Syekh Nawawi Al Bantani adalah seorang ulama termasyhur asal Banten yang amat disegani. Bukan hanya ulama, pribadinya juga dikenal sebagai intelektual yang amat pandai di berbagai bidang, seperti fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, hingga hadis.
Lahir di Tanara, Serang, Banten, pada 1813 M, nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti Muhammad Nawawi ibn Umar at-Tanari al-Jawi al-Bantani. Keluarganya religius dan memiliki garis keturunan bangsawan dari Kesultanan Banten.
Privilese besar itu membuat Syekh Nawawi tumbuh menjadi seseorang yang pintar. Ia juga berlayar jauh ke Tanah Suci di usia belia untuk berhaji sekalian untuk memperdalam ilmu agama selama tiga tahun. Di sana, ia belajar kepada guru-guru besar di Haramain—sebutan Makkah dan Madinah.
Ia sempat kembali ke Indonesia setelah belajar di Tanah Suci. Namun, pada akhirnya Syekh Nawawi memutuskan untuk menetap sepenuhnya di Makkah. Melansir dari jurnal Tsaqofah tulisan Surwajin, kepindahannya ke Makkah menunjukkan sikap politiknya yang anti-Belanda.
Syekh Nawawi banyak menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu. Perjalanan panjangnya itu menuntunnya hingga menjadi imam besar Masjidil Haram.
Syekh Nawawi, Imam Besar Masjidil Haram
Menyadur dari buku Corak Pemikiran Kalam Syekh Nawawi Al-Bantani karangan Ibnu Hajar, Syekh Nawawi adalah ulama Indonesia yang pernah menjadi imam besar di Masjidil Haram, Makkah. Namanya beken di sana saat menggantikan Syekh Khatib Minangkabawi sebagai imam besar di Masjidil Haram.
Sejak saat itu, ia dikenal dengan nama Syekh Nawawi al Bantani al Jawi, yang berarti Nawawi dari Banten, Jawa. Namanya saat itu amat harum hingga membuatnya semakin terkenal hingga ke Mesir.
Di samping menjadi imam besar, Syekh Nawawi juga mengajar di Masjidil Haram. Banyak murid yang berguru langsung padanya. Luar biasanya, ia berhasil ‘mencetak’ banyak ulama besar di Tanah Air, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan lain sebagainya.
Tulisan Arwansyah dan Faisal Ahmad Shah dalam jurnal Kontekstualita, dituliskan bahwa saat Syekh Nawawi mengajar di Masjidil Haram, ia menggunakan bahasa Jawa dan Sunda saat memberi keterangan atau terjemahan kitab-kitab berbahasa Arab.
Tak hanya mengajar, Syekh Nawawi juga pernah diundang ke beberapa kampus untuk memberikan seminar, salah satunya di Universitas Al Azhar Kairo. Berkat kemasyhurannya, ia mendapatkan gelar Sayyid Ulamâ al-Hijâz, al-Imâm al-Muhaqqiq wa al-Fahhâmah al-Mudaqqiq, a’yân ‘ulamâ al-Qarn al-Ram Asyhar li al-Hijrah, Imâm ‘Ulamâ al-Haramain.
Syekh Nawawi, Bapak Kitab Kuning Indonesia
Sebagai seorang cendekiawan, Syekh Nawawi rajin menulis. Kitab-kitab karangan Syekh Nawawi dikabarkan berjumlah ratusan buah.
Karya-karyanya yang ‘abadi’ itu hingga kini masih terus menjadi rujukan di berbagai pesantren di Indonesia. Syekh Nawawi dijuluki sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.
Salah satu kitab karyanya yang paling terkenal adalah Kitab Tafsir Marah Labid. Kitab ini merupakan satu-satunya kitab tarfsir berbahasa Arab yang ditulis orang Indonesia. Kitabnya banyak dijadikan rujukan sebagai bahan tesis maupun disertasi di berbagai negara, seperti Libya, Mesir, hingga Sudan.
Merangkum dari berbagai sumber, Syekh Nawawi wafat dan dikebumikan di Makkah. Pusaranya berada di Jannatul Mu’alla dan selalu ramai diziarahi oleh jemaah haji dan umrah.
Kawan, Jannatul Mu’alla adalah pemakaman yang berada di utara Masjidil Haram. Di sinilah tempat peristirahatan terakhir keluarga Nabi Muhammad SAW., termasuk istrinya, Siti Khadijah RA., putranya, paman, hingga ibunda tercinta.
Selain itu, banyak sahabat Nabi dan ulama-ulama turut dikebumikan di sini. Tak ketinggalan, beberapa ulama Indonesia—selain Syekh Nawawi—seperti KH Maimoen Zubair dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau juga dimakamkan di Jannatul Mu’alla. Dikatakan ada puluhan alim ulama asal Indonesia yang pusaranya berada di pemakaman tersebut.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News