Suci Utami Armand, perempuan asal kota Jambi ini telah menyaksikan kesenjangan sosial yang terjadi di kota kelahirannya. Di sekitar kawasan rumah dinas gubernur berkeliaran anak-anak usia sekolah yang terpaksa harus bekerja demi menyambung hidup.
Sulutan semangat dan keyakinannya membara saat dirinya menjadi delegasi kampusnya, Universitas Jambi, untuk mengikuti kegiatan National Future Educators Conference di Sampoerna University tahun 2013. Konferensi yang dilaksanakan selama tiga hari di Jakarta ini membahas tentang permasalahan pendidikan di Indonesia. Pada konferensi itu, Suci melihat delegasi dari kota lain sudah memiliki komunitas/program yang sudah dijalankan di daerah masing-masing. Sedangkan Suci datang dari Jambi baru berbekal ide yang belum direalisasikan.
Kembali dari kegiatan konferensi itu Suci mulai menelusuri permasalahan di kota Jambi dan menentukan titik-titik daerah mana saja yang dihinggapi permasalahan tersebut. Dari sinilah Suci menemukan kesenjangan sosial yang telah disebutkan sebelumnya. Suci melihat banyak anak yang bekerja di jalanan daerah taman Tanggo Rajo yang di dekat situ pula terdapat rumah dinas gubernur. Dari peristiwa inilah Suci menggagas komunitas Bersama Rangkul Anak Bermimpi (Bara Api) yang aktif sejak tahun 2013 sampai 2022.
Lima tahun berkegiatan bersama Bara Api, Suci mendapatkan tawaran dari Astra untuk mengikuti lomba penghargaan SATU Indonesia Awards di bidang pendidikan sesuai dengan apa yang ia jalani. Suci tak pernah menyangka apa yang ia lakukan bisa membuat dirinya meraih penghargaan SATU Indonesia Awards sebagai semifinalis kategori bidang pendidikan. Tim Astra juga secara khusus datang ke Jambi untuk meliput kegiatan Bara Api di tahun 2018. Bara Api terpilih sebagai nominasi 26 komunitas terbaik se-Indonesia. Pencapaian ini turut membesarkan kobaran semangat Bara Api untuk terus berkontribusi bagi pendidikan di kota Jambi dan sekitarnya.
9 Tahun Berjalan 8 Titik Terlampaui

Suci bersama enam orang teman kuliahnya memulai kegiatan Bara Api di tahun 2013. Titik pertama yang menjadi target kegiatan yaitu di sekitar taman Tanggo Rajo. Pertama kali kegiatan yang dilakukan adalah menjalin kedekatan dengan anak-anak pra-sejahtera ini. Suci dan kawan-kawan mengajak anak-anak untuk bercerita kehidupan masing-masing dan bermain.
Lambat laun, anak-anak mulai diajarkan bahasa Inggris karena memang jurusan kuliah yang diampu Suci dan keenam kawannya yaitu jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Saat itu di tahun 2013, Suci sedang menjalani semester akhir perkuliahan. Ia menyempatkan waktu untuk menjalankan kegiatan komunitas Bara Api seminggu sekali.
Setiap tahunnya, Bara Api mencari titik baru untuk menjadi sasaran kegiatan komunitas ini. Suci menargetkan titik-titik yang banyak ditinggali oleh anak-anak yang bekerja di jalanan. Semakin banyak titik semakin banyak pula anak-anak yang bergabung. Karena hal itu, Suci akhirnya mengadakan rekrutmen untuk relawan Bara Api. Relawan pengajar setiap tahunnya diperbarui dengan rekrutmen terbuka bagi siapapun yang berminat menjadi relawan tanpa bayaran.
Dalam wawancara via zoom, Suci mengatakan bahwa setelah melakukan penelusuran ternyata anak-anak usia sekolah yang bekerja dan tidak bersekolah/putus sekolah ini berasal dari luar kota Jambi seperti kota Medan, Riau, bahkan Flores. Orang tua dari anak-anak ini merantau ke Jambi untuk bertaruh nasib tetapi keberuntungan belum menghampiri. Mereka tidak mempunyai pekerjaan yang layak sehingga anak-anak harus ikut bekerja untuk bertahan hidup di perantauan.
Secara perlahan, tim Bara Api berdialog dan mengajak anak-anak untuk bermain sambil belajar dengan izin dari orang tua mereka. Kegiatan Bara Api tidak pernah di satu ruang yang tetap tetapi seringkali berpindah-pindah. Anak-anak ini diajarkan mata pelajaran umum seperti di sekolah formal. Tim Bara Api juga memberikan dukungan dan motivasi agar anak-anak bisa melanjutkan sekolah formal.
Kegiatan lain di luar pembelajaran adalah One Day Trip ke museum dan lomba-lomba dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional. Khusus di bulan Ramadan diadakan kegiatan pesantren kilat dan buka puasa bersama.
Problematika Bara Api: Anak Asuh Terjerat Kasus sampai Orang Tua Gangguan Jiwa

Tiga tahun berjalan, di tahun 2016 Bara Api dilegalisasikan menjadi yayasan di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Bara Api semakin berkembang dan menghadapi banyak tantangan.
Salah satunya adalah anak asuh yang terjerat kasus narkoba. Suci dan relawan Bara Api harus berurusan dengan pihak kepolisian untuk menangani kasus ini meskipun pada akhirnya anak tersebut dipenjara.
Peristiwa lainnya yaitu saat relawan Bara Api terkena lemparan barang dari salah satu orang tua anak asuh yang ternyata mengidap gangguan jiwa. Tim Bara Api lalu membawa orang tua tersebut ke rumah sakit jiwa untuk ditangani lebih lanjut.
Namun, tantangan yang masih menjadi PR Bara Api bagi Suci adalah bagaimana menumbuhkan pemikiran yang kokoh di diri anak-anak tentang pentingnya pendidikan. Suci melihat anak-anak yang mengikuti kegiatan Bara Api sudah melanjutkan sekolah tetapi hanya sampai jenjang SMP.
Motivasi dan keyakinan yang rendah dari anak-anak itu didasari oleh keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan. Jika mereka lanjut bersekolah, waktu mereka akan tersita untuk belajar dan tidak bisa bekerja mencari uang. Hal ini yang membuat anak-anak bimbingan Bara Api terhenti langkahnya sampai di tingkat SMP.
Bukan hanya langkah anak-anak yang terhenti, tetapi langkah Bara Api juga harus berhenti sementara karena sang penggagas, Suci, harus menempuh pendidikan S2 di Universitas Pendidikan Indonesia di tahun 2023. Dua tahun berselang, kini, Suci sudah siap kembali ke tanah kelahirannya untuk menyulut kembali gelora sang Bara Api.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News