pendidikan marjinal berbasis seni gerakan perubahan sosial untuk kaum terpinggirkan - News | Good News From Indonesia 2025

Pendidikan Marjinal Berbasis Seni: Gerakan Perubahan Sosial untuk Kaum Terpinggirkan

Pendidikan Marjinal Berbasis Seni: Gerakan Perubahan Sosial untuk Kaum Terpinggirkan
images info

Pendidikan Marjinal Berbasis Seni: Gerakan Perubahan Sosial untuk Kaum Terpinggirkan


Gang-gang kecil di sudut kota Samarinda menyimpan kisah anak-anak yang terjebak dalam zona merah, dengan akses pendidikan yang terbatas hingga untuk bermimpi pun dianggap tidak mungkin.

Stigma sebagai wilayah undercover menjadikan mereka hidup keras, tanpa jaminan merasakan keindahan layaknya anak-anak dengan akses pendidikan formal.

Dikenal sebagai Lost Generation, yang dingin, garang, dan tidak peduli terhadap kondisi sekitarnya, menjadikan mereka sulit diterima oleh masyarakat, sehingga menyebabkan masalah kepercayaan (trust issues) bagi mereka yang berada dalam kelompok marjinal.

Nasib bergantung pada jalanan dan apa yang mereka temukan di mana akses pendidikan formal yang kurang memadai bahkan terbengkalai membuat hidup mereka mengandalkan apa yang bisa mereka hasilkan.

Musik jalanan menjadi sarana dalam mengais rezeki, sedangkan lingkungan yang tidak memadai serta keterbatasan ekonomi membuat kaum marjinal sulit berpikir secara kognitif tentang pentingnya pendidikan.

Rahmad Azazi Rhomantoro, penggagas Pendidikan Marjinal Berbasis Seni, meyakini bahwa seni dapat menjadi jalan untuk menemukan jati diri sekaligus harapan baru bagi masa depan. Hal ini karena seni bagi Azazi menjadi bagian dari kehidupannya, berkat latar belakang orangtua yang merupakan pendidik dan Kepala Taman Budaya Kalimantan Timur yang sedari dulu hidup berada dalam lingkungan yang penuh diskusi sosial dan budaya.

Melihat kaum marjinal, Azazi melihat adanya masa depan, meski dihadapkan pada minimnya kompetensi kehidupan (life skills). Melalui seni, ia ingin tidak hanya membangun panggung hiburan, tapi juga menjadi alat transformasi sosial yang paling efektif dalam mengubah keterpinggiran menjadi panggung harapan.

Titik Awal Pembentukan Pendidikan Marjinal Berbasis Seni

Tahun 2017, Azazi mendirikan Yayasan Tirtonegoro Foundation yang bergerak di bidang seni, pendidikan, budaya, hingga pemberdayaan UMKM.

Visinya sederhana, tetapi dampaknya begitu mendalam dalam membuka akses pendidikan tanpa memandang apapun, terutama dalam mengenalkan seni yang sering dianggap sebelah mata.

Kaum marjinal – individu atau kelompok masyarakat yang mengalami peminggiran dalam satu atau lebih dimensi, mengalami diskriminasi, atau eksploitasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Seni sebagai bahasa universal tidak mudah dinyalakan di tengah keraguan, apalagi dalam lingkungan kaum marjinal yang merasa terpinggirkan dari sistem pendidikan formal. Rasa minder, sikap cuek, dan akses pendidikan yang jauh karena keterbatasan ekonomi menjadi masalah utamanya.

Azazi menyadari bahwa hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi. Untuk meyakinkan, ia memulai dengan menggelar pertunjukan kecil-kecilan. Azazi ingin menunjukkan bahwa pendekatan seni ini bisa menjadi jembatan antara kelompok marjinal dan ruang kreatif dalam membangun kehidupan mereka.

Musik Sape Kalimantan | Foto: tirtonegoro_foundation
info gambar

Musik Sape Kalimantan | Foto: tirtonegoro_foundation


“Musik apa itu?” tanya warga marjinal.

Dengan lembut, di petiklah dawai dari musik sape – alat musik dengan melodi khas Kalimantan. Penolakan diterima pada awalnya, tapi tak menyerah perlahan kerumunan orang datang menghampiri, mendekat, dan menciptakan rasa penasaran.

