biaya hidup di kota dengan umr tertinggi masih cukupkah gaji 5 juta - News | Good News From Indonesia 2025

Biaya Hidup di Kota dengan UMR Tertinggi: Masih Cukupkah Gaji 5 Juta?

Biaya Hidup di Kota dengan UMR Tertinggi: Masih Cukupkah Gaji 5 Juta?
images info

Biaya Hidup di Kota dengan UMR Tertinggi: Masih Cukupkah Gaji 5 Juta?


Kawan GNFI, setiap tahun berita tentang kenaikan UMR selalu jadi sorotan. Tahun 2025 misalnya, Kota Bekasi kembali menempati posisi teratas dengan UMK Rp 5.690.752. Sekilas, angka ini terdengar menjanjikan.

Namun pertanyaannya: apakah gaji sebesar itu cukup untuk hidup di wilayah industri yang serba cepat ini?

Kenaikan UMR memang penting untuk menyesuaikan daya beli, tapi di sisi lain, biaya hidup juga ikut merangkak. Di kota dengan aktivitas ekonomi tinggi seperti Bekasi, Tangerang, atau Jakarta, gaji 5 juta bisa saja hanya terasa “numpang lewat” di rekening.

Hitung-Hitungan Realitas: Gaji 5 Juta ke Mana Aja?

Mari kita ambil contoh konkret dari Bekasi. Berdasarkan data Numbeo (2025) dan beberapa sumber lokal, rata-rata pengeluaran bulanan untuk hidup layak di kota ini berada di kisaran Rp7–10 juta per orang. Sementara menurut laporan AyoBandung.com, biaya hidup rumah tangga di Bekasi tembus Rp14,3 juta per bulan — tertinggi di Jawa Barat.

Lalu apa saja komponennya? Yuk, kita bedah satu-satu:

  • Sewa tempat tinggal: mulai dari Rp1 – 2 juta per bulan untuk kamar kos sederhana.

  • Makan dan kebutuhan pokok: sekitar Rp2 – 2,5 juta per bulan (itu pun kalau memasak sendiri).

  • Transportasi: warga Bekasi rata-rata mengeluarkan Rp1,9 juta per bulan hanya untuk ongkos (dilansir dari DetikOto, 2025).

  • Listrik, air, internet: berkisar Rp500 ribu – Rp1 juta.

  • Kebutuhan pribadi dan sosial: mulai Rp500 ribu – Rp1 juta.

  • Totalnya? Sudah mendekati Rp7 – 8 juta. Itu artinya, gaji 5 juta bisa habis bahkan sebelum akhir bulan — apalagi jika Kawan masih punya tanggungan keluarga atau cicilan.

    baca juga

    UMR Tinggi Bukan Jaminan Kesejahteraan

    UMR sejatinya hanya batas minimum untuk memastikan pekerja bisa memenuhi kebutuhan dasar. Namun, faktanya, banyak pekerja di kota besar merasa belum benar-benar “aman” secara finansial meski sudah menerima upah di atas UMR.

    Kawan GNFI pasti tahu, harga barang di kota dengan UMR tinggi biasanya juga ikut terkerek. Misalnya, harga sewa kos naik karena banyak pekerja pendatang. Ongkos transportasi meningkat karena kemacetan dan jarak tempuh jauh. Bahkan harga makanan di warteg pun menyesuaikan daya beli masyarakat sekitar.

    Artinya, ketika upah naik, roda ekonomi kota ikut berputar lebih cepat — dan kenaikan UMR bisa kalah cepat dibanding inflasi gaya hidup.

    Lalu, Apakah Gaji 5 Juta Benar-Benar Tidak Cukup?

    Tidak juga. Semua kembali pada gaya hidup dan prioritas. Kalau Kawan GNFI masih single dan bisa hidup minimalis, gaji 5 juta masih bisa cukup, bahkan menyisakan sedikit tabungan.

    Namun, bagi yang sudah berkeluarga atau menanggung biaya sewa dan transportasi besar, nominal tersebut terasa sangat terbatas.

    Seorang analis ekonomi dari AntaraNews.com memperkirakan bahwa di Jawa Barat, “biaya hidup layak tahun 2025 mencapai sekitar Rp7 juta per bulan” untuk satu orang pekerja lajang.

    Dengan begitu, UMR 5–5,6 juta hanya mencukupi 70–80% dari kebutuhan layak — belum termasuk dana darurat, asuransi, atau investasi masa depan.

    Apa yang Bisa Dilakukan Kawan GNFI?

    Daripada mengeluh, mari realistis sekaligus strategis:

    1. Catat pengeluaran bulanan. Tahu dulu ke mana uangmu pergi.

  • Bedakan kebutuhan dan keinginan. Kadang yang bikin bocor bukan kebutuhan pokok, tapi lifestyle.

  • Cari peluang penghasilan tambahan. Freelance, jual jasa, atau investasi kecil.

  • Pilih tempat tinggal strategis. Lebih baik bayar kos sedikit mahal tapi dekat tempat kerja, daripada habis di bensin dan waktu.

  • Upgrade skill. Semakin tinggi kemampuan, semakin besar peluang keluar dari jebakan “gaji pas-pasan”.

  • baca juga

    Gaji Besar Tak Selalu Hidup Enak

    Kawan GNFI, punya gaji 5 juta di kota besar memang bisa membuat bangga. Namun, jika biaya hidup terus naik, angka itu mungkin hanya cukup untuk bertahan — bukan berkembang.

    Maka, solusi jangka panjangnya bukan sekadar menunggu kenaikan UMR, tapi meningkatkan nilai diri. Karena dalam dunia kerja hari ini, bukan sekadar “berapa besar gajimu”, tetapi “seberapa besar nilaimu bagi perusahaan dan masyarakat”.

    Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

    Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

    MF
    KG
    Tim Editor arrow

    Terima kasih telah membaca sampai di sini

    🚫 AdBlock Detected!
    Please disable it to support our free content.