deretan warisan budaya takbenda di kabupaten cianjur - News | Good News From Indonesia 2025

Deretan Warisan Budaya Takbenda di Kabupaten Cianjur

Deretan Warisan Budaya Takbenda di Kabupaten Cianjur
images info

Deretan Warisan Budaya Takbenda di Kabupaten Cianjur


Kabupaten Cianjur tak hanya terkenal dengan keindahan alam yang mempesona dan memanjakan mata. Namun juga menyimpan nilai sejarah, filosofi, tradisi, budaya hingga kesenian didalamnya. Bahkan telah ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda oleh Kemendikbud RI. Lalu, apa saja?

1. Geco

Geco merupakan singkatan dari toge dan tauco. Makanan legendaris khas Cianjur ini memiliki cita rasa gurih, manis, dan sedikit asam yang berasal dari tauco.

Dalam proses pembuatannya cukup mudah. Berisikan ketupat, tahu, serta mie aci yang disiram dengan bumbu tauco yang sebelumnya sudah ditumis dengan daun bawang dan cabai merah. Kemudian, dihidangkan dengan pelengkap lainnya seperti kerupuk.

Seiring berjalannya waktu kuliner satu ini mulai meredup, di Cianjur yang menjual Geco berlokasi di Jalan Siti Jenab serta Jalan HOS Cokroaminoto. Kawan GNFI bisa mencoba Geco Nusasari Pak Iding yang merupakan usaha turun-temurun dari tahun 1947-an. Cukup terjangkau, untuk harga satu porsi Geco hanya Rp13.000 saja.

2. Ngadulag

Ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya takbenda, seni ini masih dilestarikan oleh masyarakat Kampung Gelar Padang, Kecamatan Cijati, Cianjur Selatan. Dulag sering dijumpai pada kegiatan keagamaan dan seni pertunjukan seperti perkawinan, penyambutan tamu, hingga khitanan.

Dalam bahasa Indonesia, Dulag memiliki arti menabuh bedug. Tabuhan yang dimainkan dengan ritme dinamis menghasilkan irama yang menarik.

Dibagi menjadi tiga periode. Pada tahun 1930 sampai 1950 kegiatan Ngadulag sebagai pertanda masuknya bulan puasa, memberi peringatan saat sahur, membayar zakat, serta tibanya Idul Fitri.

Periode kedua, tahun 1951-1975 seni ini mengalami perubahan yang mana ditunjukan dalam memperingati hari besar Islam. Kemudian, dari tahun 1976 hingga sekarang menjadi seni pertunjukan.

3. Maenpo

Djaja Perbata pencipta beladiri pencak silat Cianjur. Dalam beladiri ini memiliki ilmu Liliwatan dan Pepeuhan yang berarti menghindari pukulan.

Maenpo dikenal dapat mengalahkan lawannya tanpa harus menyakiti menjadi sebuah filosofi bahwa kekuatan tidak selalu datang dari kekerasan. Seorang pendekar silat harus mampu membaca gerak tubuh lawan serta tingkat kepekaan yang tinggi.

4. Kuda Kosong

Banyak menyimpan sejarah, simbol serta filosofi didalamnya. Kuda kosong sering ditampilkan pada helaran budaya. Terdapat ritual yang harus dijalankan sebelum diarak seperti penyiraman hingga pengantaran.

Berawal dari peristiwa diplomasi Cianjur dengan Mataram saat itu, seekor kuda gagah menjadi hadiah untuk Bupati Cianjur. Raja Mataram cukup takjub dengan diplomasi yang digunakan pemerintah Cianjur. Oleh sebab itu diberikannya hadiah.

5. Manisan Buah

Biasa dijadikan buah tangan khas Cianjur oleh wisatawan yang berkunjung, kuliner yang berhasil mempertahankan eksistensinya hingga saat ini mudah ditemui di pusat kota Cianjur. Varian yang ditawarkan pun beragam mulai dari manisan salak, mangga, kedondong, pala, anggur, jambu, hingga cabai merah dengan variasi kemasan yang dapat dipilih seperti kemasan per ons atau seperempat kilo.

Rasanya tidak hanya lezat tetapi melegenda, pada proses pembuatannya alami menggunakan gula asli, tanpa menggunakan pengawet. Tetap menjaga resep yang diwariskan turun-temurun ke tiap generasi.

6. Lampu Gentur

Telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lampu Gentur berasal dari dua kata yakni “Lampu” diartikan sebagai penerang. Sedangkan, “Gentur” bermakna tempat pertama kalinya diperkenalkan karya budaya tersebut.

Berada di Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, terdapat sebuah pesantren dan seorang alim ulama dengan gelar KH. Ahmad Syathibi Al-Qonturi atau yang lebih dikenal Mama Gentur banyak masyarakat dari berbagai daerah datang untuk berziarah.

Sebagian besar warga setempat merupakan perajin lampu. Pada awalnya, lampu digunakan sebatas penerang bagi santri yang pulang mengaji pada malam hari. Kemudian, beralih menjadi lampu hias dengan seiring berjalannya waktu.

Terbuat dari lempengan kuningan dan kaca yang dihiasi ornamen warna-warni. Harga yang dijual mulai dari Rp200.000 ribu dengan ukuran 30 cm sedangkan Rp500.000 untuk ukuran sedang hingga besar.

7. Mamaos Cianjuran

Kesenian yang menjadi kebanggaan warga kabupaten Cianjur, memadukan antara seni vokal dengan kecapi suling pertama kali diciptakan oleh Dalem Pancaniti. Syair Mamaos banyak mengungkapkan pujian kebesaran Tuhan juga sebagai sarana menyebarkan Islam kala itu di Cianjur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.