Di tengah riuh rendah perkembangan teknologi yang makin masif saat ini sering kali terdengar sentimen miring mengenai penggunaan teknologi. Stigma bahwa Kecerdasan Buatan atau AI adalah jalan pintas menuju kemalasan intelektual memang santer terdengar di berbagai ruang diskusi.
Namun mari kita telaah ulang realitasnya dengan kepala dingin untuk melihat apakah benar demikian adanya atau justru kita yang sedang gagap menghadapi tuntutan zaman. Tantangan terbesar produktivitas di abad ke-21 ini sebenarnya bukan lagi soal kurangnya akses informasi karena justru kita sedang mengalami banjir informasi.
Masalah utamanya adalah keterbatasan waktu dan kapasitas biologis otak manusia untuk memproses semuanya dalam 24 jam. Integrasi AI ke dalam rutinitas harian sebenarnya adalah sebuah strategi untuk mengubah pola kerja dari sekadar kerja keras menjadi kerja cerdas.
Peran pertama AI dalam ekosistem produktivitas modern berfungsi sebagai akselerator. Bayangkan kehidupan akademisi atau profesional yang harus melahap puluhan jurnal dan literatur tebal yang biasanya memakan waktu berhari-hari untuk dipahami. Kini AI mengubah segalanya melalui kemampuannya melakukan sintesis silang antarreferensi.
Teknologi ini tidak digunakan untuk menuliskan tugas secara curang melainkan dimanfaatkan untuk meringkas materi kompleks dan mengekstrak poin kunci dalam hitungan detik. Proses belajar pun tidak berhenti di situ agar tidak menjadi pasif.
Fitur pembuatan kuis atau quiz generation yang dipersonalisasi dari materi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai cara ampuh untuk menguji pemahaman secara langsung. Lebih jauh lagi urusan administratif yang sering melelahkan seperti mencatat notulen saat rapat atau kuliah kini dapat diambil alih oleh fitur notulensi otomatis.
Dampaknya luar biasa karena energi mental yang tadinya habis untuk menyalin ucapan kini sepenuhnya tercurah untuk mendengarkan lawan bicara serta menjaga kontak mata dan berdiskusi kritis dengan empati yang utuh sehingga koneksi antar manusia justru makin kuat.
Naik ke level selanjutnya AI berperan sebagai mitra strategis karena produktivitas sejati bukan cuma soal cepat selesai tapi soal kualitas keputusan. Kemampuan komputasi AI dapat dimanfaatkan untuk menganalisis data dalam jumlah besar dan merancang simulasi risiko. Pemetaan skenario dari rencana A hingga rencana D dapat dilakukan dengan cepat guna melihat variabel atau titik buta yang sering luput dari mata manusia.
Bahkan saat mengalami kebuntuan ide atau writer’s block maka AI bukanlah mesin penjawab instan melainkan teman brainstorming. Interaksinya lebih mirip dialog karena ia menawarkan perspektif objektif dan sudut pandang liar yang menyegarkan yang kemudian dapat dikurasi dan dikembangkan kembali dengan sentuhan orisinalitas.
Pendekatan ini ternyata punya landasan ilmiah yang kuat sebagaimana dibahas dalam tulisan menarik dari Koh dan Doroudi pada tahun 2023 bertajuk “Learning, Teaching, and Assessment with Generative Artificial Intelligence: Towards a Plateau of Productivity”. Tulisan tersebut menyoroti perbedaan mendasar antara dua tipe penggunaan alat yaitu Cognitive Offloading dan Cognitive Extending.
Cognitive Offloading adalah ketika beban pikiran dilepas sepenuhnya ke alat seperti terima beres esai buatan AI yang memang menumpulkan kemampuan sehingga harus dihindari. Sebaliknya fokus utama yang harus diterapkan adalah Cognitive Extending yaitu menggunakan AI untuk memperluas jangkauan nalar.
Dengan menyerahkan tugas repetitif hafalan dan pengolahan data mentah ke mesin maka ruang mental menjadi jauh lebih luas. Kapasitas otak dapat dialihkan untuk melakukan hal yang belum bisa ditiru mesin seperti berpikir tingkat tinggi atau higher-order thinking serta kreativitas kontekstual dan kepekaan rasa.
Kesimpulannya batas tipis antara malas dan cerdas terletak pada niat dan metodenya. Masa depan produktivitas adalah tentang orkestrasi yang harmonis antara intuisi manusia dan komputasi mesin. Saat ini kita sedang mendaki apa yang disebut dalam siklus teknologi sebagai Slope of Enlightenment atau Lereng Pencerahan.
Dengan menjadikan AI sebagai Cognitive Extender maka pekerjaan tidak hanya selesai lebih cepat tetapi pemikiran juga jadi lebih tajam dan komprehensif.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News