Siapa yang tak tergoda melihat minuman boba berwarna hijau lembut, kue kukus ungu mencolok, atau permen warna-warni yang menggoda mata? Warna cerah memang jadi daya tarik utama makanan masa kini, terutama bagi anak muda.
Namun di balik tampilan yang menggugah selera itu, ada fakta menarik: sebagian besar warna indah tersebut berasal dari pewarna sintetis, seperti tartrazin (kuning), brilliant blue (biru), dan sunset yellow (jingga).
Menurut Yandri et al. (2024), konsumsi berlebihan pewarna sintetis dapat menimbulkan alergi, gangguan pencernaan, bahkan efek toksik jangka panjang. Kini, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan alami dan sehat, ilmuwan Indonesia mulai mencari solusi dari sumber yang tak terduga, lewat mikroalga, organisme laut mikroskopis yang ternyata menyimpan pigmen alami menakjubkan.
Dari Pewarna Sintetis ke Pigmen Alami
Sejak tahun 1960-an, industri makanan dunia telah mengandalkan pewarna sintetis karena harganya murah dan warnanya stabil. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia seperti tartrazin dan allura red memiliki potensi efek negatif bagi kesehatan manusia (Salimi et al., 2023). Tak hanya itu, limbah dari industri pewarna sintetis juga dapat mencemari lingkungan, terutama perairan.
Sebaliknya, pigmen alami yang berasal dari tumbuhan, jamur, maupun mikroalga terbukti lebih aman serta mengandung senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh. Tren global clean label — yang menekankan penggunaan bahan alami, transparansi komposisi, dan keberlanjutan — kini semakin populer di berbagai negara (Naufal et al., 2021).
Kabar baiknya, Indonesia memiliki modal besar untuk berkontribusi dalam tren ini. Dengan lebih dari 30.000 spesies mikroalga potensial (Suhendra et al., 2024), negeri maritim ini menyimpan kekayaan laut yang luar biasa besar dan bisa menjadi sumber utama pewarna alami di masa depan.
Mikroalga, Pabrik Warna dari Alam
Mikroalga adalah organisme mikroskopis yang hidup di air laut maupun tawar. Mereka berfotosintesis layaknya tumbuhan, menghasilkan oksigen sekaligus pigmen warna alami untuk melindungi diri dari paparan cahaya dan kondisi ekstrem.
Menariknya, pigmen-pigmen tersebut dapat dimanfaatkan untuk industri pangan, farmasi, dan kosmetik.
Beberapa pigmen unggulan dari mikroalga yang kini sedang diteliti di Indonesia antara lain:
- Fikosianin
Warna biru-hijau yang dihasilkan oleh Spirulina platensis. Selain cantik, fikosianin memiliki sifat antioksidan dan dapat memperkuat sistem imun tubuh (Rahmawati et al., 2023). Tim peneliti dari IPB University bahkan telah mengembangkan metode ekstraksi fikosianin yang stabil dan kini diujicobakan sebagai pewarna alami untuk es krim dan minuman sehat. - Beta-karoten
Pigmen oranye alami dari Dunaliella salina, sumber provitamin A yang penting untuk kesehatan mata dan sistem kekebalan tubuh (Dewi et al., 2023). Mikroalga ini tumbuh optimal di lingkungan tropis seperti Indonesia, yang kaya akan sinar matahari dan kadar garam tinggi. - Astaxanthin
Warna merah menyala yang dihasilkan oleh Haematococcus pluvialis. Dikenal sebagai “raja antioksidan”, astaxanthin memiliki kemampuan tinggi dalam melawan radikal bebas. Penelitian oleh Tungadi dan Pakaya (2023) menunjukkan potensi besar pigmen ini untuk diaplikasikan dalam industri kosmetik dan pangan alami.
Pigmen-pigmen tersebut tidak hanya mempercantik tampilan makanan secara alami, tetapi juga menambah nilai gizi dan fungsional. Dengan kata lain, mikroalga menghadirkan kombinasi sempurna antara keindahan warna dan kebaikan kesehatan.
Inovasi Hijau dari Negeri Maritim
Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 80.000 kilometer dan sinar matahari berlimpah sepanjang tahun, Indonesia memiliki segala potensi untuk menjadi pusat produksi mikroalga dunia.
Berbagai universitas dan startup lokal kini mulai mengembangkan teknologi serta inovasi berbasis mikroalga:
- IPB University sedang mengembangkan fotobioreaktor tenaga surya untuk produksi fikosianin dari Spirulina platensis. Hasil riset ini telah digunakan untuk menciptakan pewarna alami dalam produk es krim organik dan minuman sehat.
- ITS Surabaya menciptakan fotobioreaktor LED yang mampu meningkatkan kandungan beta-karoten hingga 40% pada Dunaliella salina.
- UGM Yogyakarta meneliti teknik ekstraksi astaxanthin ramah lingkungan, yang dapat digunakan untuk industri pangan dan kosmetik tanpa menghasilkan limbah berbahaya.
Selain lembaga pendidikan, beberapa startup lokal seperti AlgaePark Indonesia dan Spirulina Nusantara telah mulai membangun bisnis berbasis mikroalga, menghasilkan produk pangan fungsional dan kosmetik alami.
Langkah ini menjadi peluang besar dalam mendorong ekonomi hijau nasional, khususnya dengan melibatkan masyarakat pesisir dalam proses budidaya dan produksi.
Warna dari Lautan, Harapan untuk Masa Depan
Dari perairan tropis Indonesia, mikroalga membawa lebih dari sekadar warna — mereka membawa harapan untuk masa depan pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Inovasi berbasis mikroalga tidak hanya menjawab kebutuhan industri akan pewarna alami yang aman, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat pesisir dan pelaku UMKM.
Dengan mendukung riset lokal serta memilih produk berbahan alami, Kawan GNFI turut berperan dalam mewarnai masa depan Indonesia — bukan dengan pewarna sintetis, melainkan dengan pigmen kehidupan dari laut kita sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News