mengenal tenun dan jenis jenisnya - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Tenun dan Jenis-Jenisnya

Mengenal Tenun dan Jenis-Jenisnya
images info

Mengenal Tenun dan Jenis-Jenisnya


“Kreativitas adalah kecerdasan yang sedang bersenang-senang," begitulah kata Albert Einstein. Kecerdasan ini dapat Kawan temukan pada eloknya untaian-untaian benang tenun. Tahukah kamu apakah itu teknik tenun dan ragamnya?

Teknik tenun merupakan reka rakit tradisional yang menghasilkan kain dari anyaman benang lusi dan pakan. Lusi adalah benang yang membujur searah panjang kain. Sebaliknya, pakan adalah benang yang melintang searah lebar kain (Saftyaningsih, 2012).

Teknik tenun telah dikenal masyarakat sejak masa kerajaan-kerajaan Nusantara, dibawa oleh para pedagang asing. Menurut Christoper D Buckley (dalam Litbang Kompas, 2019), teknik tenun Indonesia berakar dari Hainan, Cina Selatan dan Tai Kadai, Vietnam bagian utara.

Hingga sekarang, teknik tenun terus berkembang. Motif-motifnya semakin beragam. Penggunaanya pun menjadi lebih bebas, tidak terbatas status sosial dan adat.

Jenis-Jenis Tenun

Jenis tenun sangat beragam. Masing-masing memiliki kekhasan motif dan cara pembuatan. Berikut ulasannya!

Tenun sederhana

Tenun sederhana atau tenun polos adalah ragam tenun yang tidak memiliki motif. Bisa juga, motifnya hanya berupa garis lurik atau kotak-kotak.

Tenun ikat

Pembuatan tenun ikat | Foto: commons.wikimedia.org |Collectie Wereldmuseum
info gambar

Pembuatan tenun ikat | Foto: commons.wikimedia.org |Collectie Wereldmuseum


Konsep pembuatan motif tenun ikat tidak jauh berbeda dari batik. Jika batik menggunakan lilin malam untuk menutup bagian yang tidak ingin diwarnai, tenun ikat melakukannya dengan benang atau tali lainnya. Bagian yang diikat tidak akan terkena pewarna saat pencelupan sehingga menimbulkan motif.

Berdasarkan benangnya, tenun ikat dibedakan menjadi ikat lusi, ikat pakan, dan ikat ganda. Pada ikat lusi, benang lusinya memiliki berbagai warna. Pada ikat pakan, benang pakannya yang beragam warna sedangkan pada ikat ganda, kedua benang dibuat warna-warni. (Kevin, dkk., 2019).

baca juga

Tenun songket

Tenun sogket | Foto: commons.wikimedia.org | Rijksmuseum
info gambar

Tenun sogket | Foto: commons.wikimedia.org | Rijksmuseum


Ciri khas tenun songket terletak pada benang emas, perak, atau tembaga yang disisipkan di atas benang lusi. Walapun demikian, kebanyakan songket modern menggunakan benang yang diwarnai, bukan dari logam asli. Ini membuat harga songket lebih terjangkau untuk berbagai kalangan.

Menurut buku Songket Palembang: Nilai Filosofis, Jejak Sejarah, dan Tradisi (Viatra dan Triyanto, 2014), tenun songket telah ada sejak masa Kerajaan Palembang (1455–1659).

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa songket telah berkembang sejak era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-13–15). Di waktu itu, penggunaan songket masih terbatas untuk keluarga kerajaan.

baca juga

Tenun endek

Endek merupakan tenun ikat tradisional Bali. Nama endek berasal dari kata ngendek atau gendekan yang berarti ‘tetap’. Istilah ini merepresentasikan bagian ikat yang tidak berubah warna saat proses pencelupan. Tenun endek telah dikenal masyarakat Bali sejak Raja Dalem Waturenggong berkuasa. Dulunya, tenun ini hanya boleh dikenakan oleh kalagan terhormat, seperti keluarga kerajaan dan pemuka agama (Ratriningsih, 2025).

Tenun gringsing

Tenun gringsing | Foto: commons.wikimedia.org | Rijksmuseum
info gambar

Tenun gringsing | Foto: commons.wikimedia.org | Rijksmuseum


Tenun gringsing juga berasal dari Bali, tepatnya dari Desa Tenganan—dikenal juga sebagai Bali Aga. Tenun jenis ini dibuat dengan teknik ikat ganda. Konon, motif tenun gringsing didatangkan oleh Dewa Indra untuk mengabadikan pesona lagit malam.

Nama gringsing berasal dari kata gering dan sing yang artinya ‘tidak sakit’. Dinamai demikian sebagai doa agar yang mengenakannya terhindar dari pengaruh buruk dan penyakit.

Utamanya, tenun gringsing digunakan masyarakat Bali di upacara adat, seperti pernikahan dan potong gigi.

Uniknya, proses pembuatan tenun gringsing tradisional memerlukan 2–5 tahun. Benang yang digunakan pun tidak sembarangan, yakni benang dari kapuk berbiji satu yang hanya tumbuh di Nusa Penida. Benang yang sudah dipintal harus direndam dahulu dalam minyak kemiri selama 40–365 hari. Semakin lama perendaman, benang yang dihasilkan akan semakin kuat dan lembut (Ratriningsih, 2025).

Tenun lurik

Tenun lurik | Foto: commons.wikimedia.org | Distifani
info gambar

Tenun lurik | Foto: commons.wikimedia.org | Distifani


Tenun lurik banyak berkembang di Pulau Jawa. Tenun yang satu ini sangat mudah dikenali karena ciri khas motif garis-garisnya. Jenis tenun ini berusia sangat tua, bahkan telah disebutkan dalam beberapa peninggalan sejarah, yakni pada prasasti peninggalan Mataram (851–882 M), prasasti era Raja Erlangga (1033 M), juga pada arca dan relief candi (Utomo, dkk., 2022).

Menurut tradisi, setiap corak lurik dirancang para empu untuk peristiwa atau tujuan tertentu. Corak liwatan dan kembenan, misalnya, digunakan untuk upacara tujuh bulanan (mitoni). Sementara itu, corak pletek jarak digunakan untuk menambah kewibawaan para bangsawan.

Tenun sumba (buna insana)

Tenun sumba bermotif Marapu | Foto: commons.wikimedia.org | Chris Hazzard
info gambar

Tenun sumba bermotif Marapu | Foto: commons.wikimedia.org | Chris Hazzard


Tenun sumba biasanya dibuat dengan teknik tenun ikat. Menurut Utomo, dkk. (2022), tenun ini berasal dari daerah Waingapu, Sumba Timur. Seperti jenis lain, tenun sumba juga awalnya dibuat untuk kepentingan adat, mulai dari siklus kelahiran, perkawinan, hingga kematian.

Di upacara pernikahan, tenun ini sering dipersembahkan kepada mempelai perempuan sebagai seserahan.

Beberapa jenis tenun sumba adalah hinggi dan teara haringgi. Setiap jenis memiliki makna filosofis tersendiri. Hinggi mencerminkan doa agar pemakainya dimudahkan ketika menuju dunia berikutnya setelah kematian sementara teara haringgi melambangkan hubungan pemakainya dengan arwah leluhur (Anggriady, dkk., 2022).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.