Warga mulai ikut bernyanyi, menciptakan suasana hangat, hingga membuka pintu hati Azazi untuk memperkenalkan seni sebagai jembatan komunikasi yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.

“Seni adalah bahasa jiwa. Tidak banyak tuntutan untuk berhitung atau menguasai rumus karena seni menjadi bagian dari ajaran kejujuran dalam mengekspresikan diri. Dari sini mereka bisa belajar mengenali dirinya lebih dalam,” ujar Azazi.

Dari seni, kedekatan emosional terbangun dan secara tak langsung mengkomunikasikan perasaan mereka. Kehidupan dengan pendidikan seni kini menjadi wadah bagi kaum marjinal untuk mengekspresikan bakat dan menghasilkan berbagai pertunjukan sebagai bentuk penyaluran.

Sedikit demi sedikit, Azazi terus memperkenalkan seni di tengah kaum marjinal. Kini mereka mulai menerima, dan rasa percaya diri tumbuh, menghempaskan masalah kepercayaan yang dulu menjauhkan mereka dari diri sendiri.

Melalui naskah, diberi panggung untuk bernyanyi, memainkan alat musik, seakan membawa mereka untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang hilang. Dari nada dan cerita, ternyata seni bisa menjadi sarana penyaluran diri serta penguat bagi mereka untuk terus bertumbuh.

Bergerak secara nomaden, Tirtonegoro Foundation terus menjangkau kaum marjinal untuk akses pendidikan seni dengan fokus pada metode mengajar yang meningkatkan soft skills dan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking).

Kini, seni menjadi media ekspresi, mengasah kreativitas, serta penyalur keterampilan hidup yang dibutuhkan oleh kaum marjinal. Bahkan, seni menjadi aksi nyata dalam meningkatkan perekonomian mereka.

baca juga

Mengapa Terapi Seni Penting Bagi Kaum Marjinal?

Dilansir dari lifestyle.sustainability-directory.com, terapi seni dapat memberikan dampak transformatif bagi kaum marjinal karena seni diibaratkan sebagai suara mereka. Seni menawarkan jalan keluar yang aman dan ekspresif untuk penyembuhan, pemulihan budaya, serta advokasi perubahan sosial.

Hal ini sejalan dengan pengalaman kaum marjinal yang sering menghadapi hambatan sistemik, trauma, serta diskriminasi. Terapi seni menjadi jembatan perjalanan emosional mereka, bukan tujuan akhir dan terapi seni bagi kelompok marjinal tidak hanya sekadar alat ekspresi emosional, tetapi juga menjadi sarana penting dalam mengembalikan identitas, mendekolonisasi praktik kesehatan mental, serta mendorong perubahan sosial.

Saat diterapkan secara etis, terapi seni berperan sebagai alat pengembangan kekuatan intelektual, penyembuhan, dan pemberdayaan. Hingga dari seni, mampu lahir individu-individu yang lebih sadar akan diri mereka sendiri, berekspresi tanpa ada tekanan, serta mampu berkomunikasi secara kreatif.

Meskipun ada banyak stigma yang menganggap seni sebagai hiburan semata, Azazi justru membuktikan bahwa seni mampu menciptakan kedekatan yang bermakna -“Seni Bicara dan Seni Mendekatkan.”

Quotes Rahmad Azazi Rhomantoro | Foto: tirtonegoro_foundation
info gambar

Quotes Rahmad Azazi Rhomantoro | Foto: tirtonegoro_foundation


Berkat dedikasinya, Rahmad Azazi Rhomantoro memperoleh apresiasi dari SATU Indonesia Award 2021, kategori pendidikan, yang diberikan oleh PT Astra International, Tbk. Apresiasi ini sebagai wujud akan pendekatannya bagi kaum marjinal dengan menganggap seni sebagai jantung dari pendidikan yang mampu memanusiakan manusia.

Nada, kata, serta karya seni menjadi wujud idealisme dan langkah nyata dalam mendorong pengembangan pendidikan bagi kelompok marjinal. Kini, seni tidak hanya sebagai medium ekspresi, tetapi juga menjadi modal sosial dan ekonomi menuju masa depan yang lebih baik.

#kabarbaiksatuindonesia

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.