fenomena viral rahim copot mengapa edukasi persalinan aman masih menjadi tantangan di indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Fenomena Viral Rahim Copot: Mengapa Edukasi Persalinan Aman Masih Menjadi Tantangan di Indonesia?

Fenomena Viral Rahim Copot: Mengapa Edukasi Persalinan Aman Masih Menjadi Tantangan di Indonesia?
images info

Fenomena Viral Rahim Copot: Mengapa Edukasi Persalinan Aman Masih Menjadi Tantangan di Indonesia?


Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial kembali diramaikan oleh sebuah video yang menampilkan seorang Dokter Gia Pratama Putra membahas kasus pasien yang mengalami "rahim copot" setelah menjalani proses persalinan dengan bantuan dukun beranak. Konten tersebut dengan cepat menarik perhatian publik khususnya Gen Z yang memunculkan berbagai tanggapan mengenai persalinan, keselamatan ibu, hingga kualitas literasi terhadap kesehatan di Indonesia.

Istilah "rahim copot" sebenarnya bukan istilah resmi dalam dunia medis. Ungkapan tersebut merujuk pada kondisi prolaps uteri, yaitu keadaan ketika rahim turun atau keluar dari posisi alaminya karena struktur penopang di daerah panggul sedang melemah. Kondisi ini dapat dipicu oleh proses persalinan yang tidak ditangani dengan tepat, terutama ketika tidak ada pemantauan medis yang memadai.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa persoalan persalinan bukan hanya berkaitan dengan aspek biologis, tetapi juga erat dengan faktor sosial, budaya, dan akses informasi. Munculnya kasus seperti ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami risiko melahirkan tanpa tenaga kesehatan profesional. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa praktik berisiko semacam ini tetap bertahan, dan langkah apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang?

Memahami Prolaps Uteri: Kondisi Serius yang Sering Disalahpahami

Prolaps uteri merupakan kondisi ketika otot dasar panggul, jaringan ikat, dan struktur penopang rahim melemah sehingga menyebabkan rahim bergeser turun menuju atau keluar melalui vagina. Situasi ini dapat muncul setelah proses persalinan, terutama apabila penanganannya tidak dilakukan dengan benar. Kesalahan prosedur, teknik pertolongan yang kurang tepat, atau dorongan mengejan yang tidak terkontrol dapat memberikan tekanan yang berlebihan pada jaringan penopang rahim (Erwinanto, E. 2015).

Risiko komplikasi tersebut semakin besar ketika persalinan ditangani oleh tenaga nonmedis, misalnya dukun beranak yang tidak memiliki pengetahuan obstetri. Pada praktik seperti ini, kemungkinan terjadinya cedera jaringan, robekan, infeksi, hingga prolaps uteri meningkat. Ketiadaan alat medis, minimnya pemahaman anatomi tubuh ibu, serta ketidakmampuan menangani komplikasi yang muncul membuat kondisi yang awalnya sederhana dapat berkembang menjadi lebih serius.

Fenomena viral tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kesenjangan pengetahuan mengenai risiko persalinan tanpa tenaga kesehatan profesional.

Mengapa Masyarakat Masih Memilih Dukun Beranak?

1. Kedekatan emosional dan kepercayaan budaya 

Hubungan yang terjalin turun-menurun membuat kepercayaan terhadap dukun beranak tetap kuat. Dukun beranak sering dianggap sebagai sosok yang dekat secara emosional dan memahami kebutuhan ibu secara lebih personal. Mereka sering dipandang sebagai bagian dari tradisi keluarga sehingga kehadirannya memberi rasa nyaman yang tidak selalu dirasakan saat melahirkan di fasilitas kesehatan.

2. Persepsi keliru mengenai biaya persalinan

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa persalinan di rumah sakit membutuhkan biaya besar. Padahal, pemerintah sudah menyediakan layanan kesehatan seperti Jaminan Kesehatan nasional (JKN) yang dapat menanggung biaya persalinan, baik normal maupun melalui pembedahan. 

3. Rendahnya literasi kesehatan reproduksi 

Kurangnya pemahaman mengenai risiko medis saat persalinan menjadi salah satu penyebab utama masyarakat memilih metode nonmedis. Masih banyak yang menganggap melahirkan secara "alami" tanpa tenaga kesehatan lebih aman, padahal proses kelahiran sangat dinamis dan dapat berubah menjadi situasi gawat darurat dalam waktu singkat apabila tidak dipantau secara profesional. 

