ciri ciri paparikan sunda - News | Good News From Indonesia 2025

Ciri-Ciri Paparikan Sunda, Dari Jumlah Baris Hingga Cangkang dan Eusi

Ciri-Ciri Paparikan Sunda, Dari Jumlah Baris Hingga Cangkang dan Eusi
images info

Ciri-Ciri Paparikan Sunda, Dari Jumlah Baris Hingga Cangkang dan Eusi


Kalau kamu baru pertama kali belajar sastra Sunda, mungkin kamu akan mikir: “Paparikan itu apa bedanya sama pantun biasa? Sama sisindiran lain? Terus kenapa bentuknya harus kayak gini?”

Nah, artikel ini ada buat membahas hal yang lebih spesifik: ciri-ciri paparikan. Kenapa bentuknya empat baris, kenapa rima harus A-B-A-B, kenapa sampiran dan isi tidak boleh saling mengulang kata, dan kenapa suara atau bunyinya harus “berdekatan”.

1. Terdiri dari 4 Baris, Format Wajib

Hal pertama yang membedakan paparikan dari bentuk puisi Sunda lain adalah jumlah barisnya selalu empat. Beneran empat. Nggak boleh kurang atau lebih. Struktur ini mirip pantun Melayu, tapi punya karakteristik Sunda yang unik.

Empat baris ini bukan sembarang baris, tapi udah jadi “pakem” sejak dulu. Empat baris bikin paparikan enak di bacakan, ritmis, dan gampang dihafal. Bahkan, banyak paparikan Sunda yang masih diingat orang tua sampai sekarang karena formatnya ringan dan ringkas.

2. Ada Pembagian Peran: Cangkang dan Eusi

Struktur paparikan itu unik banget karena dibagi jadi dua bagian yang masing-masing punya “fungsi”:

Baris 1–2 adalah Cangkang (Sampiran)

Ini bagian pembuka. Mirip hooked di konten TikTok. Biasanya sampiran berisi gambaran alam, benda, atau aktivitas sehari-hari.

Contoh:
Ka kebon meuli gedang,
Gedang koneng amis rasana.

Dua baris ini belum bicara tentang inti pesan. Tapi fungsinya buat nyiapin bunyi, rima, dan ritme supaya baris berikutnya bisa nyambung.

Baris 3–4 → Eusi (Isi)

Nah, ini nih inti dari paparikan. Dua baris terakhir inilah yang membawa pesan sebenarnya, entah itu nasihat, cinta, humor, atau sindiran halus.

Contoh lanjutan:
Lamun batur keur butuh tulung,
Ulah reueus pikeun nulunganana.

Di sini, baris 3–4 barulah pesan moralnya. Kombinasi cangkang dan eusi ini bikin paparikan jadi format nyindir alus, gombal alus, nasihat alus, pokoknya alur alus, karena memang karakter budaya Sunda itu halus.

3. Rima A-B-A-B: Biar Mengalir dan Enak Didengar

Ciri yang paling gampang dikenali dari paparikan adalah pola rimanya: A-B-A-B.
Artinya, baris pertama berima sama dengan baris ketiga, sedangkan baris kedua berima sama dengan baris keempat.

Contoh:

Baris 1 (A): …na
Baris 2 (B): …ti
Baris 3 (A): …na
Baris 4 (B): …ti

Jadi, waktu di bacakan, terdengar harmonis dan berulang.

4. Kedekatan Suara (Pareum): Bunyi yang “Deket-Deket” Biar Nendang

Nah, ini bagian yang paling Sunda banget: kedekatan suara atau pareum. Bukan sekadar rima biasa, tapi pola bunyi yang berdekatan antara sampiran dan isi.

Contoh sederhana:

  • Kalau sampiran pakai vokal “a”, isi biasanya mencoba menjaga nuansa vokal yang mirip.
  • Kalau sampiran pakai kata-kata dengan konsonan lembut (m, n, l), isi biasanya mengikuti nada itu.

Jadi, meskipun sampiran nggak secara makna terhubung dengan isi, suara-lah yang menjadi jembatan antara keduanya.

Contoh:

Ka pasar meuli salada,
Salada seger dicampur tina.
(kata akhir: -da / -na)

Isi:
Lamun hayang hirup bagja,
Tong poho ngajaga tatakrama.
(kata akhir: -ja / -ma > bunyi a-nya tetap “nyambung”)

Kedekatan suara bikin paparikan terasa punya ciri khas yang unique.

5. Tidak Boleh Ada Pengulangan Kata Kunci dari Sampiran ke Isi

Ini poin penting yang sering dilupakan. Paparikan tidak boleh mengulang kata kunci dari sampiran ke isi.

Contoh yang salah:
Sampiran: Meuli gula ka warung Tini
Isi: Hirup kudu siga gula nu manis.

Di sini kata gula muncul di sampiran dan isi. Ini justru disebut rérakitan. Dalam paparikan, sampiran dan isi harus terpisah secara makna. Mereka hanya nyambung lewat bunyi, bukan lewat kata.

Contoh yang benar:

Meuli gula ka warung Tini,
Gulane amis kacida rasana.
(kata kunci gula di sampiran hanya di situ)

Hirup ulah sok ambek teuing,
Basa alus matak nyeri atina.
(isi tidak memakai kata dari sampiran)

Jadi, yang menyatukan sampiran dan isi adalah bunyi, bukan kata yang sama.

Kenapa Ciri-Ciri Ini Penting dalam Budaya Sunda?

Paparikan adalah bagian dari warisan budaya lisan Sunda yang menekankan permainan kata, dan kecerdasan berbahasa. Dalam budaya Sunda, cara bicara itu penting, bukan cuma apa yang diucapkan, tapi bagaimana kita mengucapkannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.