refleksi 80 tahun kemerdekaan suara perempuan asa indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Suara Perempuan, Asa Indonesia

Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Suara Perempuan, Asa Indonesia
images info

Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Suara Perempuan, Asa Indonesia


Kemerdekaan Indonesia yang kini menginjak usia delapan dekade bukan sekadar perayaan seremonial. Ia adalah momen reflektif untuk meninjau sejauh mana cita-cita bangsa tercapai, terutama terkait keadilan dan kesetaraan.

Salah satu suara yang semakin lantang di ruang publik adalah suara perempuan. Kehadiran perempuan dalam panggung sejarah Indonesia bukanlah hal baru, namun pengakuan atas perannya masih terus diperjuangkan hingga hari ini.

Sejak awal, perempuan telah menjadi bagian penting dalam perjuangan kemerdekaan. Dari Kartini yang menyalakan api pendidikan, Cut Nyak Dien yang memimpin perlawanan di Aceh, Dewi Sartika yang mendirikan sekolah untuk perempuan, hingga Rasuna Said yang menyuarakan hak politik, semuanya memberi jejak yang kuat.

Namun, meski warisan itu jelas, perempuan Indonesia hari ini masih menghadapi berbagai tantangan: kekerasan berbasis gender, diskriminasi di tempat kerja, hingga keterwakilan politik yang belum seimbang.

Di usia 80 tahun kemerdekaan, pertanyaan besar muncul: apakah Indonesia sudah benar-benar menjadi rumah yang aman dan setara bagi perempuan?

Jejak Perempuan dalam Sejarah Kemerdekaan

Sejarah Indonesia menyimpan banyak kisah heroik perempuan yang ikut menorehkan jalan menuju kemerdekaan. Mereka tidak hanya hadir sebagai simbol, tetapi juga aktor yang nyata dalam perjuangan.

Kartini dengan gagasannya tentang pendidikan perempuan telah meletakkan fondasi kesadaran emansipasi. Cut Nyak Dien bertempur dengan gagah berani melawan penjajah, sementara Dewi Sartika mendirikan sekolah untuk perempuan sebagai wujud perlawanan terhadap diskriminasi pendidikan.

Dalam masa pergerakan nasional, tokoh seperti Rasuna Said menyuarakan pentingnya hak politik bagi perempuan. Keberanian mereka melampaui batas ruang domestik yang selama itu membatasi perempuan.

Mereka menjadikan pendidikan, pena, dan senjata sebagai alat perjuangan yang sama berharganya dengan bambu runcing.

Jejak ini kemudian diakui dalam sejarah resmi. Setelah proklamasi 1945, perempuan ikut aktif dalam pembangunan bangsa. Tahun 1946, Kongres Perempuan Indonesia kembali digelar dengan tekad memperjuangkan hak-hak perempuan dalam negara yang baru lahir.

Sejak itu, perempuan terus bergerak di bidang politik, sosial, dan pendidikan sebagai bagian dari narasi kebangsaan.

Kisah-kisah ini mengingatkan bahwa perempuan bukanlah penonton dalam sejarah kemerdekaan, melainkan penggerak yang menyumbang tenaga, pikiran, dan keberanian.

Dengan warisan ini, perempuan Indonesia masa kini memiliki pijakan kuat untuk menuntut ruang yang setara dalam kehidupan berbangsa.

Perempuan dan Cermin Kemerdekaan

Kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari segala bentuk penindasan. Bagi perempuan, makna kemerdekaan berarti hidup aman, terbebas dari diskriminasi, serta memiliki ruang yang sama untuk berkembang.

Namun, kenyataannya masih jauh dari harapan. Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Komnas Perempuan mencatat terdapat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2024.

Angka ini naik hampir 10% dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 330.097 kasus merupakan kekerasan berbasis gender yang meningkat sekitar 14% dari tahun sebelumnya.

Komnas Perempuan juga menerima 4.178 pengaduan langsung pada tahun yang sama, atau rata-rata 16 kasus setiap hari. Dari seluruh kasus, mayoritas terjadi di ranah personal (309.516 kasus), diikuti ranah publik (12.004 kasus) dan ranah negara (209 kasus).

Bentuk kekerasan yang paling sering dialami perempuan adalah kekerasan seksual, psikis, dan fisik masing-masing sekitar 27% dari total laporan serta kekerasan ekonomi yang mencapai 10%.

Data ini menjadi cermin bahwa meski Indonesia sudah 80 tahun merdeka, perempuan masih menghadapi tantangan besar bahkan dalam lingkup terdekat seperti rumah tangga.

