Dapunta Hyang Sri Jayanasa terkenal sebagai seorang raja yang mendirikan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Bukan saja terkenal sebagai raja yang bijaksana, Sri Jayanasa juga tercatat sebagai seorang pelindung alam.
Aktivitas perlindungan alam yang dilakukan oleh Sri Jayanasa ditemukan dalam Prasasti Talang Tuo (684 Masehi). Ketika menjadi raja, Sri Jayanasa memerintahkan rakyatnya untuk membangun Taman Sriksetra di Desa Talang Tuo.
Di taman itu diperintahkan ditanam berbagai jenis tanaman yang ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk hidup seperti bambu, aren dan tanaman palem. Taman ini juga dilengkapi dengan sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Prasasti Talang Tuo salah satunya yang menyebut bahwa Kerajaan Sriwijaya mempunyai taman margasatwa berisi macam-macam jenis tanaman seperti aren, sagu, dan nanas. Konsep taman ini yang diwariskan Sriwijaya untuk menunjukkan eksistensinya.
“Inilah niat sri baginda: Semoga segala yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, wuluh dan patung, dan sebagainya, dan semoga juga taman-taman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat dipergunakan untuk kebaikan semua makhluk,” tulis dalam prasasti.
Menjadikan alam untuk kebutuhan pangan
Muhamad Alnoza menjelaskan alasan mengapa Sri Jayanasa begitu memperhatikan alam demi kelangsungan kerajaannya. Dijelaskannya, Palembang pada abad ke-7 dapat dikatakan merupakan daerah pantai.
Dilanjutkannya, kelompok tanah-tanah tua di Palembang antara lain Bukit Siguntang, Kedukan Bukit, Kelompok Geding Suro, Candi Angsoka, Batu Ampar dan Telaga Batu Tanah-Tanah tua merupakan tanah yang berwarna merah. Sedangkan tanah-tanah muda warnanya hitam dan hutannya rindang dengan tumbuhan rawa.
Berdasarkan informasi keadaan alam purba tersebut,jelas Alnoza tantangan alam yang didapat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai actor-based model dengan demikian jelas, yaitu kelangkaan sumber daya karbohidrat dan air bersih.
Taman Sriksetra merupakan strategi adaptasi hasil decision making yang digunakan oleh Dapunta Hyang untuk terus beradaptasi di lingkungannya,” jelasnya dalam Kajian Perbandingan Raja Masa Klasik Sebagai Actor-Based Model Berdasarkan Data Epigrafi: Studi Kasus Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan Sri Jayabhupati Jayamanahen.
Alnoza dalam kajiannya menyampaikan Sri Jayanasa misalnya memanfaatkan tanaman sagu sebagai karbohidrat. Penggunaan sagu dan aren sebagai sumber karbohidrat karena sulitnya pembudidayaan padi di daerah kekuasaannya.
Sumber air yang berada di Taman Sriksetra juga dibutuhkan oleh masyarakat Sriwijaya dalam memenuhi kebutuhan minum dan pertanian. Bendungan menjadi tempat sentral dalam mengumpulkan air bersih.
“Air dan bendungan kemudian dialirkan melalui kanal. Air bersih bisa dialirkan dari kanal ke kolam-kolam untuk langsung dikonsumsi oleh masyarakat luas. Air dari bendungan dialirkan oleh kanal ke perkebunan tanaman sagu atau aren,” jelasnya.
Hasilkan swasembada pangan
Keberhasilan Sri Jayanasa dalam melakukan adaptasi lingkungan menjadikan Kerajaan Sriwijaya swasembada pangan. Kerajaan Sriwijaya ketika itu tidak harus mengimpor pangan dari kerajaan lain.
Alnoza menyebutkan bahkan saat itu Sriwijaya mampu memenuhi kebutuhan pangan para pedagang yang menyandarkan kapalnya ke pelabuhan Sriwijaya. Hal ini, jelasnya menguatkan daya tarik Sriwijaya sebagai pelabuhan internasional.
“Keberhasilan Dapunta Hyang juga terlihat dari tradisi pembudidayaan sagu pada selanjutnya, yaitu masa zaman Kesultanan Palembang dan Jambi dengan adanya beberapa wilayah yang dijadikan sebagai kebun sagu,” terangnya.
Pengamat komunikasi lingkungan Dr Yenrizal Tarmizi menerangkan bahwa hanya Sriwijaya satu-satunya kerajaan di Nusantara yang meninggalkan prasasti yang berisi ajaran tata kelola lingkungan.
“Di dalam Prasasti Talang Tuo sudah diatur tata kelola air dan keragaman tanaman, ada juga keterangan mengenai komitmen pimpinannya mengenai keterjagaan lingkungan serta himbauan kepada masyarakat saat itu agar peduli terhadap sesama makhluk hidup, itulah alasan Sriwijaya disebut sudah maju pada masanya,” jelasnya yang dimuat dari Antara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News