mengenal sgs yang disebut menkeu purbaya mau gantikan bea cukai pernah dipakai saat orba - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal SGS yang Disebut Menkeu Purbaya Mau Gantikan Bea Cukai: Pernah "Dipakai" Saat Orba

Mengenal SGS yang Disebut Menkeu Purbaya Mau Gantikan Bea Cukai: Pernah "Dipakai" Saat Orba
images info

Mengenal SGS yang Disebut Menkeu Purbaya Mau Gantikan Bea Cukai: Pernah "Dipakai" Saat Orba


Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa memberikan peringatan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai RI untuk memperbaiki kinerja pelayanannya. Ia mengultimatum akan “membekukan” lembaga tersebut jika kinerjanya tak kunjung diperbaiki.

Purbaya menyoroti kritikan publik yang mengatakan keterlibatan Bea Cukai dalam praktik barang ilegal. Ia pun tak menampik jika sempat ada wacana untuk menjalankan sistem kepabeanan dan cukai seperti di zaman Orde Baru dahulu yang dilakukan oleh Societe Generale de Surveillance (SGS).

"Jadi, sempat ada wacana kalau kita tidak bisa memperbaiki kinerja Bea Cukai, maka akan dijalankan seperti tahun dulu, waktu zaman Orde Baru, SGS, yang menjalankan pengecekan di custom kita," kata Purbaya dikutip dari ANTARA.

Meskipun demikian, jebolan salah satu kampus di Amerika Serikat itu mengungkap bahwa SGS hanyalah langkah cadangan. Namun, apabila bea cukai tidak memperbaiki kinerja internalnya, bukan tak mungkin jika pemerintah akan betul-betul mengembalikan sistem pengecekan kepabeanan dan cukai lewat SGS.

Kurang lebih 16.000 pegawai akan terancam dirumahkan jika perbaikan menyeluruh dalam internal Bea Cukai tidak segera dilakukan.

Apa Itu SGS?

Societe Generale de Surveillance (SGS) adalah sebuah perusahaan multinasional asal Swiss yang bergerak di bidang inspeksi, verifikasi, pengujian, dan sertifikasi. Secara harfiah, dari namanya, lembaga ini berarti Perusahaan Jasa Pengawasan Umum.

Berkantor pusat di Jenewa, Swiss, SGS memiliki jaringan global yang amat luas. Perusahaan ini memiliki banyak kantor dan laboratorium di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Menyadur dari situs resminya, SGS didirikan pada 1878 di Rouen, Prancis oleh Henri Soldstuck. Awalnya, perusahaan ini bertindak sebagai perusahaan yang melakukan inspeksi pada pengiriman biji-bijian Prancis di salah satu pelabuhan terbesar di negeri fesyen itu.

Kemudian, bisnis itu berkembang pesat. Pada tahun 1879, beberapa kantor baru di tiga Pelabuhan besar Prancis—Le Havre, Dunkirk, dan Marseille—pun dibuka.

Tahun 1915, kantor pusatnya dipindahkan dari Paris ke Jenewa. Empat tahun berselang, nama Societe Generale de Surveillance (SGS) resmi diadopsi dan dipakai hingga sekarang.

Bisnis SGS terus meluas dari tahun ke tahun. Dari yang awalnya hanya menginspeksi biji-bijian, sekarang layanan mereka sudah mencakup berbagai hal, termasuk mesin, barang industri, sektor minyak, gas, dan kimia, industri mineral, sampai pada lembaga pemerintahan. SGS turut menyediakan layanan konsultasi lingkungan bagi klien mereka.

Kini sudah ada 2.700 laboratorium dan fasilitas bisnis SGS yang tersebar di hampir setiap negara di dunia. Cabang Indonesia sendiri sudah beroperasi sejak 1985 dan mempekerjakan lebih dari 400 profesional dari berbagai latar belakang industri di Indonesia.

Kantor pusat SGS Indonesia ada di Jakarta Selatan. Akan tetapi, ada juga banyak cabang di kota lain, seperti Medan, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Manado, Surabaya, dan Semarang.

Sebagai perusahaan bertaraf internasional, SGS menawarkan layanan utama, seperti inspeksi dan verifikasi, pengujian, dan setifikasi. Lebih dari itu, SGS juga menawarkan pelatihan dan konsultasi untuk membantu lembaga atau organisasi dapat memahami regulasi, standar mutu, dan praktik terbaiknya.

Sebagai lembaga independen, SGS membantu menjamin kualitas dan keamanan barang saat barang tersebut diperdagangkan lintas negara. Dikatakan bahwa laporan dari SGS acap kali dijadikan tolok ukur objektif dari standar kualitas dan keandalan produk atau layanan.

Indonesia Pernah “Pakai” SGS di Masa Orba

Di masa Orde Baru, banyak terjadi penyelewengan dan korupsi di Bea dan Cukai. Merangkum dari mediakeuangan.kemenkeu.go.id yang dikelola Kemenkeu RI, banyak praktik penyelundupan dan penyelewengan di Bea Cukai. Ini dikarenakan banyak terjadi kongkalikong antara Bea Cukai dengan importir penyelundup.

Saat itu, posisi Menteri Keuangan dijabat oleh Ali Wardhana. Tahun 1971, saat Ali mengunjungi kantor Bea Cukai, ia mendapati pegawai tengah bersantai. Desas-desus soal penyelundupan ratusan ribu baterai jenama top juga didengar olehnya.

Padahal, saat itu ia baru memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji pada petugas. Tentu saja kenaikan gaji itu disertai tuntutan untuk menaikkan pelayanan dan memastikan tiada penyelewengan di dalamnya.

Sebagai respons keras, Ali memutasi pejabat eselon. Sayangnya, tak ada perubahan berarti yang terjadi sampai jabatan Menkeu diisi oleh Radius Prawiro pada 1983.

Di tangan Radius, penyelewengan dan penyelundupan masih belum lenyap. Bahkan, banyak pengusaha yang mengeluhkan aparat Bea dan Cukai Indonesia yang berbelit-belit hingga berujung pungutan liar.

Akhirnya, pemerintah pun berdiskusi. Sebagai hasilnya, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.

Dari sinilah sebagian wewenang Ditjen Bea Cukai dipercayakan pada SGS di tahun 1985. Kewenangan itu berlaku hingga sepuluh tahun sampai akhirnya dikembalikan sepenuhnya pada Ditjen Bea Cukai lewat UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan mulai diberlakukan penuh pada 1997.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.