Legenda Pangeran Pecah Kulit merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah Jakarta. Pangeran Pecah Kulit merupakan julukan yang diberikan kepada Pieter Erbelverd, seorang keturunan Jerman yang membantu rakyat pada masa penjajahan Belanda dulunya.
Bagaimana kisah lengkap dari cerita rakyat Jakarta tersebut?
Legenda Pengeran Pecah Kulit, Cerita Rakyat dari Jakarta
Dikutip dari buku Astri Damayanti yang berjudul Kumpulan Legenda Nusantara Favorit, alkisah ketika Belanda menduduki wilayah Nusantara, banyak masyarakat yang menerima tindakan yang semena-mena. Hal ini memancing berbagai macam pemebrontakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap para penjajah.
Pada zaman tersebut di Batavia tinggalah seorang pemuda keturunan Jerman. Pemuda itu bernama Pieter Erbelverd.
Meskipun berasal dari keturunan Eropa, dia sering direndahkan oleh teman-temannya. Tidak hanya itu, dia juga peduli dengan keadaan masyarakat pribumi yang ada pada waktu itu.
Pieter Erbelverd kemudian memeluk agama Islam. Hal ini membuatnya makin dekat dengan masyarakat pribumi.
Sebaliknya, dia makin dijauhi oleh orang-orang Belanda. Pieter Erbelverd kemudian dijuluki sebagai Pangeran Pecah Kulit oleh orang-orang pribumi.
Pieter juga turut aktif mendukung pergerakan masyarakat pribumi. Rumahnya sering kali dijadikan sebagai tempat berkumpul para pejuang untuk menyusun strategi.
Pada suatu hari, rumah Pieter didatangi oleh para pejuang. Mereka tengah menyusun siasat untuk melakukan pemberontakan terhadap para penjajah.
Mereka berencana melakukan serangan besar-besaran ke markas penjajah melalui terowongan bawah tanah. Selain itu, mereka juga mengirimkan surat kepada Sultan Banten agar bersedia mengirimkan bantuan.
Namun ternyata informasi bocor ke pihak penjajah. Tanpa mereka sadari, ternyata ada seorang pengkhianat yang mencuri dengar ketika rencana tersebut disusun.
Orang yang membocorkan rahasia ini bernama Ali. Dia merupakan seorang berandalan yang tinggal tidak jauh dari rumah Pieter.
Akhirnya Ali pergi menghadap Kapten Cruse. Dia yakin akan mendapatkan imbalan yang banyak dari informasi itu.
Kapten Cruse menyambut berita ini dengan bahagia. Namun dia baru akan memberikan hadiah ketika Pieter dan para pejuang berhasil ditangkap nantinya.
Setelah itu, Kapten Cruse membawa Ali untuk menghadap gubernur untuk melaporkan informasi itu. Di sisi lain, gubernur ternyata baru saja menerima sepucuk surat dari seorang pribumi.
Surat tersebut ternyata pesan yang dikirimkan oleh para pejuang untuk Sultan Banten. Pada awalnya, gubernur tidak percaya dengan isi pesan itu.
Dia merasa bahwa surat itu hanya akal-akalan dari orang pribumi saja. Namun ketika Kapten Cruse dan Ali datang, gubernur langsung memerintahkan agar pasukan mengepung rumah Pieter dan menangkap semua pejuang yang ada di sana.
Kapten Cruse langsung membawa 40 pasukan menuju rumah Pieter. Kapten Cruse juga membawa Ali sebagai penujuk arah menuju rumah tersebut.
Di rumah Pieter, para pejuang masih menyusun rencana penyerangan yang akan dilakukan. Di tengah perundingan, tiba-tiba pembantu Pieter yang bernama Sarina datang melapor.
Sarina berkata bahwa ada pasukan kompeni tengah menuju rumah itu. Pada awalnya, Pieter berusaha menenangkan Sarina dan berpikir bahwa pasukan tersebut datang tanpa maksud jahat.
Namun sesampainya di sana, Kapten Cruse berteriak lantang dan menyuruh para pejuang keluar dari rumah tersebut. Para pejuang yang sudah terkepung tidak bisa berbuat banyak.
Para pejuang ditangkap dan dibawa oleh pasukan kompeni. Pieter dan Sarina juga ikut dibawa bersama rombongan tersebut.
Pieter, Sarina, dan para pejuang kemudian dijatuhi hukuman mati. Jenazah Pieter dan Sarina kemudian dimakamkan di Mangga Dua.
Sementara itu, rumah Pieter dirubuhkan hingga rata dengan tanah. Di bekas tanah tersebut, ditancapkan tiang setinggi tombak dengan patung kepala Pieter sang Pangeran Pecah Kulit di atasnya.
Begitulah kisah dari legenda Pangeran Pecah Kulit, salah satu cerita rakyat dari Jakarta.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News