Dewasa ini, anak-anak kelahiran 2010 sampai 2025 atau yang biasa disebut gen alpha seringkali menjadi bahan perbincangan. Pasalnya mereka yang lahir di era kemajuan teknologi ini sejak kecil sudah sangat mahir dalam menggunakan gawai (gadget).
Kemahiran dalam menggunakan gawai sebenarnya bukanlah suatu masalah karena gawai dapat memudahkan berbagai aktivitas kita sehari-hari. Namun, apabila seorang anak menjadi kecanduan menggunakan gawai, maka tentu akan sangat berdampak buruk bagi tumbuh kembangnya.
Banyak anak yang karena terlalu sibuk memainkan gawainya, mereka tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya. Ketika orang tuanya memanggil, mereka tidak menjawab atau bahkan membantah Ketika diperintah oleh ibu dan ayahnya.
Selain tidak peduli dengan kehidupan sosial di sekitarnya, anak-anak yang kecanduan bermain gawai cenderung dewasa sebelum waktunya. Hal ini terjadi karena tontonan yang mereka serap dari social media seperti Instagram, TikTok, youtube, dan lain sebagainya tidak memiliki filter yang dapat menyaring tontonan untuk anak.
Belum lagi masalah attention span anak-anak sekarang yang cenderung rendah karena mereka terbiasa menerima informasi secara instan melalui media seperi reels, youtube shorts, dan masih banyak lagi. Alhasil mereka cenderung kesulitan untuk fokus, terlebih lagi untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang tentu sangat berdampak pada prestasinya di sekolah.
Selain itu, terdapat pula sebuah fakta yang cukup memperihatinkan, melansir dari laman metrotvnews.com, terdapat sebanyak 3.000 anak di kota Surabaya yang sampai harus masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) sejak periode Januari hingga Juli 2024 karena kecanduan bermain gawai.
Melihat kenyataan yang terjadi, Achmad Irfandi, seorang pengajar dari Sidoarjo, Jawa Timur yang juga merupakan pemenang Apresiasi Satu Indonesia Awards kategori pendidikan di tahun 2021, merasa terpanggil untuk bertindak agar anak-anak muda tidak lagi kecanduan gawai dan memiliki masa kecil yang berharga.
Tingginya Angka Kecanduan Gawai Melandasi Perjuangan Irfandi
Berangkat dari keresahannya karena melihat anak-anak desa sekarang sudah kecanduan bermain gawai, ia dan beberapa rekan pemuda di Desa Pagerngumbuk pun bergerak untuk membuat sebuah kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian anak dari gawainya.
Awalnya mereka membuat sebuah kegiatan literasi mendongeng dan mewarnai yang berhasil mendatangkan sekitar 45 anak dari tiga sekolah dasar. Kegiatan ini bisa dibilang berhasil, namun Irfandi merasa tertantang untuk mengadakan kegiatan anak-anak yang lebih besar dengan jumlah partisipan yang jauh lebih banyak.
Ia pun melihat keadaan anak-anak jaman sekarang yang sudah meninggalkan permainan-permainan tradisional yang pada jaman dahulu seringkali dimainkan bersama-sama. Mereka lebih asyik memainkan gawainya mereka yang sama sekali tidak mendukung tumbuh kembang anak.
Usia anak-anak seharusnya diisi dengan kegiatan yang dapat memantik rasa ingin tahu, keterampilan sosial, serta melatih sensorik dan motorik mereka sehingga perkembangan otaknya jadi lebih optimal.
Dari sinilah Irfandi terpintas untuk mengadakan kegiatan bermain permainan tradisional sebagai upaya mengalihkan perhatian anak-anak dari gadget. Menurutnya anak-anak sekarang sejak lahir sudah terpapar oleh adanya gawai yang mengakibatkan mereka tidak pernah mengetahui atau bahkan dikenalkan tentang permainan tradisional.
