"Janganlah dua orang yang berjual beli berpisah, sebelum saling meridhai." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dari Abu Hurairah R.A).
Dalam masa kanak-kanak, pengalaman berbelanja di pasar tradisional bersama orang tua sering kali menjadi kenangan yang tak terlupakan. Kita pasti melihat proses transaksi tersebut yang melibatkan interaksi antara penjual dan pembeli, termasuk tatap muka, negosiasi harga, pemeriksaan barang secara dekat, dan pembayaran tunai di lokasi setelah harga disepakati.
Dari sudut pandang Islam, transaksi semacam itu memenuhi persyaratan penting terkait spesifikasi barang, harga yang disepakati, dan kesepakatan bersama (rida) mengenai barang dan harga.
Namun, seiring perkembangan zaman, praktik jual beli telah beralih ke ranah digital, melalui aplikasi dan platfrom marketplace yang memfasilitasi transaksi antarkota bahkan antarpulau dengan kecepatan dan kemudahan. Jadi, bagaimana pandangan Islam mengenai perubahan tersebut dan apa dampaknya? Untuk mengetahui selengkapnya, simak artikel di bawah ini.
Perubahan Jual Beli dari Tradisional ke Digital dalam Islam
Pada masa Nabi Muhammad saw, jual beli berkembang dari sistem tradisional yang dilakukan secara langsung dengan menekankan kejujuran, keadilan, dan kerelaan. Selama memenuhi rukun jual beli (adanya penjual, pembeli, barang dan akad) serta bebas dari penipuan, ketidakjelasan (gharar) dan riba maka jual beli dianggap sah menurut syariat Islam.
Namun seiring berkembangnya zaman, pola transaksi mengalami perubahan yang memengaruhi akad jual beli. Jika sebelumnya penjual dan pembeli terlibat dalam interaksi langsung, kini praktik jual beli beralih ke platfrom digital seperti markerplace dan aplikasi.
Mengutip dari e-Jurnal yang berjudul "Dinamika Jual Beli Dan Potensi Riba Era Digital Perspektif Al-Qur’an", Dengan berkembangnya teknologi, seperti e-commerce, fintech, dan cryptocurrency, integrasi ekonomi syariah ke dalam ekonomi modern menjadi penting.
Pada e-commerce, barang yang diperdagangkan harus halal dan transaksi harus jelas serta tanpa unsur riba atau gharar. Marketplace berbasis syariah pun muncul untuk memfasilitasi transaksi yang sesuai dengan aturan Islam, seperti menyediakan opsi pembayaran melalui akad syariah yakni murabahah atau salam.
Demikian pula, fintech syariah mengadopsi akad seperti mudarabah, ijarah, dan musyarakah untuk pembiayaan yang adil. Dalam konteks ini, Islam tidak menolak bentuk transaksi selama substansi akad tetap terjaga. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, transparansi, keadilan dan pencatatan yang jelas dapat diterapkan dengan baik melalui teknologi modern, sebagaimana ditegaskan bahwa konsep dasar jual beli dalam Al-Qur'an tetap relevan di tengah kemajuan teknologi dan dapat diterapkan dalam transaksi digital.
5 Dampak Positif Perubahan Jual Beli Tradisional ke Digital dalam Islam
Perubahan dari jual beli tradisional ke digital tentu saja membawa beberapa dampak positif maupun negatif yang dirasakan oleh pelaku maupun masyarakat luas. Berikut ini adalah 5 dampak positif dan 5 dampak negatif perubahan jual beli tradisional ke digital dalam Islam.
Berikut penjelasannya dengan mengambil referensi dari e-Jurnal yang berjudul "Dampak E-Commerce Terhadap Perkembangan Usaha Para Pedagang Muslim di Pasar Tradisional Butung Kota Makassar Menurut Perspektif Ekonomi Islam"
- Mempermudah Akses dan Memperluas Rezeki: Digitalisasi transaksi membuka berbagai kesempatan, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di daerah terpencil untuk menjangkau pasar nasional bahkan global.
- Efesien Waktu dan Tenaga: Dapat dilakukan kapan saja, tanpa harus bertemu langsung. Artinya sesuai dengan prinsip Islam karena menganjurkan kemudahan dan tidak memberatkan.
- Meningkatkan Kejujuran dan Akuntabilitas: Kemudahan pemantauan transaksi dan bukti digital meningkatkan amanah (kepercayaan) dan mencegah terjadinya penipuan.
- Membuka Lapangan Kerja Baru: Dengan adanya digitalisasi ini dapat melahirkan profesi baru seperti reseller, influencer, kurir, dan pengusaha UMKM. Dalam Islam segala hal yang membawa manfaat bagi umat dan memperluas peluang ekonomi termasuk dalam bentuk maslahah.
- Mendorong Inovasi Ekonomi Syariat: Banyak yang menyediakan pembayaran syariat, e-wallet, dan layanan ‘bebas riba’. Sehingga memudahkan setiap transaksi tanpa bertentangan dengan perintah syariat.
5 Dampak Negatif Perubahan Jual Beli Tradisional ke Digital dalam Islam
- Meningkatnya Potensi Penipuan (Gharar dan Tadlis): Dalam jual beli online mudah sekali terjadi ketidakjelasan barang, foto tidak sesuai, atau keterangan tidak lengkap. Dalam Islam, transaksi yang mengandung gharar (ketidakpastian) dan tadlis (penipuan) sangat dilarang.
- Riba dalam Transaksi Digital: Beberapa metode pembayaran online, cicilan fintech, atau biaya penundaan dapat mengandung unsur riba yang bertentangan dengan prinsip jual beli halal.
- Ketidakjelasan Barang atau Akad: Terkadang pembeli tidak memahami akad, syarat, atau kebijakan pengembalian barang. Ketidakjelasan akad bisa menjadikan transaksi tidak sah menurut Islam.
- Kecanduan Belanja dan Perilaku Konsumtif: Belanja secara berlebihan bisa mendorong sifat boros dan kelebihan-lebihan yang dilarang oleh Islam.
- Barang Tidak Bisa Diperiksa Langsung: Tidak bisa melihat barang secara langsung memungkinkan adanya barang cacat dan tidak sesuai, hal ini bertentangan dengan prinsip kejelasan objek akad.
Dengan demikian, pergeseran dari pasar tradisional ke pasar digital mendorong pergeseran sosial dan etika yang lebih besar. Tidak diragukan lagi, nilai transaksi dan peluang bisnis meningkat secara signifikan namun, prinsip-prinsip Islam tentang keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab harus dipatuhi untuk menghindari efek negatif.
Oleh karena itu, penjual dan pelanggan sama-sama harus menjunjung prinsip-prinsip Islam dalam setiap transaksi digital. Pastikan bahwa harga dan nilai barang transparan, bahwa tidak ada riba atau spekulasi yang merugikan, dan transaksi tersebut jujur dan adil.
Dengan cara ini, jual-beli tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga akan menjadi lebih menenangkan secara sosial.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News