tradisi maulid nabi di jawa timur yang masih lestari - News | Good News From Indonesia 2025

5 Tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur yang Masih Lestari

5 Tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur yang Masih Lestari
images info

5 Tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur yang Masih Lestari


Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan kelahiran Rasulullah yang jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Kata maulid sendiri berarti kelahiran. Bagi umat Islam, momen ini bukan sekadar perayaan, melainkan kesempatan untuk mengenang perjuangan Rasul, memperbanyak shalawat, serta meneladani akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, umat Islam di berbagai daerah memiliki cara khas dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di Jawa Timur, tradisi Maulid Nabi tidak hanya sekadar seremoni, tetapi juga menjadi bagian dari warisan budaya yang terus dijaga turun-temurun. Uniknya, setiap daerah punya bentuk perayaan berbeda yang sarat makna dan simbol kebersamaan.

baca juga

Ragam Tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur

Berikut lima tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur yang hingga kini masih dilestarikan masyarakat.

1. Kresen (Mojokerto)

Di Mojokerto, masyarakat memiliki tradisi yang disebut kersen. Pada perayaan ini, sebuah pohon keres (atau kersen) dihiasi dengan aneka hasil bumi, pakaian, hingga makanan yang digantung di ranting-rantingnya. Buah keres sendiri dikenal manis dan berkhasiat, sehingga dijadikan simbol keberkahan.

Menurut Prof. Suprapto dalam Dialektika Islam dan Budaya Nusantara, pohon keres yang berbuah lebat melambangkan hadirnya Nabi Muhammad sebagai pembawa cahaya dan rahmat bagi seluruh alam. Tradisi ini juga menjadi wujud syukur atas kelahiran Nabi yang membawa ajaran Islam sebagai petunjuk hidup.

2. Sebar Udikan (Madiun)

Masyarakat Dusun Sukorejo, Madiun, punya cara unik memperingati Maulid Nabi lewat tradisi Sebar Udikan. Dalam acara ini, uang koin dilemparkan ke arah warga yang sudah berkumpul, dan mereka pun berebut untuk mendapatkannya.

Tradisi ini dipercaya sudah ada sejak lama, berawal dari niat seorang warga yang ingin berbagi rezeki kepada fakir miskin dengan cara yang meriah. Hingga kini, Sebar Udikan tetap dipertahankan sebagai simbol kepedulian sosial sekaligus memeriahkan hari kelahiran Rasulullah.

3. Endog-endogan (Banyuwangi)

Di Banyuwangi, tradisi Endhog-endhogan menjadi ikon peringatan Maulid Nabi. Sesuai namanya, endhog berarti telur. Telur rebus dihias dengan warna-warni dan ditancapkan pada batang pisang yang juga dipenuhi dekorasi.

Telur-telur itu kemudian diarak keliling kampung sambil diiringi lantunan selawat, barzanji, dan doa-doa. Setelah arak-arakan, telur dibagikan kepada warga sebagai lambang kebersamaan dan keberkahan.

4. Muludhen (Madura)

Bagi masyarakat Madura, peringatan Maulid Nabi dikenal dengan istilah Muludhen. Tradisi ini biasanya diisi dengan pembacaan selawat dan barzanji di masjid maupun musala. Yang menarik, para ibu dan remaja membawa nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauk serta buah-buahan yang ditata di atas talam.

Setelah dibacakan doa, seluruh sajian itu disantap bersama-sama. Muludhen bukan hanya bentuk syukur atas kelahiran Nabi, tetapi juga mempererat tali silaturahmi warga.

5. Rebu’en (Probolinggo)

Warga Desa Sologodek, Probolinggo, merayakan Maulid Nabi dengan tradisi Rebu’en. Dalam acara ini, berbagai makanan dan perlengkapan ibadah seperti sajadah atau sarung digantungkan di langit-langit musala. Setelah pembacaan selawat selesai, warga beramai-ramai berebut mengambilnya.

Lima tradisi di atas menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa Timur memaknai Maulid Nabi dengan cara yang khas. Dari Mojokerto hingga Probolinggo, setiap daerah punya simbol dan ekspresi syukur masing-masing, namun semuanya berakar pada kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Di balik kemeriahan syair, doa, hingga makanan tradisional yang dibagikan, tersimpan nilai kebersamaan, kepedulian, dan rasa syukur. Tradisi ini juga menjadi ruang interaksi sosial, tempat masyarakat saling berbagi dan mempererat tali silaturahmi.

Meski zaman terus berubah, tradisi Maulid di tetap hidup dan bahkan semakin kreatif tanpa kehilangan makna utamanya. Ia hadir sebagai pengingat, bahwa meneladani akhlak Nabi bisa dilakukan dengan cara-cara yang membumi, sesuai kearifan lokal.

Dengan begitu, Maulid Nabi tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga warisan budaya yang terus diwariskan lintas generasi.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ML
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.