Apakah Kawan GNFI tahu bahwa Komnas Perempuan merilis laporan angka hingga analisis tren seputar kekerasan terhadap perempuan setiap tahun sejak tahun 2001?
Laporan tersebut diberi nama Catatan Tahunan atau singkatnya CATAHU. Seperti namanya, dokumen yang isinya ratusan lembar ini digunakan sebagai dokumentasi dan refleksi atas data kekerasan nasional yang terjadi dari ujung barat sampai timur Indonesia.
Melalui media sosial resminya, Komnas Perempuan menyebut catatan ini juga dipakai sebagai rujukan untuk mengambil dan meningkatkan kebijakan publik terutama terkait perempuan, serta menjadi instrumen akuntabilitas negara dan pengingat akan realita.
Berbagi sedikit cerita, saya pertama kali menemukan dokumen ini ketika tengah mencari bahan rujukan untuk tugas akhir saya yang memang mengangkat topik seputar kekerasan terhadap perempuan. Saat kemudian menemukan fakta bahwa Catatan Tahunan sudah ada sejak tahun 2001, dahi saya auto berkerut.
Muncul sebuah pertanyaan yang mungkin terdengar negatif, tetapi ini adalah bentuk kekhawatiran—lebih tepat disebut concern—pada dunia tempat saya tinggal: “Kok Komnas Perempuan pede banget merumuskan dan membuat CATAHU setiap tahun? Seakan mereka tahu kalau kekerasan akan terjadi lagi dan lagi setiap tahun?”
Lalu setelah menggali puluhan bahkan mungkin ratusan situs, buku, dan jurnal lebih dalam, saya akhirnya tahu bahwa CATAHU bukan sebuah bentuk kepercayaan diri kalau kekerasan terhadap perempuan akan berulang. Namun, merupakan sebuah tamparan realita bahwa kekerasan yang terjadi pada perempuan memang adalah sebuah siklus berulang.
Hal ini yang kemudian membuat saya bereaksi terkejut dan tidak terkejut saat mendengar kilas balik yang mendasari berdirinya Kakak Aman Indonesia.
Kilas Balik Kakak Aman Indonesia: Kekerasan dan Obrolan Warung Bakso

Potret Hana Maulida, Sosok Pendiri Kakak Aman Indonesia dan Pemenang Anugerah SATU Indonesia Awards oleh ASTRA | Sumber: ASTRA
Hana Maulida, salah satu orang yang menginisiasi Kakak Aman Indonesia dan seseorang yang kala itu bekerja di sebuah instansi perlindungan anak, berbagi cerita bahwa dirinya bertemu seorang anak perempuan berusia 7 tahun yang menjadi korban pencabulan dari ayahnya sendiri.
Kejadian itu berlangsung selama 2 tahun dengan total lebih dari 10 kejadian. Anak itu pun pernah menceritakan kekerasan yang menimpa pada ibunya, tetapi tidak ditanggapi serius.
Dua reaksi kontradiktif yang saya maksud saat mendengar kisah ini: begitu banyaknya kisah kekerasan yang saya baca dan lihat membuat saya tidak lagi terkejut saat seseorang mengaku mengalami maupun menyaksikan kekerasan—bahkan saat melakukan penelitian tugas akhir, mencari responden perempuan dengan pengalaman kekerasan adalah pekerjaan mudah—di satu sisi variasi kegilaan baru yang dilakukan pelaku kekerasan selalu membuat saya terkejut dan tak habis pikir.
Hana pun barangkali sama. Saat mendengar cerita itu terlintas di benaknya: bagaimana orang-orang di sekitar anak itu tidak memberitahunya bahwa ada bagian tertentu yang tidak boleh dipegang sembarangan?
Ditambah melihat angka kekerasan yang terjadi di tahun itu, urgensi untuk melakukan gerakan edukasi seksual menjadi semakin tinggi di matanya.
Dalam webinar bersama GNFI, Hana menyebut kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan terbanyak yang dialami anak, dan jumlah yang tertera di data pun biasanya merupakan fenomena gunung es. Masyarakat disebut masih enggan melapor karena mereka masih melihat kekerasan sebagai aib, kesulitan mengakses hukum pun membuat para korban serta keluarga kerap menyerah sebelum berperang.
