Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra telah menghentikan denyut nadi kehidupan masyarakat. Banyak jalur yang rusak menyebabkan masyarakat tidak bisa melakukan aktivitas keseharian.
Hingga Senin (8/12/2025) pukul 19.00 WIB, dampak bencana alam di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tercatat sangat parah berdasarkan data dari BNPB. Bencana ini telah melanda 52 pemerintah daerah, menyebabkan 961 orang meninggal dunia dan 293 jiwa masih dinyatakan hilang, sementara korban luka-luka mencapai lebih dari 5.000 jiwa.
Kerusakan infrastruktur juga masif, dengan lebih dari 157.000 rumah rusak. Secara keseluruhan, lebih dari 1.200 fasilitas umum mengalami kerusakan, mencakup 199 fasilitas kesehatan, 234 fasilitas pendidikan, 425 tempat ibadah, 234 gedung/kantor, dan 497 bentang jembatan.
“Selain kerusakan yang tercatat, daftar kerugian juga belum mencakup ratusan, bahkan mungkin ribuan, kendaraan bermotor yang hilang tersapu banjir. Hilangnya kendaraan-kendaraan ini, khususnya kendaraan umum, merupakan pukulan telak bagi warga karena fungsinya yang sangat vital untuk mobilitas, distribusi hasil bumi, dan pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari,” jelas Djoko Setijowarno Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ketika dihubungi Good News From Indonesia, Senin (9/12).
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP-DRJD 5958 Tahun 2024 tentang Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Jalan Perintis Tahun 2025, ketiga provinsi di Sumatera yang terdampak bencana telah memiliki basis jaringan transportasi perintis yang mapan. Secara keseluruhan, terdapat 28 trayek angkutan jalan perintis yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Jaringan ini dapat segera diaktifkan dan dioptimalkan untuk mendukung mobilitas pasca bencana,” jelasnya.
Trayek transportasi perintis di Aceh
Trayek perintis di Aceh mencakup rute-rute penting dengan jarak tempuh pulang pergi, yakni Sinabang – Sibigo (188 km), Sinabang – Alafan (278 km), Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (108 km), Meulaboh – Alue Kuyun (106 km), Blang Puuk – Ujung Fatihah (168 km), Subulussalam – Longkib (60 km), Gunung Meriah – Singkil (90 km), Panton Labu – Gampong Bantayan (32 km), Sp 4 Kota Fajar – Mangamat (50 km), Pidie – Laweung (82 km), Kuala Simpang – Tenggulun (86 km), dan Gunung Meriah – Singkohor (54 km).
Di Sumatera Utara terdapat sembilan trayek perintis, termasuk yang menghubungkan wilayah Pulau Nias, yaitu Gunung Sitoli – Teluk Dalam (226 km), Gunung Sitoli – Lahewa (134 km), Lahewa – Afulu (54 km), Tani Jaya – Pangkalan Brandan (74 km), Pantai Buaya – Pangkalan Brandan (60 km), Sihosar – Kabanjahe (50 km), Pematang Raya – Bah Bolon (56 km), Pematang Raya – Nagari Dolok (52 km), dan Pematang Raya – Raya Bosi (22 km).
Sementara itu, Sumatera Barat memiliki tujuh trayek angkutan jalan perintis, beberapa di antaranya melayani daerah terpencil dan kepulauan, yaitu Padang Aro – Uluh Sulti (Kabupaten Solok Selatan, 124 km), Tapan – Indrapura – Air Haji – Balai Salasa – Kambang – Surantih – Batang Kapas – Painan (Kabupaten Pesisir Selatan, 270 km), Terminal Simpang empat – Simpang 3 Ophir – Sungai talang – Pasar Kapar – Pasar Sasak (Kabupaten Pasaman Barat, 50 km), Terminal Simpang Empat – Ujung Gading (Kabupaten Pasaman Barat, 100 km), Pariaman – Urek Kaji – P. Kambar – Parit Malintang – Kantor Bupati Pariaman (48 km), Poltekpel Sumbar – Pasar Usang – Lubuk Alung – Parit Melintang – Kantor Bupati Pariaman (Kabupaten Padang Pariaman, 62 km), dan Tua Pejat – Sioban (Kabupaten Kepulauan Mentawai, 90 km).
Dikatakan olehnya transportasi perintis adalah layanan angkutan yang dibuka untuk melayani daerah-daerah yang secara komersial belum menguntungkan atau belum terjangkau oleh layanan transportasi reguler.
“Ketika 52 Pemerintah Daerah (Pemda) terdampak bencana alam, pemberian transportasi perintis (baik untuk orang maupun barang) akan memberikan manfaat yang sangat besar dalam fase tanggap darurat, transisi, hingga pemulihan,” ucapnya.
Transportasi perintis punya peran sentral
Transportasi perintis memiliki peran sentral dalam pemulihan, khususnya karena mampu menjangkau desa-desa atau wilayah terpencil yang jalur utamanya terputus (terutama akibat kerusakan jembatan dan jalan parah).
Djoko menilai transportasi perintis bisa menjaga stabilitas ekonomi dan harga di daerah pedalaman, layanan angkutan barang perintis harus disediakan guna memastikan pasokan barang pokok tetap tersedia dan biaya logistik tidak melonjak.
Selain itu, untuk mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat di 52 Pemerintah Daerah (Pemda) terdampak, perlu dipertimbangkan penyediaan layanan angkutan gratis bagi warga. Layanan ini mencakup Angkutan Perkotaan, Angkutan Pedesaan dan Angkutan Antar Kota.
“Penyediaan angkutan umum gratis akan memulihkan mobilitas warga untuk kembali bekerja, bersekolah, mengakses ke pasar, dan mengangkut hasil bumi tanpa terbebani biaya transportasi, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi lokal,” paparnya.
Bus perintis dapat digunakan sebagai angkutan sekolah sementara bagi siswa yang sekolahnya rusak atau yang jalur angkutan regulernya terhenti. Begitu juga untuk akses masyarakat ke fasilitas kesehatan yang tersisa. Layanan perintis yang stabil memberikan rasa aman dan normalisasi bagi masyarakat terdampak, menunjukkan kehadiran dan kepedulian pemerintah, serta membantu mengurangi trauma dan kecemasan pasca bencana.
“Secara keseluruhan, transportasi perintis berfungsi sebagai 'urat nadi sementara' yang memastikan konektivitas dasar tetap berjalan, mencegah daerah-daerah tersebut menjadi terisolasi total, dan mempercepat proses transisi dari fase darurat ke fase pemulihan,” ucapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News