Rupiah sebagai mata uang Indonesia menunjukkan sinyal likuiditas yang positif. Data terbaru dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025.
Perkembangan ini menjadi indikator penting dalam stabilitas dan kesehatan ekonomi nasional, serta menjadi hal yang penting bagi pemangku kepentingan ekonomi.
Bank Indonesia melaporkan, pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025 mencapai 8,0% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan Uang Beredar (M2) Melesat di Atas Target
Angka ini meningkat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya, Agustus 2025, yang tercatat sebesar 7,6% (yoy). Secara nominal, total uang beredar (M2) pada periode tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp9.771,3 triliun.
Pertumbuhan ini didorong oleh dua komponen utama. Komponen pertama adalah uang beredar sempit (M1) yang tumbuh sebesar 10,7% (yoy) dan komponen kedua adalah uang kuasi yang tumbuh sebesar 6,2% (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, mengonfirmasi peningkatan ini.
“Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy),” ujar Ramdan dikutip dari keterangan resmi.
Tiga Pilar Pendorong Kenaikan Likuiditas Rupiah
Kenaikan signifikan pada uang beredar (M2) yang menunjukkan semakin kuatnya likuiditas Rupiah dipengaruhi oleh perkembangan pada aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus).
Faktor pertama, aktiva luar negeri bersih pada September 2025 tumbuh sebesar 12,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,7% (yoy), yang mencerminkan cadangan devisa dan aset luar negeri yang semakin baik.
Faktor kedua, penyaluran kredit pada September 2025 tercatat tumbuh 7,2% (yoy), yang merupakan peningkatan dari pertumbuhan bulan Agustus 2025 sebesar 7,0% (yoy), menandakan aktivitas ekonomi di sektor riil mulai menggeliat.
Faktor ketiga adalah tagihan bersih kepada Pempus yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy), angka ini juga meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,0% (yoy).
“Perkembangan dalam arti luas pada September 2025 dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus)," tambah Ramdan.
Optimisme Penyaluran Kredit Baru dan Stabilitas Ekonomi
Dampak positif dari likuiditas yang kuat juga tercermin dalam kegiatan perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan penyaluran kredit baru pada triwulan III 2025 tumbuh positif, dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 82,33%. Penyaluran kredit baru diprakirakan akan terus meningkat pada triwulan IV 2025 dengan nilai SBT sebesar 96,40%.
Meskipun standar penyaluran kredit pada triwulan III 2025 diindikasikan lebih berhati-hati, perbankan memprakirakan outstanding kredit akan tetap tumbuh hingga akhir tahun 2025. Menurut Ramdan, kondisi tersebut ditopang oleh prospek kondisi ekonomi dan moneter yang tetap baik serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News