Dalam naskah modern, mitos dan cerita rakyat Indonesia selalu mendapatkan tempat. Banyak penulis memasukkan mitos atau cerita rakyat ke dalam cerita mereka yang berlatar modern. Namun, ada juga yang memang menceritakannya kembali dengan menambahkan sedikit twist.
Walau hanya sedikit yang dimasukkan, tetapi unsur mitos dan cerita rakyat selalu menggelitik rasa ingin tahu. Berikut rekomendasi 3 novel karya penulis lokal yang menyelipkan mitos atau cerita rakyat Indonesia.
Sang Kawaris – Poppy D. Chusfani
Berlatarkan mitos Sunda, Sang Kawaris mengangkat cerita orang-orang yang turun-temurun bertugas mengurung mahluk gaib jahat Bangkawarah. Keberadaan mereka dirahasiakan, mereka berjuang di balik layar demi melindungi manusia dari ancaman gaib.
Saat melawan Bangkawarah, para Kawaris meminta bantuan pada sosok yang disebut Raden Sulanjana.
Raden Sulanjana berasal dari cerita rakyat daerah Sunda. Dikutip dari suarajawatengah.id, sosok ini dikenal dengan kisah pertarungannya melawan Sapi Gumarang. Sapi Gumarang ini adalah raja segala hewan dan juga memiliki pasukan gaib. Iri akan keberhasilan panen Kerajaan Galuh, Sapi Gumarang mengerahkan hewan-hewan untuk menghancurkan ladang padinya.
Raja Galuh tidak membiarkan hal itu berlarut-larut, maka ia memanggil ksatria sakti Raden Sulanjana dan saudara-saudaranya. Ksatria ini berhasil mengusir gerombolan hewan perusak, sehingga masyarakat bisa kembali bertani.
Sapi Gumarang yang tidak terima kembali mengerahkan pasukannya. Dia juga turun langsung menyerang. Namun, kali ini rakyat sudah siap melawan. Pasukan Sapi Gumarang pun kalah.
Akhirnya Sapi Gumarang berhadapan langsung dengan Raden Sulanjana. Keduanya sama-sama sakti, sehingga pertempuran seimbang. Untuk menentukan pemenang, diputuskan siapa yang bisa mengangkat tubuh lawannya maka jadi pemenang.
Dengan sombongnya, Sapi Gumarang menyuruh Sulanjana duluan mengangkatnya. Betapa terkejut Sapi Gumarang ketika Raden Sulanjana berhasil mengangkatnya hanya dengan satu tangan.
Sapi Gumarang yang sadar kesaktiannya tidak sebanding pun mengaku kalah. Dia berjanji akan menjaga hasil panen rakyat. Dia memiliki satu permintaan, yaitu agar masyarakat selalu ingat dan menyebut namanya saat mulai menanam atau memanen padi. Permintaan ini dituruti, sehingga muncul tradisi Nyawen.
Inyik Balang – Andre Septiawan
Novel ini menceritakan kehidupan Mangkutak yang merupakan seorang Inyik Balang. Berlatar tahun 1800-an sampai Orde Baru, novel Inyik Balang merajut sejarah dan cerita rakyat menjadi cerita fiksi yang memikat.
Dilansir dari travel.okezone, Inyik Balang atau Inyiak Balang adalah sebutan orang Sumatra Barat untuk harimau. Inyiak artinya kakek atau bapak, kemudian Balang atau belang berkaitan dengan bulu harimau.
Sebutan ini menunjukkan kedekatan orang Minang dengan harimau sang penjaga hutan. Ada yang mengatakan Inyiak Balang adalah siluman setengah manusia setengah harimau. Namun, ada juga yang percaya bahwa mereka adalah orang yang belajar kesaktian agar bisa berubah menjadi harimau.
Inyiak Balang dipercaya sebagai penengah antara manusia dengan harimau agar tidak saling mengganggu. Mereka juga menjadi penjaga bagi orang Minang yang merantau. Inyiak Balang juga membantu orang yang tersesat di hutan, asalkan orang tersebut tidak memiliki niat buruk.
Ketika Senja Jatuh di Nara - Zaky Yamani
Menceritakan Debora yang kembali ke kampung halamannya. Tujuan Debora adalah bertanya kepada ibunya kenapa dulu ia dibuang. Setiba di kampung, Debora bertemu banyak sosok yang membuatnya jadi mempertanyakan batasan antara kenyataan dan khayalan.
Bergenre magical realism, novel ini mengangkat kisah kerakusan sebuah keluarga, kehancuran alam, tekanan pihak militer, sampai ke mitos lokal.
Dalam novel ini, Zaky Yamani menyelipkan cerita rakyat Papua – yaitu Towjatuwa dan buaya ajaib Watuwe. Alkisah, Towjatuwa sedang resah karena istrinya akan melahirkan. Dibandingkan saat anak pertama, kehamilan anak kedua ini sangat berat.
Towjatuwa yang kebingungan berjalan menuju sungai hendak mencari benda tajam untuk membantu istrinya melahirkan. Tiba-tiba ia mendengar suara menyapa menanyakan hendak apa di situ. Ternyata yang bertanya adalah buaya Watuwe.
Buaya ini memiliki penampilan unik, di sepanjang punggungnya tumbuh bulu warna-warni seperti burung kasuari.
Setelah mendengar cerita Towjatuwa, Watuwe menyuruhnya pulang. Watuwe berjanji akan datang malam hari untuk membantunya. Benar saja, ketika malam tiba Watuwe menepati janjinya. Buaya ajaib ini membantu persalinan istri Towjatuwa sehingga lancar.
Sebelum pergi, Watuwe meminta Towjatuwa berjanji agar ia dan keturunannya tidak memakan daging buaya. Jika janji dilanggar, maka kemalangan akan menimpa mereka.
Cerita rakyat, legenda, atau mitos kerap tidak masuk di akal. Namun, mereka hadir sebagai pengingat bagi kita. Misalnya Inyiak Balang, mengingatkan manusia untuk selalu menjaga keseimbangan alam.
Meski merupakan kisah lama yang diceritakan turun-temurun, tetapi mereka tetap relevan dengan kehidupan masa kini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News