asal usul nama desa penglipuran antara ingatan leluhur dan pelipur lara - News | Good News From Indonesia 2025

Asal Usul Nama Desa Penglipuran: Antara Ingatan Leluhur dan Pelipur Lara

Asal Usul Nama Desa Penglipuran: Antara Ingatan Leluhur dan Pelipur Lara
images info

Asal Usul Nama Desa Penglipuran: Antara Ingatan Leluhur dan Pelipur Lara


Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali, sudah lama menjadi ikon budaya yang mengundang decak kagum. Jalannya yang rapi, rumah-rumah berarsitektur tradisional, serta hutan bambu yang mengelilinginya membuat desa ini seperti potongan masa lalu yang masih hidup di tengah modernisasi. Tidak heran, Penglipuran sering masuk daftar desa terbersih di dunia dan menjadi destinasi wajib wisatawan lokal maupun mancanegara.

Namun, keelokan visual hanyalah permukaan. Di baliknya, terdapat kisah yang jauh lebih dalam: asal-usul nama Desa Penglipuran. Nama ini bukan sekadar penanda geografis, melainkan refleksi dari nilai-nilai budaya dan filosofi hidup masyarakatnya.

Uniknya, hingga kini ada dua versi penamaan desa yang sama-sama dipercaya warganya. Satu versi berkaitan dengan penghormatan pada leluhur melalui pura, sementara versi lain berhubungan dengan ketenangan batin dan penyembuhan jiwa.

Kedua versi ini ibarat dua sisi mata uang yang menyatu dalam identitas Penglipuran. Inilah yang membuat desa ini bukan hanya indah dipandang, tetapi juga kaya akan makna spiritual dan filosofis.

Nama yang Terikat pada Ingatan Leluhur

Versi pertama menyebut bahwa kata Penglipuran berasal dari gabungan kata Bangeling dan Pura. Bangeling berarti mengenang, sedangkan pura adalah tempat suci untuk bersembahyang. Dengan kata lain, nama ini mencerminkan upaya masyarakat untuk selalu mengingat leluhur melalui pura yang mereka bangun di desa.

Cerita ini berawal dari leluhur masyarakat Penglipuran yang dahulu berasal dari Bayung Gede, desa tua di lereng Gunung Batur. Mereka adalah prajurit yang setia membantu kerajaan Bangli pada masa peperangan. Karena jarak antara Bayung Gede dan pusat kerajaan terlalu jauh, Raja Bangli memberi mereka sebidang tanah untuk menetap. Dari situlah lahir komunitas baru yang kemudian mendirikan pura sebagai simbol keterikatan dengan asal-usul mereka.

Hingga kini, arsitektur pura dan rumah di Desa Penglipuran masih menyerupai gaya Bayung Gede. Hal itu menjadi bukti nyata bahwa ingatan terhadap leluhur bukan hanya tertulis dalam nama desa, tetapi juga terjaga dalam wujud keseharian masyarakatnya.

baca juga

Desa Sebagai Ruang Penyembuhan dan Ketenangan

Tampak Jalan Setapak Desa Penglipuran
info gambar

Tampak Jalan Setapak Desa Penglipuran | Foto: Dokumen Pribadi


Versi kedua berasal dari istilah Pelipurlara, yang berarti tempat penghiburan hati atau penyembuh jiwa. Konon, pada masa kerajaan Bangli, raja dan keluarganya sering datang ke wilayah ini untuk beristirahat. Suasana alam yang sejuk, hutan bambu yang rindang, serta udara segar membuat kawasan ini cocok sebagai tempat melepas penat.

Seiring waktu, wilayah tersebut dikenal sebagai ruang pelipur bagi mereka yang mencari ketenangan. Dari situlah muncul istilah Penglipuran, yang menggambarkan desa sebagai tempat penyembuhan batin.

Hingga kini, nuansa itu masih terasa kuat. Setiap orang yang berjalan di jalanan bersih nan teduh Desa Penglipuran akan merasakan ketenangan, seakan desa ini memang diciptakan untuk meredakan lelah.

Versi ini memperlihatkan bagaimana alam dan budaya bersatu membentuk identitas desa. Tidak sekadar tempat tinggal, Penglipuran menjadi ruang di mana manusia, leluhur, dan alam saling berinteraksi untuk menciptakan harmoni.

Harmoni Dua Versi dalam Identitas Budaya Penglipuran

Kedua versi asal-usul nama Desa Penglipuran pada dasarnya saling melengkapi. Versi Bangeling Pura menekankan pada spiritualitas dan penghormatan kepada leluhur. Sementara versi Pelipurlara menonjolkan aspek emosional, yakni desa sebagai ruang penyembuhan yang menenangkan jiwa.

Perpaduan dua makna ini menjadikan Desa Penglipuran unik. Tidak heran jika desa ini masuk daftar destinasi wisata budaya yang mendunia. Lebih dari sekadar desa yang indah, Penglipuran adalah simbol warisan budaya Bali Aga yang masih bertahan di tengah modernisasi.

Dengan menjaga tata ruang berdasarkan konsep Tri Mandala—yang membagi desa menjadi area suci, pemukiman, dan pemakaman—masyarakatnya tetap konsisten melestarikan tradisi leluhur. Bahkan, dalam upacara kematian, mereka masih mempertahankan cara khas Bali Aga dengan menguburkan jenazah alih-alih melakukan kremasi.

Nama Penglipuran, apa pun versinya, tetap menyimpan makna yang dalam: desa ini adalah tempat yang selalu mengingatkan pada leluhur sekaligus menjadi ruang pelipur bagi jiwa yang lelah.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.