Indonesia memiliki kekayaan bambu terbesar ketiga di dunia, dengan lebih dari 125 jenis bambu tumbuh di berbagai penjuru nusantara.
Potensi sumber daya alam yang masif ini menempatkan Indonesia pada posisi kunci untuk menjadi pemain utama dalam industri global berbasis bahan baku alami.
Pemanfaatan bambu kini didorong untuk beralih dari teknik tradisional menuju penguatan industri hilir yang selaras dengan prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular.
Keunggulan Bambu, Inovasi, dan Peluang Pasar Global
Bambu memiliki sejumlah keunggulan yang menjadikannya alternatif unggul pengganti kayu, seperti sifatnya yang kuat, lentur, dan mudah dibentuk. Sifat ramah lingkungan bambu dan siklus panennya yang jauh lebih cepat dibandingkan kayu, memberikan manfaat keberlanjutan.
Bahkan, bambu dapat direkomendasikan sebagai bahan konstruksi tahan guncangan di wilayah rawan gempa. Inovasi teknologi seperti bamboo laminated kini memungkinkan bambu diolah menjadi produk berkualitas tinggi dengan tampilan modern yang mendukung tren eco-resort di industri pariwisata.
Peluang pasar global sangat besar. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), Reni Yanita, menyampaikan bahwa konsumen dunia kini semakin mengutamakan produk berkelanjutan dengan bahan yang tidak menimbulkan kerusakan alam.
Riset dari Riset Grand View Research memproyeksikan pasar furnitur ramah lingkungan akan meningkat signifikan dari $43,26 miliar pada tahun 2022 menjadi $83,76 miliar pada 2030.
Pertumbuhan ini membuka kesempatan besar bagi bambu untuk mengambil alih pangsa pasar kayu, karena produksinya tidak berkaitan dengan isu deforestasi.
Tantangan Kualitas dan Peningkatan Kapasitas
Meskipun potensi pasar cerah, industri pengolahan bambu di Indonesia menghadapi tantangan terkait standar kualitas bahan baku industri yang belum konsisten dan teknologi permesinan yang masih sederhana di tingkat pelaku usaha. Reni Yanita juga menyoroti kebutuhan peningkatan keterampilan sumber daya manusia.
"Pengetahuan mengenai diversifikasi produk dan tren desain global juga perlu diperluas agar industri bambu Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara yang lebih maju, seperti China, yang telah memiliki ekosistem bambu modern dan terintegrasi,” ungkapnya.
Fokus perbaikan kini diletakkan pada aspek pengolahan pascapanen, yang sangat menentukan kualitas bahan baku akhir. Upaya ini dilakukan melalui program pelatihan teknis yang bekerja sama dengan lembaga pelestari bambu. Peningkatan kapasitas ini juga didukung dengan fasilitasi mesin-mesin modern kepada perajin.
Plt. Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, Yedi Sabaryadi menambahkan bahwa penggunaan mesin-mesin ini telah meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi perajin secara signifikan. Peningkatan ini memungkinkan perajin lokal menerima pesanan besar.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News