Dhaneswara Al Amien dan Citra Janiencia Setiani adalah diaspora Indonesia yang menetap di Norwegia. Pasangan suami istri ini bersama-sama melanjutkan studi pendidikan tinggi dan berkarier di negara Skandinavia yang dikenal dengan hawa dinginnya tersebut.
Jauh dari tanah kelahiran tentu menjadi ujian besar bagi Dhanes dan Citra. Banyak hal serba berbeda dirasakan sehingga sikap adaptif mesti dikedepankan keduanya.
Dhanes dan Citra mengaku selama tinggal di Norwegia dituntut belajar mandiri. Meskipun berada di negara maju, tidak serta merta kemudahan instan didapatkannya. Bekerja sambil kuliah, menggelar riset, sampai mendirikan usaha terus diusahakan keduanya agar mimpi-mimpi yang diidamkan bersama bisa tercapai.
Belajar Kemandirian
Setelah lulus pendidikan tinggi, Dhanes dan Citra kini memiliki karier di profesinya masing-masing. Dhanes bekerja sebagai periset di Nord University yang fokus ke inovasi dunia kemaritiman dan logistik. Sedangkan Citra menjabat sebagai lead project controller di Aker Solutions yang bergerak di bidang migas.
Menariknya sebelum berkarier di instansi kenamaan tersebut, keduanya sambil belajar bekerja sambilan di luar profesi yang diminatinya. Citra misalnya mengaku pernah menjadi pemotong ikan yang jaraknya jauh dari tempat tinggalnya.
“Jadi saya tanyain setiap orang Indonesia kerja di mana. ‘Kerja di mana, bu? Kerja di mana, pak?’. Tiba-tiba saya dapat telepon, ‘Kamu tertarik enggak kerja di pemotongan ikan? Tapi harus datang pagi jam lima subuh’. Saya langsung tidak lama berpikir, ‘Saya siap!’,” kata Citra bercerita kepada Good News From Indonesia dalam segmen Diaspora.
Citra bekerja selama setahun setengah di sana sampai pandemi Covid-19 melanda. Ia mengaku beruntung karena bos tempatnya bekerja memberinya kelonggaran untuk bekerja sambil berkuliah.
“Saya kadang kalau ngambil break saya minjam ruangan bos saya terus saya pakai sebentar, balik lagi kerja,” ungkap Citra yang merupakan lulusan Handelshogskolan, Swedia.
Riset yang Dihargai
Norwegia dan negara-negara Skandinavia lainnya mungkin bisa dibilang surga bagi mereka yang ingin bekerja sebagai periset mandiri. Karena di sini para periset dari perguruan tinggi mendapat bayaran langsung dari pemerintah.
Dhanes merasakan itu selama tinggal di Norwegia. Selain gaji, ia mendapat banyak kesempatan untuk berdiskusi di forum-forum penting untuk membuka kesempatan lain.
“Memang riset itu sangat dihargai di sini dalam artian kita posisi dibayar, dapat gaji, dan juga bisa berdiskusi dengan stakeholder lainnya. Kita punya kesempatan untuk diskusi dengan pemerintah lewat konferensi-konferensi internasional,” kata Dhanes.
Berdasarkan pengalamannya, Dhanes suatu waktu pernah menjalani diskusi dengan Perdana Menteri Norwegia Jonar Store. Dari pengalamannya, ia menegaskan ada keterbukaan yang sangat nyata dari periset dengan pemerintah untuk sebuah tujuan yang baik di masa depan.
“Kita berada di satu media atau di ruang yang sama dengan prime minister. Kita membicarakan hal yang sama dalam artian mereka open diskusi. Jadi memang riset itu sangat dihargai di negara-negara Skandinavia karena mereka menilai itu adalah investasi,” ujarnya lagi.
Bantu Kenalkan Tempe di Norwegia
Di tengah kesibukan dengan profesinya masing-masing, Dhanes dan Citra kini juga berusaha membuka usahanya sendiri. Produk olahan khas Indonesia, tempe menjadi yang sedang keduanya usahakan untuk diperkenalkan dan dipasarkan di Norwegia.
Kesadaran itu berakar dari rasa cinta keduanya terhadap kuliner sejak lama. Terlebih lagi Citra yang memang sedari berkuliah memiliki usaha katering kecil-kecilan bersama komunitas Indonesia di Swedia.
Maka dibuatlah tempe secara mandiri mengingat produk olahan dari kacang kedelai ini belum diapresiasi di Norwegia. Setelah sempat mempelajari pembuatannya di Indonesia, keduanya kembali ke Norwegia untuk memasarkannya.
“Alhamdulillah berhasil dan respons teman-teman, ‘Oh ini enak’. Terus kita coba jual dalam artian informal. Respons pasar bagus dan kita terkejutnya waktu kita coba benar-benar komersial respons pasar itu positif karena ada vegan community, muslim community di Norwegia yang menyambut kita,” ucap Dhanes.
Sebuah restoran pun menerima baik tempe buatan Dhanes dan Citra. Namun, satu saja tentu belum cukup karena ada rencana keduanya memasarkan tempe lebih meluas lagi.
“Kemungkinan besar kita bakal extend ke dua atau tiga restoran lagi bulan depan. Tapi memang kita masih dalam fase bisnis tempe kita lagi menolak demand. Kita enggak bisa ngimbangin demand-nya supaya kita kerja. Terus bikinnya satu minggu sekali maksimal,” katanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News