Ada sebuah cerita rakyat dari daerah Maluku yang menceritakan tentang legenda siluman ular di Gunung Tarawesi. Konon siluman ular ini akan memangsa setiap orang yang membuat kegaduhan di gunung tersebut.
Berikut kisah lengkap dari legenda siluman ular yang ada di Gunung Tarawesi.
Legenda Siluman Ular di Gunung Tarawesi, Cerita Rakyat dari Maluku
Dinukil dari artikel Nurfia, "Ular Siluman Gunung Tarawesi" yang terbit di buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Buru, pada zaman dahulu datanglah seorang saudagar kaya ke Kampung Ubung, Pulau Buru. Saudagar kaya ini membawa banyak pengawal dan berkeliling Kampung Ubung untuk mencari potensi bisnis di sana.
Setelah berkeliling beberapa saat, sang saudagar memutuskan untuk menetap di sana. Dirinya kemudian memilih untuk tinggal di sebuah gua yang ada di kaki gunung yang tidak jauh dari Kampung Ubung.
Pada suatu hari, persediaan makanan rombongan saudagar ini mulai habis. Dirinya kemudian mengajak para pengawal untuk turun ke Kampung Ubung dan membeli persediaan makanan.
Di tengah perjalanan, saudagar ini melihat dua orang wanita yang cantik jelita. Saudagar pun terpesona melihat kecantikan dua wanita tersebut.
Saudagar ini kemudian memerintahkan para pengawal untuk mencari informasi terkait kedua wanita tersebut. Sang saudagar ingin melamar dan menikahi kedua wanita itu.
Para pengawal kemudian melaksanakan perintah dari juragan mereka. Setelah mencari sekian lama, akhirnya para pengawal ini melihat kedua wanita itu tengah bercengkrama di rumah kepala desa.
Ternyata mereka berdua merupakan anak dari kepala desa. Kedua wanita cantik ini bernama Hartini dan Susima.
Para pengawal kemudian menyampaikan hasil temuan mereka kepada sang saudagar. Akhirnya saudagar tersebut menentukan waktu untuk mendatangi rumah kepala desa dan melamar kedua wanita cantik tersebut.
Hari yang ditentukan tiba. Saudagar kemudian menghadap kepala desa dan berkata akan menikahi kedua putrinya.
Lamaran ini diterima dengan baik oleh kepala desa. Tidak butuh waktu lama, pesta pernikahan sang saudagar langsung digelar besar-besaran pada keesokan harinya.
Setelah pesta tersebut berlangsung, sang saudagar kemudian membawa Hartini dan Susima untuk ke kaki gunung tempat mereka berdiam.
Waktu demi waktu berlalu. Pernikahan sang saudagar berjalan dengan baik dan bahagia.
Meskipun memiliki dua orang istri, tidak ada perselisihan di dalam keluarga tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, sang saudagar mulai menemukan keanehan dari kedua istrinya tersebut.
Pada suatu malam, saudagar tersebut tengah tidur dengan lelapnya. Kedua istrinya kemudian masuk dan mendekati saudagar tersebut.
Merasakan ada gerakan yang memasuki kamarnya, sang saudagar kemudian terbangun. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat kedua istrinya berubah menjadi dua ekor ular besar.
Ternyata Hartini dan Susima merupakan ular penunggu gua yang ada di kaki gunung tersebut. Selama ini mereka terusik dengan keberadaan saudagar bersama rombongannya yang menetap di sana.
Sang saudagar kemudian berteriak meminta tolong kepada pengawalnya. Namun Hartini dan Susima dengan sigap menerkam saudagar.
Sesaat kemudian, tubuh sang saudagar berubah menjadi siluman ular. Ketika para pengawal masuk ke kamarnya, mereka melihat ada tiga ular besar yang ada di sana.
Hal ini tentu membuat takut para pengawal. Akhirnya mereka melarikan diri dan meninggalkan gua tersebut.
Ketiga siluman ini kemudian menjadi penunggu gua di gunung tersebut. Bertahun-tahun berlalu, ada seorang anak kecil bernama Dula yang tengah mencari kayu di dalam hutan gunung itu.
Tanpa sadar Dula sampai di depan gua tersebut. Keberadaan Dula ternyata mengusik ketiga siluman ular ini dan langsung menerkamnya.
Kabar hilangnya Dula sontak membuat kakeknya khawatir. Sang kakek kemudian melakukan pencarian ke gunung tempat Dula mencari kayu bakar sebelumnya.
Sang kakek meneriakkan nama Dula berkali-kali dan menyebar ke seluruh sisi gunung. Ternyata teriakan ini membuat ketiga siluman ini terganggu.
Tidak lama kemudian, suara sang kakek akhirnya menghilang. Tidak hanya itu, dia juga tidak pernah kembali lagi ke Kampung Ubung.
Atas peristiwa tersebut, masyarakat Kampung Ubung tidak berani lagi ke gunung tersebut. Masyarakat kemudian memberi nama gunung itu dengan nama Gunung Tarawesi.
Pemberian nama ini berasal dari dua suku kata berbeda, yakni "Tara" dan "Wesi". Kata "Tara" berarti jangan dan "Wesi" berarti ribut.
Hal ini merujuk agar masyarakat tidak ribut ketika naik ke gunung tersebut. Jika melanggar hal ini, maka mereka dikhawatirkan akan menjadi mangsa dari siluman ular yang ada di Gunung Tarawesi.
Begitulah kisah dari legenda siluman ular yang ada di Gunung Tarawesi yang jadi salah satu cerita rakyat Maluku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News