Masyarakat Solo pasti sudah tidak asing dengan Masjid Raya Sheikh Zayed. Masjid dengan nuansa arsitektur campuran Moghul India, Persia, dan Moroko ini merupakan hadiah dari pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) untuk Indonesia.
Terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Masjid Raya Sheikh Zayed merupakan replika kecil dari Masjid Sheikh Zayed di Abu Dhabi, sehingga desainnya sengaja dibuat serupa. Bahkan, dikatakan bahwa masjid yang ada di Abu Dhabi itu ukurannya 10 kali lipat dibandingkan kembarannya di Solo.
Namun, meskipun dibuat mirip dengan versi aslinya, masjid ini juga tetap menggunakan sentuhan lokal, seperti motif batik di lantai utamanya.
Peletakan batu pertama dilakukan pada 2021. Kemudian, masjid selesai dibangun setelah 18 bulan dan diresmikan di tahun 2022. Peresmiannya dihadiri langsung oleh Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo, serta Presiden UEA, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ).
Namun, meskipun sudah diresmikan pada 2022, penggunaan masjid untuk khalayak umum baru dibuka pada 2023, karena saat itu harus menunggu proses serah terima dari pemerintah UEA. Saat ini, selain berfungsi sebagai tempat peribadatan, Masjid Raya Sheikh Zayed Solo juga menjadi salah satu ikon wisata religi yang menarik bagi wisatawan.
Masjid Megah yang Jadi Simbol Persahabatan UEA dan Indonesia

Tampak depan Masjid Raya SHeikh Zayed Solo | Setda Solo
Luas bangunan masjid ini mencapai 8.000 m2 dan menempati lahan seluas 3,2 hektare. Daya tampungnya pun besar, bisa memuat hingga 10.000 jemaah. Lokasi dibangunnya masjid merupakan lahan yang pernah dipakai oleh Pertamina.
Pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo menelan anggaran hingga Rp300 miliar, yang sepenuhnya ditanggung oleh UEA. Pengerjaannya pun dilakukan oleh salah satu kontraktor Tanah Air, yakni PT Waskita Karya di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Memiliki dua lantai, Masjid Raya Sheikh Zayed Solo dilengkapi dengan empat menara yang tinggi menjulang serta satu kubah utama. Selain itu, 82 kubah kecil yang mengelilinginya dihiasi dengan batu pualam berwarna putih.
Terdapat ruang VIP, perpustakaan seluas 20 m2, ruang pengelola untuk pengurus masjid, taman basement, tempat wudu, hingga tempat parkir yang luas—bisa menampung sekitar 29 bus. Tak hanya itu, Masjid Raya Sheikh Zayed Solo juga ramah bagi penyandang disabilitas, sehingga jauh lebih inklusif.
Lebih dari itu, ada Islamic Center atau Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam. Berbagai fasilitas pendukung, seperti taman pelajaran Al-Qur’an (TPA) dan madrasah ada di dalamnya.
Banyak kegiatan rutin yang dilakukan di sini, termasuk mengaji (semaan dalam bahasa Jawa), kajian rutinan, hingga ngaji kitab. Pengurus masjid sering membagikan kegiatan rutinan mereka melalui akun media sosial Masjid Raya Sheikh Zayed Solo. Tak jarang, mereka mengundang penceramah kondang untuk mengisi pengajian di sana.
Masjid ini terasa spesial karena menjadi simbol kedekatan UEA dengan Indonesia. Menariknya, melansir dari indonesia.go yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, peresmian Masjid Raya Sheikh Zayed seharusnya dilakukan pada 17 November 2022.
Namun, Presiden Joko Widodo ingin meresmikannya bersama dengan MBZ, sehingga diubah menjadi 14 November 2022. MBZ saat itu merupakah salah satu kehormatan yang diundang oleh Indonesia dalam helatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
Akhirnya, kedua kepala negara itu bersama-sama meresmikan Masjid Raya Sheikh Zayed. Keduanya juga menandatangani prasasti serta melakukan tanam pohon di area masjid yang menyimbolkan persahabatan dua negara.
Kawan GNFI, menyadur dari situs Kementerian Agama (Kemenag) RI, masjid ini dikelola secara profesional lewat kolaborasi antara Kemenag dengan Universitas Muhammad bin Zayed UEA.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News