
Melihat situasi ini, tim KKN-T mengambil inisiatif untuk mengatur ulang jalannya diskusi. Pertanyaan dikelompokkan sesuai tema seperti manfaat, proses pembuatan, dan penyimpanan sehingga jawaban bisa tersampaikan dengan jelas dan tidak memotong pembahasan lainnya.
Bagi banyak warga, ini adalah pertama kalinya mereka mengetahui bahwa limbah kulit buah dan sayur bisa diubah menjadi produk bermanfaat. Beberapa peserta bahkan langsung berencana membuatnya di rumah setelah pelatihan usai.
Selain mengurangi volume sampah organik yang dibuang, mereka berharap Eco Enzyme dapat membantu menghemat pengeluaran rumah tangga karena bisa menggantikan sebagian kebutuhan pupuk dan pembersih kimia.
Tim KKN-T IPB KARAWANGKAB11 berharap program ini menjadi langkah awal perubahan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah.
Dengan adanya Eco Enzyme, diharapkan masyarakat Desa Kertamukti lebih peduli pada lingkungan, memanfaatkan limbah rumah tangga dengan bijak, dan mengurangi ketergantungan pada produk kimia berbahaya.
Jika kebiasaan ini diterapkan secara konsisten, bukan tidak mungkin Desa Kertamukti akan dikenal sebagai desa ramah lingkungan dengan sistem pengelolaan sampah mandiri yang efektif.
Program Eco Enzyme di Desa Kertamukti membuktikan bahwa langkah kecil di rumah tangga dapat memberikan kontribusi besar bagi kelestarian lingkungan. Setiap botol Eco Enzyme yang dibuat berarti ada sebagian sampah organik yang tidak dibuang sembarangan, dan ada potensi manfaat yang kembali ke masyarakat.
Dengan komitmen warga, dukungan perangkat desa, dan pendampingan dari berbagai pihak, Eco Enzyme dapat berkembang menjadi gerakan kolektif menuju desa yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News