Kiky Krumnikl adalah diaspora Indonesia yang tinggal di Republik Cekoslowakia. Di negara Eropa Tengah yang disebutnya memberikannya banyak kemudahan itu ia melangsungkan kehidupan, dari mulai belajar hingga membangun keluarga.
Selama satu dekade lebih Kiky telah menetap di Ceko setelah sebelumnya sempat merasakan magang beberapa bulan ketika masih berkuliah di Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, Semarang. Setelah lulus, ia kemudian kembali ke Ceko untuk melanjutkan S2 dengan mengambil Kajian Asia sembari bekerja.
Meskipun lulusan Ilmu Komunikasi, Kiky tidak berprofesi selinier dengan jurusannya terdahulu. Ia lama berkecimpung di bagian finansial di sejumlah perusahaan yakni DXC Technology, Tata Consultant Services, Johnson & Johnson, dan kini SAP Prague. Hal itu menandakan tetap ada kesempatan bekerja di luar negeri – terutama di Ceko – asal memiliki semangat dan kemampuan untuk bekerja.
Tidak Lihat Ijazah
Menurut Kiky banyak perusahaan di Ceko khususnya di Kota Praha tidak memandang calon pekerja dari jurusan apa. Asal mau belajar dan memiliki dasar kemampuan maka peluang diterima masih terbuka.
“Kecuali kalau udah level senior ya. Mereka pasti butuh yang kayak 5 to 7 years experience atau graduate di bidang finance,” ujar Kiky kepada Good News From Indonesia dalam segmen Diaspora.
Kiky melihat pengalaman seperti itu dirasakan juga oleh koleganya yang lain, dengan memulai berkarier dari bawah dengan modal ijazah berbeda dengan yang telah dilamar.
“Kalau untuk junior banyak banget perusahaan. Bahkan di perusahaan aku sekarang SAP banyak banget teman-teman junior lulusannya psikologi, kesmas, masuk ke finance,” ucapnya lagi.
Modal Bahasa Inggris
Tinggal dan berkarier di Ceko menurut Kiky tidak selalu bermodalkan harus bisa berbahasa setempat. Ia sendiri mengaku lebih banyak menggunakan bahasa Inggris saat berkomunikasi dengan koleganya di kantor.
“Aku 11 tahun tinggal di Praha bahasa Ceko-ku belum lancar. Bisa dikit-dikit. Jadi ke mana-mana aku pakai bahasa Inggris,” ungkap Kiky.
Namun, bukan berarti bahasa Ceko tidak penting bagi Kiky. Ia menyadari memperdalami bahasa setempat tetap dibutuhkan karena bekerja diperusahaan multinasional negara itu dan di luar pekerjaannya harus berinteraksi dengan warga lokal.
“Sebenarnya much better kalau bisa bahasa lokal. Jadi kayak misalkan meeting sama imigrasi atau apa gitu. Aku harus bawa teman orang Ceko. Sempat kemarin tuh kayak kehilangan dompet harus ke kantor polisi. Polisi enggak bisa bahasa Inggris jadi harus bawa teman Ceko. Jadi tergantung ke mananya, butuh bahasanya. Tapi kalau dalam lingkungan pekerjaan dan sehari-hari Inggris cukup,” kata Kiky.
Kesejahteraan di Lingkungan Kerja
Kiky saat ini telah menjadi warga tetap Ceko setelah lebih dari satu dekade tinggal. Banyak hal yang membuatnya betah melanjutkan hidup di negara yang memiliki banyak kota memesona itu. Salah satunya mengenai kesejahteraan lingkungan kerja.
Berdasarkan pengalamannya, Kiky tidak dituntut terus memonitor pekerjaan saat sedang cuti. Pernah suatu waktu Kiky mengambil cuti dan meyakinkan atasannya bahwa ia siap sedia jika dibutuhkan dari luar kantor. Namun, atasannya menolak karena cuti merupakan hak bagi setiap pekerja.
“Mereka sangat respect banget personal life kita. Work life balance-nya kerasa banget. Bahkan kemarin sempat kita lagi ada project yang volume-nya sangat-sangat banyak aku ambil vacation seminggu. Terus aku bilang ke bos aku ‘Aku vacation seminggu bawa laptop kantor ya. If you need someting, just call me this is my number’. Terus dia bilang, ‘Kiky, you are on vacation. Jangan bawa laptop. Tinggalin semuanya. Aku enggak mau kamu kerja saat liburan. Tim kita handle semua.’ Gitu!” cerita Kiky.
Selain itu, Kiky mengapresiasi pemerintah Ceko memberi kemudahan bagi pekerja yang mengambil cuti hamil. Jika di Indonesia cuti hamil maksimal enam bulan, di Ceko bisa lebih dari itu yakni empat tahun!
Selama cuti ibu hamil tidak perlu khawatir karena pemerintah ceko akan memberi mereka uang. Selain itu perusahaan juga dilarang untuk memutus kontrak kerja pekerja yang mengambil hak tersebut. Dari situ, Kiky pun pernah melihat rekan kerjanya yang baru kembali bekerja setelah bertahun-tahun cuti.
“Aku tahu beberapa teman orang Ceko yang anak pertama cuti tiga tahun, lanjut anak kedua cutinya enam tahun. Terus balik ke kantor. Jadi bayangin deh, kamu dulu enam tahun kerja di sini hampir separuh karier,” kata Kiky yang meyakinkan hal itu tidak dipermasalahkan pihak kantor.
Bawa Keramahtamahan Indonesia ke Pekerjaan
Tinggal di Eropa dengan kultur berbeda jelas menghadirkan tantangan bagi banyak orang Indonesia termasuk Kiky sendiri. Sebagai orang Indonesia yang lekat dengan pribadi supel, ia tidak bisa langsung membaur dengan rekan Ceko-nya di pekerjaan karena sifat individualistik yang mereka pegang.
Namun, Kiky tetap berupaya menjaga nilai-nilai ke-Indonesia-an tetap ada dalam dirinya dalam membangun pertemanan meskipun dengan langkah bertahap. Dari situ pun ia menjadi lebih dikenal dan bahkan mulai mendapat kepercayaan untuk menjadi manajer dengan keramahtamahan ala Indonesia-nya.
“Kayak bos aku bilang, ‘Kiky kayaknya you have a chance to be a good manager. Karena kamu very good with people’. Jadi sebenarnya kita orang Indonesia sudah terekspos dengan berbagai macam culture kan. Contoh orang Jawa, Bali, dan lain-lain. Jadi aku di sini ngerasa kayak, ‘Oh ya sebenarnya dulu waktu aku in Indonesia juga diverse. Aksennya beda, culture-nya beda.’ Enggak begitu syok sih kalau aku (di Ceko),” ucap Kiky.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News