Ekspansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia direncanakan untuk semakin diperluas ke pasar global. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk membentuk arah baru diplomasi ekonomi di era Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu kawasan yang dinilai memiliki potensi besar untuk memasarkan karya dalam negeri adalah Amerika Latin. Namun, kawasan tersebut sudah lama tidak menjadi prioritas kerja sama Indonesia, meskipun potensinya sangat besar.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Faris Al-Fadhat, M.A., Ph.D., melalui keterangannya di umy.ac.id mengatakan, ada peluang ekonomi besar di Amerika Latin, tetapi belum sepenuhnya dilirik oleh BUMN di Indonesia.
Ekspansi BUMN disebutnya merupakan strategi yang sudah dirintis di era Presiden Joko Widodo yang berlanjut di kepemimpinan saat ini. Amerika Latin sendiri adalah kawasan yang memiliki potensi besar, tapi masih minim dieksplorasi jika dibandingkan Eropa, Asia Tenggara, atau Afrika.
“Ke depan, holding company akan semakin sedikit, dan itu memperjelas arah peran BUMN dalam ekspansi luar negeri,” paparnya.
Diaspora sebagai Sarana Perkuat Pengaruh Indonesia di Dunia
Untuk mendukung hal tersebut, diaspora memiliki peran penting untuk membantu ekspansi BUMN ke Amerika Latin. Dalam konteks diplomasi ekonomi Indonesia saat ini, diaspora berperan sebagai penghubung sosial, fasilitator kerja sama, dan penyedia intelijen pasar—kapasitas ini sering tidak dimiliki oleh struktur formal negara.
Pakar diplomasi dan hubungan internasional UMY, Dr. Ratih Herningtyas, M.A., dalam keterangannya menjelaskan pentingnya diaspora yang dapat membuka akses, membangun kepercayaan, dan memfasilitasi hubungan jangka panjang di negara tujuan ekspansi. Hal ini tentu berbeda dengan pendekatan ekspansi BUMN yang dilakukan oleh pemerintah yang cenderung formal.
“Ekspansi itu akan menjadi mungkin jika ada infrastruktur yang melengkapi, termasuk siapa yang membuka akses dan siapa yang akan “oiling the wheels” dari proses kerja sama,” katanya.
Menurut Ratih, saat ini peran diaspora selama ini hanya terfokus pada remitansi, budaya, dan promosi wisata. Padahal, perannya bisa jauh lebih luas.
“Diaspora itu tinggal dan berinteraksi lama di suatu negara, sehingga mereka mengetahui secara langsung perkembangan di negara tersebut. Informasi yang mereka miliki bisa menjadi bagian dari strategi penetrasi pasar bagi BUMN,” imbuhnya.
Kedekatan emosial dan kultural yang dibangun diaspora Indonesia dapat menjadi modal dalam membangun hubungan people-to-people. Jika kepercayaan publik semakin kuat, artinya peluang kerja sama pun akan lebih cepat terbentuk.
“Diaspora juga dapat menjadi jembatan dalam proses negosiasi, membantu memahami konteks sosial-politik setempat, serta memetakan peluang bisnis yang relevan dengan kebutuhan publik lokal. Mereka berperan dalam membangun citra positif Indonesia sebagai mitra yang dapat dipercaya, yang menjadi fondasi penting bagi ekspansi BUMN di kawasan yang semakin kompetitif,” jelas Ratih.
Potensi PT Pindad di Amerika Latin
Salah satu BUMN yang dianggap memiliki potensi moncer untuk memperluas ekspansinya di Amerika Latin adalah PT Pindad. Bahkan, disebut bahwa PT Pindad dapat memasok alutsista alternatif bagi negara-negara Amerika Latin tanpa harus terjebak dalam persaingan geopolitik poros besar, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia.
Hal ini disampaikan oleh Dosen Hubungan Internasional UMY lainnya, Rafyoga Irsandana, M.I.S, Ph.D. Menurutnya, di tengah naiknya kebutuhan keamanan akibat maraknya aktivitas kartel dan kelompok kriminal bersenjata di kawasan tersebut, pilihan untuk mengimpor persenjataan dari negara yang tidak terafiliasi dengan blok politik global bisa menjadi pilihan.
Di sini, Indonesia sebagai negara nonblok yang memiliki prinsip politik luar negeri bebas aktif dinilainya menjadi kekuatan utama. Pembelian produk alutsista dari Indonesia juga disebutnya relatif bebas dari risiko geopolitik.
“Ketika sebuah negara membeli persenjataan dari Amerika atau Tiongkok, mereka bisa otomatis diasosiasikan dengan blok tertentu. Indonesia menawarkan risiko geopolitik yang rendah karena posisi strategis kita independen,” jelasnya.
Lebih lanjut, negara-negara Amerika Latin akan merasa lebih fleksibel dan tidak terbebani secara politik saat membeli alutsista asal Indonesia dibandingkan negara-negara lain yang memungkinkan membawa dampak diplomatik tertentu. Rafyoga mengimbuhkan, PT Pindad pun memiliki rekam jejak yang kredibel untuk memproduksi alat-alat pertahanan sejak pra-kemerdekaan Indonesia.
Namun, ia tak menampik jika kawasan Amerika Latin dan Karibia masih belum betul-betul dibidik secara optimal oleh industri pertahanan Indonesia, meskipun kebutuhan alutsista di sana tinggi. Akan tetapi, hal inilah yang justru membuka peluang bagi PT Pindad untuk dapat menawarkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau.
Rafyoga mengatakan, meskipun peluang besar itu ada, tetap ada tantangan yang menanti. Persaingan dari pemasok lama, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia disebutnya masih sangat kuat. Tak hanya itu, dinamika politik domestik Amerika Latin juga bisa memengaruhi kesinambungan kontrak pertahanan.
Oleh karena itu, penting untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri agar nantinya alutsista buatan lokal dapat masuk ke pasar Amerika Latin dengan solid.
“Menjual alutsista itu rangkaiannya panjang. Tidak hanya menjual barang, tetapi juga spare parts, maintenance, hingga upgrade produk,” pungkasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News