Di ujung utara Pulau Sulawesi, hidup sebuah primata yang penuh karisma dan unik, Yaki atau Monyet Hitam Sulawesi. Dengan rambutnya yang hitam legam dan jambul yang tegak menjulang, Yaki bukan sekadar monyet biasa, melainkan simbol kekayaan hayati Indonesia yang sangat langka dan membutuhkan perhatian serius.
Spesies yang hanya ditemukan di belahan dunia ini merupakan pusaka alam Sulawesi yang keberadaannya semakin terdesak oleh aktivitas manusia. Memahami Yaki secara mendalam adalah langkah awal untuk ikut serta dalam upaya penyelamatannya dari ambang kepunahan.
Spesies paling distinctive
Secara ilmiah, Yaki dikenal dengan nama Macaca nigra. Ia termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Mammalia, Ordo Primates, dan Famili Cercopithecidae (monyet Dunia Lama). Genus Macaca adalah genus primata yang paling tersebar luas setelah manusia, namun Macaca nigra adalah salah satu yang paling distinctive.
Yaki adalah spesies endemik, yang berarti sebarannya sangat terbatas hanya di Semenanjung Minahasa, Pulau Sulawesi bagian utara, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Bacan (meski introduksi). Keterbatasan wilayah sebaran inilah yang menjadi salah satu faktor kerentanannya.
Yaki dikenal cerdas
Ciri fisik Yaki paling mencolok adalah seluruh tubuhnya yang ditutupi rambut hitam pekat, kontras dengan kulit pada pantat dan punggung yang berwarna merah muda. Kepalanya dihiasi jambul (crest) yang tegak, menambah kesan sangar sekaligus unik.
Wajahnya yang hampir tidak berambut memiliki tonjolan tulang alis (brow ridge) yang menonjol, memberikan kesan "seram" yang khas.
Dibandingkan spesies Macaca lainnya, Yaki memiliki moncong yang lebih pendek. Tubuhnya relatif kekar, dengan berat jantan dewasa bisa mencapai 10-15 kg.
Secara perilaku, Yaki adalah makhluk sosial yang hidup dalam kelompok besar yang disebut "troop", yang bisa beranggotakan 5 hingga 100 individu dengan struktur hierarki yang ketat. Komunikasi mereka sangat kompleks, menggunakan berbagai vokalisasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh.
Sebuah penelitian dalam jurnal AnimalBehaviour menyoroti kecerdasan Yaki dalam menggunakan alat. Mereka tercatat sebagai satu-satunya spesies Macaca yang secara rutin menggunakan alat batu untuk membuka biji-bijian keras dan kerang, sebuah bukti kemampuan kognitif yang tinggi.
Yaki adalah hewan diurnal (aktif siang hari) dan omnivora, dengan pakan utama berupa buah-buahan, biji, serangga, dan hewan kecil.
Kini terancam punah
Habitat utama Yaki adalah hutan hujan tropis dataran rendah dan perbukitan di Sulah satu provinsi Indonesia, Sulawesi Utara. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon (arboreal) tetapi juga sering turun ke lantai hutan untuk mencari makan.
Sayangnya, habitat berharga ini terus menyusut dengan laju yang mengkhawatirkan. Laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang memasukkan Yaki dalam status "Critically Endangered" (Sangat Terancam Punah) menyebutkan ancaman utama adalah deforestasi besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit, pertanian, dan pembalakan liar.
Ancaman lainnya adalah perburuan. Meski dilindungi undang-undang, Yaki masih diburu untuk dijadikan bushmeat (daging satwa liar) karena dianggap sebagai sumber protein dan bahkan hidangan delicacy.
Bayi Yaki juga sering ditangkap untuk diperdagangkan ilegal sebagai hewan peliharaan, yang biasanya melibatkan pembunuhan terhadap induknya. Konflik dengan manusia juga kerap terjadi ketika kelompok Yaki yang kehilangan habitat masuk ke kebun penduduk untuk mencari makan.
Apa yang membedakan yaki dari primata lainnya?
Beberapa hal mendasar yang membedakan Yaki dari primata lainnya, terutama sesama monyet, adalah:
- Endemisitas Tinggi: Yaki hanya ada di Sulawesi Utara, tidak ditemukan di mana pun di dunia secara alami.
- Penampilan Fisik yang Khas: Kombinasi warna hitam legam di seluruh tubuh, jambul tegak, dan pantat berwarna merah muda menjadikannya sangat mudah dibedakan.
- Kemampuan Menggunakan Alat: Seperti yang dipaparkan dalam jurnal ScientificReports, Yaki menunjukkan bukti kuat penggunaan alat batu, yang merupakan perilaku langka di antara monyet Dunia Lama dan menempatkannya dalam kelompok primata cerdas selain kera besar.
- Peran Ekologis: Sebagai pemakan buah yang besar, Yaki memainkan peran krusial sebagai penyebar biji (seed disperser) untuk regenerasi hutan Sulawesi.
Yaki termasuk hewan dilindungi
Yaki adalah satwa yang dilindungi secara hukum di Indonesia. Perlindungan ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Statusnya sebagai satwa dilindungi diperkuat dengan pencatatannya dalam Appendiks I oleh Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), yang berarti segala bentuk perdagangan internasional untuk komersial dilarang keras.
Dengan status IUCN yang berada di level tertinggi keterancaman, "Critically Endangered", upaya konservasi Yaki harus menjadi prioritas. Upaya ini tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi juga LSM, akademisi, dan masyarakat setempat.
Perlindungan habitat melalui kawasan konservasi yang efektif, penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan ilegal, serta program edukasi untuk mengurangi konflik manusia-Yaki adalah langkah-langkah krusial yang harus diintensifkan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News