Setiap tanggal 4 Desember, Indonesia memperingati Hari Artileri Nasional. Perayaan ini penting untuk merefleksikan peran artileri yang telah mengawal para pejuang sejak era penjajahan Belanda, jatuhnya kekuasaan Jepang, hingga agresi militer yang menjadi bukti kekuatan Indonesia di mata dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artileri mencakup tiga aspek, yaitu senjata untuk melontarkan proyektil, pasukan yang menggerakkan senjata, dan ilmu penggunaannya. Jenis artileri yang paling diketahui masyarakat adalah meriam, mortir, hingga peluncur roket.
Sebagai bahan merenung di Hari Artileri Nasional, mari simak sejarah perkembangan artileri di Indonesia hingga hari ini. Selamat membaca!
Sejarah Perkembangan Artileri di Indonesia
Artileri bukanlah senjata yang asing di benak masyarakat. Sejak era penjajahan, pemerintah Belanda telah melatih anak-anak muda Indonesia untuk ahli dalam penggunaan artileri.
Menurut artikel Antara, Soerie Santoso menjadi salah satu tokoh yang memiliki karir gemilang sebagai mayor artileri pertama dari kalangan pribumi. Beliau berhasil menyelesaikan pendidikannya dari Akademi Militer Kerajaan Belanda dan memegang jabatan sebagai komandan batalyon artileri di Batavia.
Selain itu, muncul nama-nama lain yang telah berkontribusi besar dalam perkembangan artileri di Indonesia, seperti R.M. Pratikno Suryosumarno, Giroth Wuntu, Memet Rahman Ali Soewardi, Abdullah, Rudy Pirngadi, Thjwa Siong Pik, Djoko Prijono, hingga Oerip Soemohardjo.
Namun, titik balik penggunaan artileri dalam mengawal perjuangan para pahlawan dimulai saat Jepang mengakui kekalahan secara resmi pada tanggal 16 Agustus 1945. Sadikin, tokoh artileri dengan pengalaman panjang di KNIL dan pertahanan udara Jepang, menganggap momentum ini sangat tepat untuk merebut persenjataan yang ditinggalkan.
Aksi Sadikin bersama kawan-kawannya ini telah menginspirasi tindakan yang sama di beberapa wilayah di Indonesia. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung para pejuang dalam pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Belanda yang ingin merebut kembali kekuasaannya harus menghadapi perlawanan sengit masyarakat. Salah satunya adalah J. Minggu, mantan prajurit KNIL yang berhasil mengorganisir artileri peninggalan Jepang untuk melawan Belanda.
Setelah peristiwa tersebut, Letnan Oerip Soemohardjo, yang saat itu memegang jabatan sebagai Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat (TKR), menganggap pentingnya mengatur kembali senjata-senjata artileri agar dapat digunakan secara optimal di medan pertempuran.
Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Markas Artileri pertama di Yogyakarta pada 4 Desember 1945, yang kelak diresmikan menjadi Hari Artileri Nasional. Dikutip dari artikel Gen Amikom, R.M. Pratikno Suryosumarno diangkat menjadi Komandan Artileri pertama dan diberi tugas untuk menginventarisasi seluruh artileri sekaligus memberi pelatihan artileri kepada para pemuda sebagai bekal menjaga kedaulatan NKRI.
Pentingnya Hari Artileri Nasional 2025
Ketika mendengar kata Hari Artileri Nasional, di benak kita mungkin akan membayangkan nuansa konflik yang penuh dengan ketegangan. Namun, makna di balik Hari Artileri Nasional tidak hanya sekadar keamanan, melainkan juga menjadi ajang refleksi bagi seluruh pihak untuk melihat perjuangan para pahlawan. Kondisi keterbatasan senjata saat itu tidak menjadi penghalang untuk merebut kemerdekaan di masa lalu, walau hanya dengan sebilah bambu.
Selain itu, perayaan ini juga hadir sebagai sarana edukasi bagi masyarakat akan pentingnya eksistensi artileri bagi kedaulatan dan keamanan Indonesia, khususnya sebagai identitas sekaligus kekuatan agar dapat diperhitungkan di mata dunia.
Namun, yang terpenting dari Hari Artileri Nasional adalah fungsinya sebagai penguat solidaritas TNI dan ‘jeda’ evaluasi untuk mengukur seberapa besar artileri yang dimiliki untuk mempertahankan wilayah kedaulatan NKRI hingga hari ini.
Artileri Indonesia Saat Ini: Senjata Modern yang Dikagumi Negara-Negara ASEAN
Indonesia adalah negara dengan kekuatan militer terbesar di ASEAN. Jumlah prajuritnya yang besar, persenjataan yang modern, hingga sistem pertahanannya yang kuat mampu menarik perhatian global.
Salah satu faktor yang mendukung posisi ini adalah artileri Indonesia yang semakin berkualitas dari waktu ke waktu. Salah satunya melalui kehadiran Rudal Balistik Khan buatan Turki pada tahun 2025.
Dikutip dari artikel Suara Bersama, rudal modern ini dilengkapi dengan keunggulan mobilitas yang tinggi dan kemampuan shoot-and-scoot yang dapat meluncur dan berpindah dengan cepat. Selain itu, sistem navigasinya yang apik dengan GPS, GLONASS, dan inersia mampu mengukur jarak dan mencapai target dengan akurat, bahkan di wilayah yang mengalami gangguan sinyal sekali pun.
Saat ini, Rudal Balistik Khan ditempatkan di Markas Batalyon Artileri Medan 18/Buritkang (Yonarmed 18) di Tenggarong, Kalimantan Timur, sebagai posisi strategis untuk menjaga keamanan perbatasan Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga memiliki daftar panjang artileri canggih lainnya, seperti Meriam Caesar 155mm, Roket Astros II MK6, hingga Weapon Locating Radar berteknologi tinggi. Belum lagi digitalisasi yang dilakukan pemerintah terhadap senjata konvensional dapat meningkatkan kualitas artileri Indonesia pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, sejarah perkembangan artileri Indonesia hingga hari ini. Hari Artileri Nasional menjadi titik awal kebanggaan kita terhadap kekuatan bangsa sendiri, tanpa lupa memahami bagaimana para pahlawan merebut kemerdekaan dengan senjata yang sederhana, tetapi dengan nyali kebangsaan yang besar. Selamat membaca sejarah dan menyelaminya!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News