Fasad elegan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag tampak selayaknya rumah bangsawan Eropa zaman dahulu. Arsitekturnya klasik, menambahkan kesan mewah dan anggun sekaligus.
Gedung KBRI Den Haag sudah dibangun sejak tahun 1913. Bangunan cantik ini dulunya adalah kediaman keluarga Willem Scheurleer, seorang banker termasyhur asal Belanda.
Diarsiteki oleh M.A & J.J. van Nieukerken, model rumah Scheurleer dulunya sangat populer di kalangan orang kaya Belanda. Melansir dari situs Ministerie van Onderwijs, Cultuur en Wetenschap, bangunan yang terletak di Tobias Asserlaan 8, 2517 KC, Den Haag itu berstatus sebagai Rijksmonument atau monumen nasional.
Rumah tersebut diakui sebagai salah satu bangunan bersejarah Belanda yang sudah didaftarkan sejak tahun 1994. Sampai saat ini, bangunannya masih sangat terawat dan menjadi salah satu contoh representatif yang menggambarkan bagaimana kehidupan hartawan Negeri Kincir Angin itu di masa lalu.
Jejak Bersejarah KBRI Den Haag
Menyadur dari KBRI Den Haag, awalnya gedung ini punya halaman yang amat luas. Bahkan, terdapat lapangan tenis dan kolam yang dapat digunakan oleh anggota keluarga Scheurleer di waktu senggang.
Mereka tinggal di rumah megah itu selama kurang lebih 20 tahun. Namun, krisis keuangan Amerika Serikat yang terjadi saat itu ikut berdampak besar pada gulden Belanda dan pound Inggris.
Akibatnya, bank milik Scheurleer bangkrut. Ia dan keluarganya terpaksa meninggalkan rumah hangat yang penuh kenangan itu.
Sebenarnya, bukan hanya rumah keluarganya yang terdampak. Scheurleer yang merupakan seorang kolektor barang antik juga memiliki beberapa museum, salah satunya Museum Arkeologi Scheurleer di Den Haag.
Akan tetapi, krisis ekonomi saat itu benar-benar membuat asetnya hilang. Ia menutup museum-museum dan rumah miliknya.
Rumah keluarga itu kemudian dilelang dan dibeli oleh Incasso Bank, yang seiring berjalannya waktu terus mengalami rangkaian merger panjang hingga akhirnya menjadi bagian dari ABN Amro—sebuah lembaga keuangan besar yang berkantor di Amsterdam, sekaligus salah satu bank terbesar di Belanda.
Sejak saat itu, rumah Scheuleer difungsikan sebagai kantor. Pada tahun 1963, Indonesia membeli dan menggunakan bangunan itu sebagai kantor kedutaannya.
Sebelum menempati gedung bersejarah tersebut, KBRI Den Haag sempat berpindah beberapa kali. Hal itu dimulai saat Indonesia mendirikan Komisariat Agung Republik Indonesia Serikat di jalan R.J. Schimmelpennincklaan 3, Den Haag, pada tahun 1950 pasca-pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
Kemudian, bersamaan dengan lika-liku hubungan diplomatik Indonesia-Belanda yang tak berjalan mulus, pada 1954, Komisariat Agung Indonesia pindah ke Prinsessegracht 21, Den Haag. Dua tahun setelahnya, Komisariat Agung Indonesia resmi berubah menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Namun, di tahun 1960, Indonesia sempat memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Belanda. Pada tahun 1963, saat dua negara sepakat untuk memulihkan hubungan, kantor KBRI pun dipindah ke Tobias Asserlaan 8, Den Haag, yang merupakan rumah milik Scheurleer.
Hingga saat ini, kantor KBRI Den Haag masih tetap menempati bangunan bersejarah itu. Pemerintah Indonesia pun masih mempertahankan arsitektur asli gedung tersebut.
Tak banyak perubahan besar yang dilakukan. Akan tetapi, untuk menghargai aset bersejarah itu, keluarga besar KBRI Den Haag terus berkomitmen merawat dan menjaganya dengan baik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News