Permainan tradisional kembali ramai dimainkan. Bukan oleh anak-anak, tetapi para pemuda. Padahal, biasanya kerumunan anak muda lebih dekat dengan layar ponsel. Namun, mereka saat ini tampaknya tengah bernostalgia.
Misalnya, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie. Tahun ini, mereka memutuskan untuk menghadirkan beragam permainan tradisional dalam festival tahunan yang rutin diadakan.
Festival Seni Budaya Bakrie, VALSKRIE tahun 2025 ini mengusung tema “Gebyar Dolan, Mari Tong Lestarikan!”. Digelar di Kampus Plaza Festival, mereka menyajikan tujuh permainan tradisional yang seru.
VALSKRIE adalah proyek akhir dari mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya. Semua dirancang oleh mahasiswa, mulai dari konsep sampai pelaksanaan. Kampus menyebut pendekatan ini sebagai experiential learning, yakni belajar lewat pengalaman langsung.
Tahun ini mereka sepakat memilih permainan tradisional sebagai tema utama. Alasannya, anak muda dinilai semakin jarang bersentuhan dengan permainan seperti Engklek, Boi-boian, atau Rangku alu. Oleh karena itu, mereka ingin menciptakan ruang di mana semua bisa bertemu, bermain, dan ngobrol tanpa perantara layar.
“Setiap tahun tantangan kami adalah memilih konsep yang relevan dengan audiens. Tahun ini kami sengaja mengangkat permainan tradisional agar mahasiswa dan peserta eksternal merasakan langsung komunikasi yang paling natural: bertemu, berinteraksi, dan tertawa bersama saat bermain,” kata Ketua acara, Ruth Putryani Saragih.
Tujuh permainan pun disiapkan di area kampus, di antaranya Patah Kaleng, Engklek, Boi-Boian, Bola Bekel, Lompat Karet, Kerajinan Kulit Jeruk, dan Rangku Alu. Ratusan mahasiswa sampai siswa SMA ikut nimbrung meramaikan festival ini.
Permainan Tradisional sebagai Identitas
Festival ini juga dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha Djumaryo. Dalam sambutannya, ia mengingatkan bahwa permainan tradisional bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah warisan yang harus tetap dilestarikan.
Ia menjelaskan bahwa media sosial sekarang membuka jalan selebar-lebarnya untuk melestarikan dan mengenalkan budaya. Menurutnya, siapa pun bisa berperan mengenalkan permainan tradisional atau tradisi kecil di kampungnya melampaui batas daerah, bahkan negara.

Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha Djumaryo, ikut memainkan permainan tradisional di acara VALSKRIE tahun 2025
“Nenek moyang kita mengajarkan begitu banyak permainan tradisional yang diwariskan turun-temurun. Terima kasih karena melalui Valskrie kalian ikut melestarikan warisan ini,” katanya.
Ia menekankan bahwa anak muda memegang peran penting dalam hal ini. Pelestarian budaya tidak lagi hanya bergantung pada museum atau komunitas tertentu, tetapi juga pada mereka yang mau memotret, menceritakan, dan membagikan hal-hal sederhana tentang tradisi di sekitar mereka. Dari tangan merekalah peluang permainan tradisional untuk menembus dunia luas.
Banyak permainan lokal punya potensi viral jika didokumentasikan dengan baik. Ritme cepat Rangku Alu, misalnya, sangat cocok untuk format video pendek yang digemari Gen Z.
“Gen Z dekat dengan dunia digital. Kedekatan itu bisa menjadi kekuatan untuk menghidupkan kembali tradisi serta memperkenalkan budaya Indonesia ke publik yang lebih luas,” kata Suharyanti, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
VALSKRIE 2025 memperlihatkan bahwa pelestarian budaya tidak melulu harus dijalankan kelompok tertentu saja. Dalam festival in, mahasiswa berperan sebagai motor penggerak, pemerintah memberi dukungan, dan siswa SMA turut meramaikan. Semuanya berjalan dalam ruang yang sama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News