4. Keterbatasan akses layanan kesehatan

di sejumlah wilayah terpencil, jarak menuju puskesmas, klinik, atau rumah sakit masih menjadi kendala. Kondisi geografis yang menyulitkan transportasi menyebabkan dukun beranak menjadi pilihan yang dianggap paling mudah dijangkau.

Tantangan Besar: Edukasi Persalinan Aman di Indonesia 

Walaupun pemerintah telah menjalankan berbagai program penyuluhan kesehatan, kasus "rahim copot" yang menjadi viral menunjukkan bahwa penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi masih menghadapi banyak hambatan. Beberapa tantangan utama yang perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut.

1. Informasi salah yang cepat menyebar di media sosial

Di era digital, informasi yang tidak akurat sering lebih mudah menarik perhatian dan menyebar luas dibandingkan penjelasan tentang medis yang benar. Alur viralitas konten yang sensasional membuat masyarakat lebih mudah mempercayai rumor, mitos, atau pengalaman personal yang belum tentu didukung oleh bukti ilmiah.

2. Minimnya pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi reproduksi

Masih banyak perempuan yang belum memperoleh pendidikan, mulai dari struktur organ, proses persalinan, hingga potensi komplikasi. Keterbatasan pengetahuan ini membuat mereka rentan menerima informasi yang keliru dan sulit membedakan risiko yang bersifat medis dengan narasi yang tidak berdasar.

3. Komunikasi tenaga kesehatan yang belum optimal

Sebagian ibu merasa interaksi dengan tenaga medis kurang hangat atau kurang mampu menjelaskan kondisi secara sederhana namun jelas. Berdasarkan hal tersebut, komunikasi yang baik, empatik, dan mudah dipahami sangat penting untukk membangun rasa percaya dan mendorong ibu untuk memilih pelayanan persalinan yang aman.

Solusi: Memperkuat Literasi dan Layanan Persalinan Aman

1. Meningkatkan edukasi kesehatan reproduksi sejak dini

Informasi mengenai proses persalinan aman perlu disampaikan tidak hanya kepada ibu hamil, tetapi juga melalui jalur pendidikan formal seperti sekolah, kegiatan posyandu, serta forum komunitas. Pemahaman yang baik sejak awal dapat membantu masyarakat mengenali risiko dan membuat keputusan persalinan yang lebih aman.

2. Mengoptimalkan peran bidan dan tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan sangat berperan besar dalam menentukan rasa aman bagi ibu. Pendekatan yang lebih humanis, empatik, dan komunikatif dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga ibu hamil lebih terdorong untuk memilih fasilitas kesehatan yang memiliki kompetensi obstetri.

3. Membangun kerja sama antara praktik tradisional dan layanan medis

Alih-alih meniadakan kehadiran dukun beranak, pendekatan kolaboratif dapat menjadi pilihan. Dukun beranak dapat diberdayakan sebagai pendamping nonmedis yang berfungsi mengenali tanda bahaya dan segera mendorong rujukan ke tenaga kesehatan ketika muncul komplikasi. Pola kolaborasi tersebut sudah terbukti efektif di beberapa daerah.

4. Memperkuat layanan maternal di wilayah terpencil

Akses layanan kesehatan yang merata menjadi kunci utama. Peningkatan fasilitas kesehatan, penambahan tenaga medis, serta penyediaan transportasi rujukan yang memadai sangat penting untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terharap praktik persalinan tradisional yang memiliki risiko yang lebih tinggi.

5. Meningkatkan literasi digital 

Di era media sosisal, masyarakat perlu dibekali keterampilan untuk memilah informasi kesehatan yang valid. kampanye publik, Edukasi berbasis komunitas, dan kehadiran tenaga kesehatan di platform digital dapat membantu mengurangi penyebaran informasi yang salah.

Kasus viral mengenai "rahim copot" seharusnya menjadi pengingat bahwa upaya edukasi tentang persalinan aman masih menghadapi banyak hambatan di Indonesia. Tradisi dan kepercayaan masyarakat memang memiliki tempat penting, tapi keselamatan ibu dan bayi tetap harus menjadi pertimbangan utama.

Karena itu, diperlukan penanganan yang lebih ilmiah, aman, dan tetap mengedepankan pendekatan manusiawi agar ibu dan bayi dapat melalui proses tersebut dengan selamat dan sehat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RG
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.