catcalling gangguan publik - News | Good News From Indonesia 2025

Catcalling dan Langkah Preventif Mengakhirinya, Jangan Dinormalisasi!

Catcalling dan Langkah Preventif Mengakhirinya, Jangan Dinormalisasi!
images info

Catcalling dan Langkah Preventif Mengakhirinya, Jangan Dinormalisasi!


Beberapa waktu terakhir, media sosial kembali dipenuhi cerita tentang catcalling. Dari perempuan yang dilecehkan saat berolahraga, sampai anak sekolah yang diteriaki komentar tak pantas oleh orang dewasa di jalanan.

Setiap cerita selalu menghadirkan reaksi yang sama: marah, sedih, dan lelah. Karena sebenarnya, isu ini bukan hal baru.

Kita sudah mendengarnya bertahun-tahun, tetapi kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa catcalling dianggap sesuatu yang biasa. Bahkan ada yang menganggapnya gurauan yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Padahal, bagi korban, catcalling bukan sekadar kata yang melintas begitu saja. Ia sering meninggalkan rasa takut yang menetap. Ada yang memilih pulang lebih cepat, mengganti rute perjalanan, atau menghindari pakaian tertentu karena tidak ingin menjadi sasaran.

Ada pula yang mulai ragu untuk keluar sendirian, meski hanya untuk membeli sesuatu di minimarket dekat rumah. Semua ini menunjukkan bahwa catcalling bukan persoalan sepele, tetapi persoalan martabat manusia.

Mengapa Catcalling Masih Terjadi?

Catcalling tumbuh dari budaya yang menormalisasi komentar terhadap tubuh orang lain. Banyak yang menganggap tindakan itu sebagai bentuk pujian. Padahal, tubuh seseorang bukan ruang publik yang boleh diberi komentar tanpa diminta.

Cara pandang ini telah lama diajarkan, diwariskan, dan diterima begitu saja, sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang melanggar batas privasi dan rasa aman orang lain.

Di sisi lain, ruang publik yang seharusnya menjadi tempat seluruh warga merasa aman malah berubah menjadi ruang yang penuh kewaspadaan bagi sebagian orang, terutama perempuan.

Ketika komentar tidak sopan dianggap wajar, masyarakat perlahan terbiasa untuk menoleransinya. Inilah yang membuat catcalling terus berulang dari generasi ke generasi.

Dampak Psikologis yang Sering Diabaikan

Banyak orang hanya melihat catcalling sebagai komentar verbal. Namun dampaknya jauh lebih dalam. Beberapa korban menyampaikan bahwa catcalling membuat mereka merasa tidak berharga, terancam, atau kehilangan rasa percaya diri. Bahkan ada korban yang mengalami kecemasan ketika harus kembali melewati lokasi yang sama.

Rasa tidak aman ini menghambat kebebasan seseorang untuk beraktivitas. Kawan GNFI tentu setuju bahwa setiap orang berhak menikmati ruang publik tanpa rasa takut.

Ketika suara seseorang tiba-tiba diteriakki dari belakang, ketika tubuh seseorang dijadikan bahan candaan, ketika langkah seseorang dipenuhi ketegangan karena takut disapa sembarangan, di situlah kita menyadari bahwa catcalling bukan persoalan sensitivitas berlebihan.

Ia adalah pelanggaran terhadap kenyamanan dasar sebagai manusia.

Catcalling Bukan Tradisi, tapi Tindakan yang Harus Diubah

Ada anggapan bahwa “begitulah budaya di sini”. Namun budaya bukan alasan untuk mempertahankan sesuatu yang merugikan.

Budaya bisa berubah. Masyarakat bisa belajar. Dan perubahan selalu dimulai dari kesadaran bahwa perilaku tertentu tidak boleh dibiarkan.

Catcalling bukan bentuk perhatian. Ia bukan pujian. Ia bukan candaan. Ia adalah bentuk pelecehan verbal yang mengganggu rasa aman, dan tidak ada alasan untuk membenarkannya.

Mengapa Kita Perlu Bicara tentang Ini Sekarang?

Perkembangan digital membuat semakin banyak korban berani bersuara. Setiap video, setiap unggahan, dan setiap cerita yang viral menunjukkan betapa luasnya masalah ini.

Ketika korban menceritakan apa yang mereka alami, sebenarnya mereka sedang mengajak kita semua untuk melihat bahwa ada persoalan mendasar yang perlu dibenahi.

Kawan GNFI, kita tidak bisa mengharapkan perubahan jika kita tidak membangun budaya saling menghormati. Kita tidak bisa berharap ruang publik menjadi aman jika pembiaran masih lebih sering terjadi daripada keberpihakan pada korban.

Langkah-Langkah Konkret untuk Mengakhiri Catcalling

Perubahan tidak hanya membutuhkan aturan, tetapi juga kebiasaan baru yang dibangun bersama. Berikut beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan berbagai pihak.

Pertama, edukasi sejak dini. Anak-anak perlu diajarkan bahwa menghormati tubuh orang lain adalah prinsip dasar kehidupan sosial.

Mereka perlu memahami bahwa setiap orang berhak merasa aman, dan komentar yang tidak diminta dapat melukai.

Kedua, ruang publik harus dilengkapi dengan sistem keamanan yang jelas. Kamera pengawas, penerangan yang baik, dan jalur pelaporan yang mudah dapat membantu korban merasa lebih terlindungi.

Semakin terbuka ruang bagi korban untuk melaporkan, semakin kecil peluang tindakan ini dianggap sepele.

Ketiga, perusahaan dan institusi pendidikan perlu membangun budaya antipelecehan. Banyak catcalling terjadi di sekitar area kerja atau kampus.

Lembaga perlu memiliki aturan tegas, sesi edukasi rutin, dan mekanisme pelaporan yang tidak mengintimidasi korban.

Keempat, masyarakat harus berhenti menjadi penonton pasif. Ketika kita melihat seseorang dilecehkan, bentuk keberpihakan sederhana seperti menawarkan bantuan, mencatat kejadian, atau menegur dengan aman dapat membuat perbedaan besar. Keberanian kecil dapat menjadi penanda bahwa perilaku itu tidak diterima.

Kelima, individu perlu belajar menetapkan batasan. Mengatakan tidak, menunjukkan ketidaknyamanan, atau menghindari interaksi yang tidak sehat bukan sikap berlebihan. Itu adalah bentuk perlindungan diri, sesuatu yang sangat wajar dilakukan.

Jika langkah-langkah ini diterapkan bersama, kita dapat menciptakan ruang publik yang ramah bagi semua. Catcalling bukan bagian dari identitas bangsa. Ia hanya akan terus hidup jika kita memilih untuk diam. Namun ketika masyarakat bergerak, perubahan akan selalu mungkin terjadi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

EG
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.