Kekerasan yang terjadi bukan hanya melukai fisik, tetapi juga meninggalkan trauma panjang. Inilah penanda bahwa perjuangan perempuan hari ini bukan lagi melawan kolonialisme, melainkan melawan ketidakadilan struktural dan budaya yang masih mengakar.

Asa di Tengah Tantangan, Perempuan dalam Pembangunan

Meski tantangan masih besar, perempuan Indonesia terus melangkah maju dan meninggalkan jejak penting dalam pembangunan. Dalam bidang politik, Pemilu 2024 mencatat capaian bersejarah.

Untuk pertama kalinya pasca-Reformasi, keterwakilan perempuan di DPR RI mencapai 22,1% atau 128 dari 580 kursi. Angka ini merupakan peningkatan dibanding Pemilu 2019 yang hanya 20,5%. Meski belum mencapai kuota 30% yang telah lama diperjuangkan, capaian ini adalah langkah penting menuju parlemen yang lebih inklusif.

Di bidang ekonomi, perempuan juga memegang peranan besar. Data BPS menunjukkan jutaan perempuan menjadi bagian dari angkatan kerja Indonesia. Namun, partisipasi mereka masih lebih rendah dibanding laki-laki.

Banyak perempuan bekerja di sektor informal, dengan upah yang lebih rendah, serta harus menanggung beban ganda antara pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan publik. Hal ini memperlihatkan bahwa potensi perempuan sebagai penggerak ekonomi bangsa belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Pemerintah melalui Kemenko PMK dan Kementerian PPPA berupaya mendorongoptimalisasi peran perempuan dalam pembangunan. Program yang dijalankan antara lain pencegahan perkawinan anak, pemberdayaan ekonomi, hingga peningkatan akses perempuan dalam pendidikan dan dunia kerja.

Langkah ini merupakan sinyal positif, tetapi efektivitasnya sangat bergantung pada konsistensi pelaksanaan di lapangan.

Harapan ke depan adalah terciptanya ekosistem yang membuat perempuan bisa berdaya tanpa harus mengorbankan salah satu peran. Perempuan seharusnya tidak dipaksa memilih antara karier atau keluarga, melainkan didukung agar bisa berkontribusi penuh di keduanya.

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, perempuan dapat lebih banyak hadir sebagai pengambil keputusan, bukan sekadar penerima manfaat pembangunan.

Suara Perempuan untuk Asa Indonesia

Momen 80 tahun kemerdekaan adalah ruang untuk mendengar suara perempuan secara lebih serius. Komnas Perempuan dalam refleksinya menegaskan bahwa kekerasan berbasis gender adalah darurat nasional.

Jika isu ini tidak ditangani dengan tegas, maka cita-cita Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan adil akan timpang.

Lebih dari itu, perempuan harus dipandang bukan hanya sebagai penerima manfaat pembangunan, tetapi juga sebagai pengambil keputusan. Keterlibatan perempuan dalam politik bukan semata formalitas kuota, melainkan kebutuhan untuk menghadirkan perspektif keadilan gender dalam setiap kebijakan publik.

Kehadiran perempuan dalam posisi strategis terbukti mampu membawa perubahan signifikan, khususnya dalam isu kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan keluarga.

Selain itu, generasi muda perempuan hari ini menghadirkan energi baru. Melalui media sosial, komunitas, dan kepemimpinan di tingkat lokal memperlihatkan bahwa suara perempuan tidak lagi bisa dipinggirkan. Mereka bukan hanya penggerak perubahan, tetapi juga pengawal demokrasi dan keadilan sosial.

Masa depan Indonesia akan sangat ditentukan oleh sejauh mana perempuan diberi ruang untuk berkembang. Indonesia tidak akan pernah benar-benar merdeka jika setengah dari penduduknya masih terbelenggu diskriminasi dan kekerasan.

Refleksi 80 tahun kemerdekaan mengingatkan kita bahwa bangsa ini berdiri karena perjuangan semua orang, termasuk perempuan. Suara perempuan telah ada sejak awal perjuangan, dan kini tetap menjadi bagian penting untuk menjaga Indonesia tetap adil dan merdeka.

Merdeka bukan hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari rasa takut, kekerasan, dan diskriminasi. Perempuan harus bisa hidup aman, belajar, bekerja, dan berpartisipasi tanpa hambatan.

Indonesia akan kuat jika seluruh warganya mendapat tempat yang sama untuk tumbuh. Saat perempuan bisa berjalan dengan percaya diri, bermimpi, dan berkarya, saat itu pula makna kemerdekaan menjadi nyata. Inilah asa Indonesia, menuju masa depan yang benar-benar merdeka dan setara.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.