Lalu, obrolan di warung bakso bersama kawan-kawannya yang juga geram akan berita viral kekerasan serta maraknya kekerasan yang terjadi di sekitar mereka menyambung kisah berdirinya Kakak Aman. Hari itu Hana tak banyak pikir panjang, ia langsung membuat media belajar sederhana dan dua hari setelahnya turun ke lapangan.
Kebetulan salah satu teman Hana yang ikut di meja warung bakso itu merupakan guru SD, mereka pun menjadikan sebuah SD di Serang, Banten—tepatnya SD Negeri Buah Gede—itu menjadi medan perang pertamanya.
Kelompok ini mengawali langkahnya dengan pikiran bahwa memulai sesuatu tidak perlu sempurna, mereka menyempurnakan materi-materi seiring berjalannya waktu. Aksi tanggap yang terkesan spontan dan impulsif itu kemudian makin naik daun tidak hanya di Kota Serang tetapi merambah hingga Cilegon, sampai akhirnya menjadi Kawan Aman yang dikenal sebagai penerima SATU Indonesia Awards layaknya hari ini.
Kakak Aman Indonesia dan SATU Indonesia Awards
Kita bicara kekerasan dan kilas balik Kakak Aman Indonesia, tapi belum menjelaskan secara gamblang apa itu Kakak Aman Indonesia, ya?
Dilansir dari laman resmi ASTRA, Kakak Aman Indonesia merupakan sebuah gerakan inisiatif yang bertujuan mengedukasi anak-anak mengenai bagaimana melindungi diri mereka dari kekerasan seksual yang begitu marak. Target utamanya yakni anak-anak di usia Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Dasar.
Lalu, kenapa Kakak Aman?
Kakak Aman Indonesia menggunakan diksi kakak dalam namanya karena ingin menjadi sosok yang dapat menjadi teman sekaligus pelindung bagi anak. Fokus utama mereka memang pada upaya pencegahan kekerasan seksual anak dengan menggandeng metode yang menyenangkan. Kakak Aman pun berusaha menerobos batasan seks yang sering dimaknai tabu dan negatif.
Sementara aman, merupakan kondisi yang bebas dari bahaya dan merupakan hak dasar manusia. Diksi ini digunakan sebagai bentuk kesadaran Kakak Aman akan pentingnya rasa aman dan keinginan mereka untuk memberikan hak dasar tersebut kepada anak-anak.
Kakak Aman menggunakan modul dengan bahasa mudah dan poster menarik sebagai instrumen edukasi seksualitas dan kekerasan seksual. Pendekatannya memakai metode seperti mendongeng, permainan, hingga dialog interaktif.
Dari gerakan ini Hana berharap masyarakat kemudian sadar dan paham bahwa edukasi seksual merupakan sebuah kebutuhan dasar yang penting disampaikan sejak dini. Ia pun berharap anak-anak yang menerima edukasi menjadi lebih paham akan konsep bagian tubuh pribadi berikut cara menjaganya. Selain itu, anak-anak pun menjadi lebih tahu bagaimana harus bertindak saat berada di situasi sulit atau kondisi yang membuat mereka tak nyaman.
Ketulusan Kakak Aman Indonesia membawa dan merebut kembali rasa aman untuk anak-anak kemudian membuahkan hasil dengan perolehan penghargaan SATU Indonesia Awards. Sebuah apresiasi tinggi dari ASTRA untuk para insan dan organisasi yang berjasa memajukan Nusantara dengan cara unik mereka masing-masing.
Kisah Kakak Aman Indonesia yang Menanti di Masa Depan
Selain tetap memberikan edukasi pendidikan seksual yang mencakup metode 3M: murah, mudah, dan menyenangkan, Kakak Aman juga ingin merambah ke audiens yang lebih luas. Mereka ingin menyasar guru dan orang tua sebagai support system anak.
Ide besar ini justru timbul dari permintaan para guru dan orang tua yang juga bersemangat ingin ikut diedukasi. Dari situ kemudian mulailah kisah baru Kakak Aman, hadirnya Guru Aman. Gerakan ini berfungsi agar mereka para guru bisa saling berbagi edukasi terutama seputar pendidikan seksual dan kekerasan.
Setelah Kakak Aman dan Guru Aman, mari kita nantikan lebih banyak cerita yang menanti langkah Kakak Aman Indonesia di masa depan. Baik mereka maupun kita, semoga mulai hari ini bisa mengikuti langkah Kakak Aman untuk turut berkontribusi memberi #kabarbaiksatuindonesia!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News