mengenal sayuti melik tokoh di balik naskah proklamasi - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Sayuti Melik, Tokoh Di Balik Naskah Proklamasi

Mengenal Sayuti Melik, Tokoh Di Balik Naskah Proklamasi
images info

Mengenal Sayuti Melik, Tokoh Di Balik Naskah Proklamasi


Dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia, nama Sayuti Melik sering kali hanya tersemat sebagai 'juru ketik' Naskah Proklamasi. Tugasnya terkesan sepele, yaitu hanya menyalin tulisan tangan Ir. Soekarno.

Namun, penempatan ini sungguh tidak adil. Jika kita gali lebih dalam, peran Sayuti Melik pada dini hari 17 Agustus 1945 adalah peran seorang redaktur politik ulung, bukan sekadar operator mesin tik.

Ia adalah tokoh penting yang dengan kejeliannya memastikan bahwa naskah kemerdekaan itu tidak hanya sebuah pengumuman biasa, melainkan sebuah dokumen yang kuat, sah, dan diakui kedaulatannya.

Kita perlu membebaskan Sayuti Melik dari stigma 'juru ketik'. Ia adalah seorang veteran perjuangan, seorang aktivis dengan pengalaman panjang di penjara, dan seorang wartawan kritis yang hidupnya diabdikan pada kebenaran. Cerita ini adalah upaya untuk menempatkannya kembali di panggung sejarah, sebagai sosok 'di balik' yang sebenarnya memegang kendali kualitas dan legitimasi Proklamasi.

Untuk memahami tindakan Sayuti Melik saat itu, kita wajib melihat siapa dirinya sebelum masuk ke rumah Laksamana Maeda. Ia bukanlah seorang pemuda polos. Sejak usia muda, ia adalah seorang revolusioner.

Ia mendirikan surat kabar Pesat bersama istrinya, Soerastri Karma Trimurti, yang dikenal kritis menentang penjajah. Tulisan-tulisannya yang tajam membuat ia berulang kali keluar masuk penjara kolonial, bahkan pernah diasingkan ke Boven Digoel, sebuah hukuman terberat bagi aktivis pergerakan.

Latar belakangnya sebagai wartawan dan tahanan politik inilah yang memberinya kepekaan luar biasa terhadap kata-kata dan ketajaman dalam berpikir. Ia datang ke pertemuan penting itu bukan sebagai bawahan, tetapi sebagai perwakilan golongan muda yang membawa semangat revolusioner. Ia adalah tokoh yang matang secara ideologi dan siap mengambil risiko demi kebenaran, bahkan di hadapan para tokoh bangsa yang lebih senior.

Malam perumusan Proklamasi adalah malam yang penuh ketegangan, di mana golongan tua dan muda saling beradu pandangan. Ketika Soekarno selesai menulis draft Proklamasi dengan tangan, yang kita sebut dengan Naskah Klad, tugas mengetik selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik. Di momen inilah keahlian redaksionalnya bekerja. Ia menyadari bahwa naskah yang akan dibacakan untuk seluruh dunia haruslah sempurna dan formal.

Ia tidak sekedar menyalin apa adanya. Sebagai seorang yang paham bahasa dan ejaan, ia melakukan perbaikan minor namun penting. Ia mengubah ejaan lama "tempoh" menjadi "tempo" dan singkatan "Hal2" menjadi "Hal-hal". Perubahan kecil ini menunjukkan proses autentikasi dokumen, menjadikannya rapi, baku, dan pantas untuk sebuah deklarasi kedaulatan.

Namun, yang paling mendasar adalah intervensi politiknya pada frasa penutup. Naskah tulisan tangan Soekarno awalnya berbunyi "wakil-wakil bangsa Indonesia". Sayuti Melik menyadari frasa itu terlalu sempit, seolah hanya diwakili oleh segelintir orang yang hadir di ruangan itu.

Dengan keberaniannya, ia mengubahnya menjadi "Atas Nama Bangsa Indonesia". Perubahan ini luar biasa. Frasa ini seketika mengangkat Proklamasi ke tingkat tertinggi, menjadikannya mandat yang mengikat seluruh rakyat dan diucapkan oleh para pemimpin yang mewakili seluruh negara, bukan hanya faksi

Peran seorang Sayuti Melik belum usai. Setelah naskah selesai diketik, muncul perdebatan sengit mengenai siapa yang harus membubuhkan tanda tangan.

Ada usulan agar semua yang hadir pada rapat, yaitu sekitar 40 tokoh ikut menandatangani, mirip dengan dokumen perjanjian biasa. Jika ini terjadi, Proklamasi akan terlihat seperti hasil kesepakatan kelompok, bukan deklarasi kedaulatan negara.

Dengan pemikiran yang jernih, beberapa orang dari golongan muda seperti Sukarni dan Sayuti Melik mengajukan usulan yang menohok, yaitu cukup Soekarno dan Hatta saja yang menandatangani naskah tersebut. Usulan ini diterima dan menjadi kunci penentu legitimasi. Dengan ditandatanganinya naskah proklamasi oleh kedua tokoh tersebut, timbullah frasa Bapak proklamator Republik Indonesia.

Mengatakan Sayuti Melik hanya juru ketik adalah meremehkan warisan intelektualnya. Ia adalah penentu keabsahan redaksi dan arsitek legitimasi politik di saat-saat paling genting dalam sejarah bangsa. Ia tidak hanya mengetik kata-kata, tetapi menyuntikkan keberanian politik dan ketegasan bahasa ke dalam jiwa dokumen tersebut.

Sayuti Melik membuktikan bahwa peran 'di balik layar' sering kali merupakan peran paling kritis. Di tengah ketidakpastian dan ketegangan ideologis, ia menggunakan keahliannya sebagai wartawan dan aktivis untuk mengubah naskah mentah menjadi dokumen kenegaraan yang sempurna.

Itulah mengapa ia layak dikenang bukan sekadar karena mesin ketiknya, tetapi karena kejeliannya yang mengubah sebuah konsep menjadi takdir abadi Republik Indonesia. Oleh karena itu, marilah Kawan GNFI menghargai hasil dari proses perjuangan bangsa yang telah diperjuangkan oleh pahlawan Indonesia, mereka rela berkorban harta dan nyawa demi kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.