Alhasil Irfandi mengadakan kegiatan kedua yang bertajuk “Dolanan Tonpo Gadget” yang berarti bermain tanpa gadget. Kegiatan kali ini berhasil menarik perhatian sekitar 70 anak bahkan ada yang datang dari kampung lain karena melihat postingan di media sosial.
Pengalaman yang ia dapatkan, serta antusiasme masyarakat yang tinggi membuatnya memutuskan untuk mengadakan kegiatan untuk ketiga kalinya yang dinamakan “Kampung Lali Gadget” (KLG).
Kegiatan yang diadakan setiap dua bulan sekali ini nantinya akan menjadi titik balik kesuksesannya dalam menyelamatkan masa kecil anak-anak dari kecanduan gawai.
Kesuksesan dalam Mendirikan KLG hingga Memperoleh Apresiasi Satu Indonesia
Pertama kali Kampung Lali Gadget di dirikan, Irfandi berhasil mendatangkan sekitar 475 anak yang berasal dari Sidoarjo hingga Surabaya. Mereka diajak untuk bermain berbagai macam permainan tradisional dari pukul 08:00 pagi, hingga 12:00 siang.
Resepsi masyarakat khususnya para orang tua pun sangat positif. Melansir dari laman tempo.co, tetangganya Irfandi sendiri mengaku kalau semenjak anaknya mengikuti kegiatan Kampung Lali Gadget, anak-anaknya menjadi lebih kritis dan memiliki rasa penasaran yang tinggi.
Selain itu, anak-anak pun mengaku senang dengan segala macam permainan yang dikenalkan dalam Kampung Lali Gadget karena bisa bermain bersama anak-anak lainnya.
Melihat respons positif dari orang tua dan anak-anak, Irfandi pun semakin bersemangat untuk mengembangkan Kampung Lali Gadget untuk dapat mendatangkan lebih banyak peserta hingga mengusahakan agar Kampung Lali Gadget memiliki badan hukum resmi sehingga semakin banyak kegiatan edukasi tentang permainan tradisional yang bisa diadakan.
Saat ini, kegiatan yang diadakan di Kampung Lali Gadget meliputi edukasi budaya, satwa, mengenal berbagai macam permainan tradisional, hingga mengenal kearifan lokal. Jumlah permainan yang dikenalkan pun beragam dan setiap minggunya akan diberikan permainan yang berbeda supaya anak tidak cepat bosan.
Tidak hanya mengalihkan perhatian anak agar tidak kecanduan gawai, Kampung Lali Gadget juga memberdayakan banyak sekali masyarakat setempat untuk dapat berpartisipasi meramaikan kegiatan Kampung Lali Gadget.
Melansir dari laman kumparan.com, banyak warga sekitar yang diberdayakan untuk menjadi pembuat mainan tradisional yang akan dijadikan souvenir bagi anak-anak yang berkunjung dan tak kalah banyak juga masyarakat yang mendirikan warung makan disekitar Kampung Lali Gadget.
Selain itu, ia juga merekrut rekan-rekan pemuda di Desa Pagerngumbuk dan di kota Sidoarjo untuk menjadi relawan yang bertugas menjalankan berbagai macam peran seperti perencana, fasilitator edukasi, hingga pendamping.
Kiprahnya dalam mengenalkan permainan tradisional sekaligus mengalihkan perhatian anak dari kecanduan bermain gawai membuat Irfandi dinobatkan sebagai Pemuda Pelopor Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 dan 2020 dalam bidang Pendidikan. Apresiasi dari pemerintah daerah ini pun menjadikan Kampung Lali Gadget sebuah aset prioritas bagi desa dan Kabupaten Sidoarjo
Selain itu, usaha dan perjuangannya pun turut membuat Irfandi memperoleh penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Awards di tahun 2021 bidang pendidikan. Ia bersama tim relawan di Kampung Lali Gadget berharap isu kecanduan gawai ini bisa ditanggapi secara nasional, serta menjadi inspirasi bagi orang tua dan guru-guru untuk lebih kreatif dalam mengenalkan permainan tradisional.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News