Ada sebuah cerita rakyat dari Maluku yang menceritakan tentang legenda asal usul Telaga Tanusang. Menurut kisahnya, telaga ini tercipta sebagai bentuk hukuman atas perbuatan seseorang yang tidak bisa mengontrol emosinya.
Bagaimana kisah lengkap dari legenda asal usul Telaga Tanusang tersebut?
Legenda Asal Usul Telaga Tanusang, Cerita Rakyat dari Maluku
Dilihat dari artikel Yuswan Pattinasarany, "Terbentuknya Telaga Tanusang" dalam buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Buru, dikisahkan pada zaman dahulu ada sebuah daerah yang berada di kaki Gunung Tarawesi. Daerah tersebut bernama Tanusang.
Tanusang merupakan daerah yang memiliki hamparan sagu yang sangat luas. Di dekat daerah tersebut, ada dua buah kampung yang sudah ada sejak lama, yakni Kampung Lala dan Kampung Ubung.
Masyarakat yang ada di dua kampung itu hidup berdampingan. Rata-rata masyarakat yang ada di sana bekerja sebagai nelayan.
Namun ada juga masyarakat yang bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nantinya masyarakat akan saling menukar hasil pekerjaan mereka sendiri untuk mendapatkan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan.
Di daerah Tanusang, hidup sepasang suami istri yang bernama Basirun dan Sapia. Mereka hidup sangat sederhana dan pas-pasan.
Meskipun demikian, mereka tetap saling mencintai dan harmonis. Sehari-hari Basirun bekerja sebagai petani dan mengolah lahan yang berada tidak jauh dari rumahnya.
Pada suatu hari, Basirun pergi ke ladang seperti biasa. Namun alangkah kagetnya dia ketika sampai di ladang.
Tanaman yang akan panen semua hancur berantakan. Selain itu, kondisi ladang Basirun sudah teracak-acak tanpa sebab.
Hal ini tentu memancing amarah Basirun. Apalagi tanaman yang dia tanam sudah memasuki masa panen semuanya.
Kekesalan Basirun ternyata dilihat oleh tetangganya, Ilyas. Ilyas bertanya apa yang membuat Basirun terlihat geram.
Basirun kemudian menjelaskan situasi yang tengah terjadi. Ilyas yang memiliki kebun di dekat ladang Basirun kemudian langsung mengecek lahan yang dia miliki.
Ternyata ladang yang dimiliki Ilyas terlihat baik-baik saja. Hal ini tentu makin membuat Basirun marah karena hanya kebunnya saja yang rusak.
Basirun akhirnya memasang perangkap di sekitar kebun yang dia miliki. Dia berharap bisa menjebak pelaku yang sudah merusak ladangnya tersebut.
Sore harinya, Basirun kembali di rumah. Sapia merasa heran karena melihat suaminya terlihat kesal.
Sapia kemudian bertanya apa yang membuat suaminya terlihat demikian. Basirun kemudian menjelaskan kejadian yang dia alami di ladang sebelumnya.
Emosi Basirun masih belum turun juga. Bahkan dia bertekad akan menghabisi pelaku tersebut keesokan harinya.
Sapia berusaha menenangkan sang suami. Dia pun mengajak Basirun untuk beristirahat agar tidak dikuasai oleh emosinya.
Keesokan hari, Basirun pergi kembali ke ladang. Dia berharap akan menemukan dalang di balik pengrusakan ladang yang dia miliki.
Basirun dikejutkan oleh sesuatu yang dia lihat di perangkap yang sudah dipasang sebelumnya. Dia melihat seekor buaya besar yang terperangkap di jebakan tersebut.
Buaya tersebut memiliki ikatan kain merah di kepalanya. Ajaibnya, buaya tersebut bisa berbicara dan meminta tolong kepada Basirun untuk melepaskannya.
Tanpa pikir panjang, Basirun langsung mengambil sebuah kayu besar. Dirinya langsung memukul buaya tersebut saking emosinya.
Buaya itu hanya bisa meronta-ronta kesakitan. Dia berkata bahwa Basirun akan mendapatkan bahaya dan balasan jika tetap melakukan hal itu kepada dirinya.
Namun Basirun tidak peduli dengan hal itu. Dia tetap memukul buaya tersebut hingga menemui ajalnya.
Setelah puas memukuli buaya itu, Basirun kemudian melemparkan bangkainya ke dalam semak-semak. Basirun kemudian kembali ke rumahnya setelah melampiaskan semua emosi yang dipendam sebelumnya.
Sesampainya di rumah, Basirun menceritakan kejadian yang terjadi di ladang. Namun Sapia justru merasa khawatir dengan ucapan buaya tersebut.
Benar saja, tidak beberapa lama tiba-tiba petir besar menyambar di atas langit Tanusang. Hujan deras dan badai langsung melanda daerah tersebut.
Banjir bandang kemudian melahap semua daerah yang ada di Tanusang. Basirun beserta istrinya hanyut dalam musibah tersebut.
Dalam sekejap, daerah Tanusang yang dulunya merupakan hamparan sagu berubah menjadi sebuah telaga. Oleh masyarakat setempat, telaga ini kemudian diberi nama Telaga Tanusang.
Itulah kisah tentang legenda asal usul Telaga Tanusang, salah satu cerita rakyat dari Maluku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News