Beberapa tahun terakhir, perjalanan sepak bola Indonesia bagaikan roller coaster—naik cepat, turun tajam, lalu tersendat di tengah jalan. Setelah pemecatan Shin Tae-yong pada awal 2025 dan penunjukan Patrick Kluivert sebagai pelatih, harapan besar sempat kembali menyala.
Namun, kenyataan berkata lain: Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia, performa menurun, dan kini posisi pelatih kepala kembali kosong. Dalam situasi ini, muncul satu pertanyaan besar di kalangan pencinta sepak bola Tanah Air: haruskah Shin Tae-yong kembali?
Warisan yang Belum Selesai
Ketika Shin Tae-yong datang pada 2019, banyak yang skeptis. Ia dikenal tegas, disiplin, bahkan keras terhadap pemain. Namun, di balik gaya kepemimpinannya yang kaku, tersimpan visi jangka panjang. Ia tidak hanya membangun tim senior, tetapi juga membina fondasi dari akar: Timnas U-19, U-23, hingga sistem latihan modern.
Dilansir dari Tempo, Shin sukses membawa perubahan besar dalam hal kedisiplinan, profesionalisme, dan pola pikir pemain. Ia memperkenalkan metode latihan berbasis analisis data dan nutrisi pemain—sesuatu yang sebelumnya jarang diterapkan di Indonesia. Dalam lima tahun masa kepelatihannya, peringkat FIFA Indonesia naik signifikan hingga menembus posisi 134 dunia.
Lebih dari sekadar angka, peningkatan itu menunjukkan adanya sistem yang bekerja. Timnas bukan lagi sekadar kumpulan talenta, tetapi mulai menjadi sebuah tim dengan karakter permainan yang jelas: cepat, agresif, dan tak kenal takut.
Masa Setelah Shin: Ketika Fondasi Ditinggalkan
Namun pada awal 2025, Shin resmi dilepas dengan alasan “peningkatan prestasi jangka pendek.” PSSI menunjuk Patrick Kluivert, mantan pemain Barcelona dan legenda sepak bola Belanda, dengan harapan menghadirkan sentuhan Eropa modern. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.
Dilansir dari Reuters, Kluivert hanya memimpin Indonesia selama sekitar sepuluh bulan dengan catatan tiga kemenangan, satu seri, dan empat kekalahan. Indonesia gagal lolos ke babak selanjutnya dalam kualifikasi Piala Dunia 2026, dan permainan tim terlihat kehilangan arah. Beberapa pemain bahkan mengaku kebingungan dengan sistem baru yang diterapkan.
Perubahan cepat tanpa kesinambungan justru menjadi boomerang. Fondasi yang dibangun Shin selama bertahun-tahun tidak sempat dikembangkan lebih jauh. Hasilnya: mental juang menurun, koordinasi antar-lini goyah, dan semangat kolektivitas yang dulu kuat perlahan memudar.
Mengapa Harus Shin Tae-yong Kembali
Ada beberapa alasan rasional mengapa Shin Tae-yong layak diberi kesempatan kedua.
Memahami DNA Sepak Bola Indonesia
Selama lima tahun melatih, Shin sudah memahami kultur dan karakter pemain Indonesia. Ia tahu bagaimana mengelola pemain muda yang emosional namun bersemangat tinggi. Pendekatannya bukan hanya taktis, tetapi juga mental dan psikologis.Memiliki Rencana Jangka Panjang
Dilansir dari ESPN, Shin sejak awal menekankan pentingnya pembinaan berjenjang antar-tim nasional. Ia bukan tipe pelatih instan yang hanya mengejar hasil cepat, melainkan membangun sistem yang berkelanjutan—hal yang jarang dimiliki pelatih asing di Indonesia.Telah Teruji di Berbagai Level
Di bawah arahannya, Timnas U-23 berhasil lolos ke Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya. Tim senior pun tampil kompetitif di ajang Piala Asia dan kualifikasi Piala Dunia. Dengan sumber daya terbatas, ia mampu memaksimalkan potensi pemain lokal dan naturalisasi.
Mengembalikan Kepercayaan Diri Pemain
Salah satu keberhasilan Shin yang jarang dibicarakan adalah perubahan mindset. Pemain Indonesia tidak lagi inferior ketika menghadapi tim besar seperti Korea Selatan atau Jepang. Rasa percaya diri ini adalah aset tak ternilai yang kini mulai terkikis.
Momen untuk Belajar dari Kesalahan
Sepak bola Indonesia sudah terlalu sering terjebak dalam siklus pendek: satu pelatih gagal, ganti yang baru, tanpa memperhatikan kesinambungan sistem. Padahal, seperti membangun rumah, fondasi yang kuat memerlukan waktu dan kesabaran.
Shin Tae-yong mungkin bukan pelatih sempurna. Ia pun pernah dikritik karena hasil yang tidak stabil atau gaya komunikasi yang keras. Namun, di tengah ketidakpastian ini, ia tetap simbol stabilitas dan arah yang jelas. Ia tahu titik awalnya di mana, dan lebih penting lagi, tahu ke mana Timnas Indonesia seharusnya melangkah.
Harapan Baru, Bukan Sekadar Nostalgia
Kembalinya Shin Tae-yong (jika benar terjadi) tidak seharusnya dipandang sebagai langkah mundur atau nostalgia semata. Ini adalah kesempatan untuk melanjutkan proyek yang belum selesai—sebuah pembangunan fondasi sepak bola nasional yang modern, profesional, dan berkelanjutan.
Namun, keberhasilan itu tidak bisa datang dari satu sosok saja. Diperlukan dukungan penuh dari federasi, klub, hingga suporter untuk menjaga konsistensi visi jangka panjang. Jika Shin kembali tanpa dukungan sistem, sejarah akan terulang: datang dengan visi besar, pulang dengan tangan kosong.
Penutup
Kawan GNFI, sepak bola bukan sekadar menang atau kalah. Ia adalah cermin dari kerja kolektif, disiplin, dan konsistensi. Shin Tae-yong telah menanam benih perubahan itu—dan mungkin, inilah saatnya ia diberi kesempatan untuk menumbuhkan hasilnya.
Bukan karena kita ingin mengulang masa lalu, tetapi karena kita belajar bahwa fondasi yang kuat tidak seharusnya ditinggalkan di tengah jalan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News