Di Kota Solo, terdapat sebuah sungai yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kota ini—Kali Pepe. Walau kini hanya berukuran 5 hingga 10 meter lebar, sungai ini menyimpan kisah panjang yang berperan penting dalam membentuk Solo menjadi kota seperti sekarang ini.
Peran Kali Pepe dalam Pembangunan Keraton Surakarta
Keberadaan Kali Pepe tidak dapat dipisahkan dari sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat. Pada tahun 1745, ketika Pakubuwono II memutuskan untuk memindahkan pusat kerajaan dari Kartasura ke Desa Sala, salah satu faktor utama yang dipertimbangkan adalah aliran sungai ini. Kali Pepe dimanfaatkan sebagai jalur utama untuk pengangkutan bahan bangunan yang diperlukan dalam pembangunan keraton.
“Kayu, batu, dan bahan lainnya diangkut dari berbagai daerah melalui Sungai Bengawan Solo, lalu dipindahkan ke perahu-perahu kecil untuk menyusuri Kali Pepe hingga ke pusat kota,” ujar Linda Enriany, Kepala Bidang Pelindungan Kebudayaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Dermaga-dermaga kecil dan pelabuhan rakyat yang pernah berjajar di sepanjang Kali Pepe kini tinggal kenangan, namun perannya dalam menghubungkan kota dengan berbagai wilayah tetap abadi.
Kali Pepe sebagai Jalur Perdagangan dan Pertahanan
Seiring berjalannya waktu, Kali Pepe memiliki peran yang lebih besar dari sekedar jalur logistik pembangunan. Pada abad ke-16, ketika Kerajaan Pajang berkuasa, Kali Pepe sudah menjadi jalur perdagangan yang strategis. Perahu-perahu kecil hilir mudik mengangkut barang dari kapal-kapal besar yang bersandar di Sungai Bengawan Solo.
Kehadiran Bandar Beton di Semanggi dan Pasar Gede sebagai pusat niaga menjadi penting dalam memfasilitasi perdagangan antarpulau. Bahkan, Kampung Sudiroprajan yang dikenal sebagai Bandar Pecinan, menjadi tempat pertemuan para pedagang Tionghoa yang berinteraksi dan berdagang di sepanjang Kali Pepe.
Selama masa kejayaan Keraton Surakarta, Kali Pepe terus memainkan peran vital sebagai penghubung antara pusat perdagangan dengan kerajaan. VOC Belanda pun menyadari pentingnya jalur ini dan memastikan keamanan rute perdagangan mereka yang melewati sungai ini.
Lebih dari itu, Kali Pepe juga memiliki fungsi pertahanan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada masa kolonial, sungai ini menjadi batas alam yang melindungi pusat kota dari ancaman luar. Keberadaan jembatan-jembatan tua yang masih berdiri kokoh hingga kini mengingatkan kita akan betapa pentingnya peran Kali Pepe dalam mempertahankan kota.
Dampak Perubahan dan Usaha Revitalisasi Kali Pepe
Namun, perubahan zaman membawa dampak besar pada Kali Pepe. Seperti tercatat dalam sejumlah sumber sejarah, lebar sungai ini dulu bisa mencapai 15 hingga 20 meter di kawasan pusat kota, seperti di sekitar Pasar Gede. Namun, seiring waktu, sedimentasi alami dan pembangunan di sekitar bantaran sungai menyebabkan Kali Pepe menyempit drastis, hingga hanya tersisa sekitar 5 hingga 10 meter lebar di beberapa titik.
Proses penyempitan ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah kota. Kini, berbagai upaya revitalisasi tengah digalakkan untuk mengembalikan fungsi Kali Pepe, baik sebagai jalur transportasi, tempat wisata, maupun ruang publik yang menarik bagi masyarakat.
Berbagai inisiatif pun mulai dilakukan, termasuk normalisasi dan pembersihan sungai. Tak hanya itu, pemerintah Solo juga menggelar kegiatan seperti "Pepe Land Festival" yang bertujuan untuk mengangkat kembali semangat budaya lokal dan keterikatan masyarakat dengan sungai ini.
Kali Pepe: Jejak Sejarah yang Abadi
Meski Kali Pepe kini telah menyusut, sejarah yang terkandung dalam aliran airnya tak akan pernah pudar. Sungai ini mengalir di tengah Kota Solo, melewati kawasan bersejarah seperti Gladag dan Pasar Gede, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi kota. Di sepanjang aliran Kali Pepe, masyarakat dapat merasakan denyut nadi kota yang terhubung erat dengan kejayaan masa lalu.
“Meskipun ukurannya menyusut, jejak sejarah Kali Pepe tetap abadi. Dari sini, kita bisa melihat bagaimana sungai ini memainkan peran penting dalam membentuk identitas Solo,” kata seorang sejarawan lokal.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian sejarah dan budaya, Kali Pepe tetap dihargai oleh masyarakat Solo. Masyarakat pun berharap bahwa dengan adanya revitalisasi dan kegiatan budaya yang terhubung dengan sungai ini, mereka bisa terus menjaga warisan berharga yang telah mengalir sejak berabad-abad lalu.
Kesimpulan
Kali Pepe bukan sekadar sungai biasa. Lebih dari itu, ia adalah bagian integral dari sejarah Kota Solo, menyimpan kisah perjuangan, perdagangan, dan kehidupan kota yang telah ada sejak zaman Keraton Surakarta. Dengan adanya revitalisasi yang tengah dilakukan, diharapkan Kali Pepe tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga menjadi bagian dari masa depan kota ini, menghubungkan generasi masa lalu dengan masa depan yang lebih cerah.
Sumber:
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News