job hugging di indonesia sisi nyaman yang bisa jadi jerat karier - News | Good News From Indonesia 2025

Job Hugging di Indonesia, Sisi Nyaman yang Bisa jadi Jerat Karier

Job Hugging di Indonesia, Sisi Nyaman yang Bisa jadi Jerat Karier
images info

Job Hugging di Indonesia, Sisi Nyaman yang Bisa jadi Jerat Karier


Fenomena "Job Hugging", yaitu kecenderungan karyawan untuk mempertahankan posisi lama terlalu panjang meskipun telah kehilangan motivasi dan peluang pertumbuhan, kini menjadi topik hangat di kalangan tenaga kerja Indonesia.

Sebagai generasi muda yang memantau dunia profesional secara intensif, saya mengamati bahwa fenomena ini memiliki dua aspek: ia dapat berfungsi sebagai pelindung selama masa kesulitan, tetapi juga sebagai perangkap yang menghambat potensi pribadi.

Menurut Tadjuddin Noer Effendi, ahli ketenagakerjaan dari UGM, ketidakpastian pasar tenaga kerja dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) mendorong banyak pekerja untuk tetap bertahan.

baca juga

Ketakutan kehilangan pendapatan stabil dan tunjangan membuat sebagian individu enggan menghadapi risiko, walaupun mereka merasa jenuh atau karier mereka berhenti.

Di Indonesia, situasi ini bukanlah hal baru. Namun, semakin menonjol dalam beberapa tahun belakangan karena perlambatan ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat.

Saya memaklumi alasan tersebut, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang sering berfluktuasi dan sulit diramalkan. Stabilitas keuangan menjadi prioritas utama, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab keluarga atau belum memiliki tabungan memadai.

Akan tetapi, praktik job hugging ini berisiko menghalangi kemajuan karier jika tidak dievaluasi secara berkala. Dalam lingkungan kerja yang semakin dinamis, diperlukan kemampuan beradaptasi dan semangat belajar yang tinggi.

Terlalu lama merasa nyaman di satu posisi tanpa tantangan dapat membuat seseorang tertinggal dari persaingan sengit, dengan keterampilan yang tidak berkembang dan pengalaman yang terbatas.

Pengalaman pribadi serta observasi di sekitar menunjukkan bahwa budaya kerja di banyak perusahaan Indonesia belum sepenuhnya mendukung pertumbuhan pegawai.

Kurangnya jalur karier yang transparan, pelatihan yang minim, serta norma yang membatasi kreativitas membuat banyak orang akhirnya memilih "job hugging" karena tidak menemukan nilai tambah. Hal ini menciptakan siklus buruk yang sulit dipecahkan.

Untuk memperdalam wawasan, mari kita lihat data terkini. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada 2023 mencapai sekitar 5,45%, dengan sektor informal masih dominan.

Di tengah pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi global, angka PHK meningkat drastis, seperti yang dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan, di mana lebih dari 2 juta pekerja terdampak pada 2020—2021.

Kondisi ini memperkuat kecenderungan job hugging, di mana pekerja memilih bertahan meskipun gaji tidak meningkat atau tugas repetitif, untuk menghindari risiko kehilangan pekerjaan.

Job hugging bukan sekadar masalah individu, melainkan refleksi dari masalah sistemik. Banyak perusahaan Indonesia masih menerapkan model kerja konvensional. Akibatnya, karyawan muda sering kali merasa terperangkap tanpa ruang untuk inovasi.

Saya pernah mendengar kisah dari seorang teman yang bekerja di perusahaan swasta besar; ia merasa keterampilannya tidak maju selama 5 tahun karena tugas yang berulang dan pelatihan yang terbatas.

baca juga

Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengundurkan diri guna mencari tantangan baru, meskipun dengan risiko finansial.

Namun, job hugging juga dapat menjadi strategi survival di masa sulit. Misalnya, di sektor publik atau badan usaha milik negara (BUMN), stabilitas pekerjaan tinggi, sehingga banyak yang bertahan untuk mendapatkan jaminan pensiun dan fasilitas kesehatan.

Ini bermanfaat bagi mereka yang mengutamakan keamanan, tetapi berbahaya jika mengabaikan pengembangan diri.

Penelitian dari World Bank menunjukkan bahwa pekerja yang stagnan cenderung mengalami kelelahan dan penurunan produktivitas, yang berdampak pada perekonomian nasional.

Bagi generasi muda seperti saya, tantangannya adalah membangun ketahanan. Kita harus belajar dari fenomena ini dengan aktif mencari kesempatan pengembangan, seperti kursus daring, jaringan profesional, atau usaha sampingan.

Platform seperti LinkedIn atau Coursera dapat membantu memperluas koneksi dan keterampilan. Selain itu, penting untuk mengevaluasi karier secara rutin: apakah pekerjaan ini sejalan dengan visi jangka panjang?

Perusahaan juga harus berkontribusi. Banyak yang mulai menerapkan konsep "pengalaman karyawan" dengan menyediakan fleksibilitas kerja, seperti kerja dari rumah (WFH) atau program peningkatan keterampilan.

baca juga

Contohnya, perusahaan teknologi seperti Gojek atau Tokopedia menawarkan jalur karier yang jelas dan pelatihan berkala, yang mengurangi risiko job hugging. Jika lebih banyak perusahaan mengikuti langkah ini, fenomena ini dapat dikurangi.

Saya yakin bahwa pekerja dan perusahaan harus bekerja sama secara harmonis agar job hugging tidak menjadi hambatan. Pekerja perlu menyesuaikan pola pikir, berani mencoba hal baru, dan merancang visi karier jangka panjang.

Di sisi lain, perusahaan harus menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan melalui pelatihan, transparansi promosi, dan budaya kerja inovatif.

Pada akhirnya, job hugging merupakan peringatan bahwa kita tidak boleh hanya mengejar kenyamanan dan rasa aman sesaat di dunia kerja. Kita harus berani keluar dari zona nyaman untuk mencapai potensi maksimal.

Bagi generasi saya dan yang akan datang, menghadapi job hugging berarti siap beradaptasi, terus belajar, dan membangun karier yang progresif, bukan sekadar bertahan.

Mari manfaatkan fenomena ini sebagai kesempatan untuk refleksi dan perubahan positif. Jangan biarkan rasa takut atau kenyamanan sementara menghalangi masa depan yang cerah.

Dengan kolaborasi antara individu dan organisasi, kita dapat menciptakan ekosistem kerja yang dinamis dan inklusif. Generasi muda memiliki tanggung jawab untuk memimpin perubahan ini melalui inovasi dan ketekunan. Masa depan karier bergantung pada kemauan untuk maju, bukan hanya bertahan.

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.