Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) Fadli Zon melaunching buku 'Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global'. Terdiri dari sepuluh jilid, buku sejarah ini mencangkup perjalanan panjang Indonesia, mulai dari akar peradaban Nusantara, interaksi global, masa kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga era reformasi dan konsolidasi demokrasi sampai 2024.
Peresmian buku berlangsung di gedung Kemendikdasmen, Jakarta, Minggu (14/12/2025). Peresmian buku ditandai dengan meletakan puzzle berbentuk pulau-pulau Indonesia yang melambangkan unsur-unsur yang ada dalam buku sejarah Indonesia.
Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon menyampaikan buku tersebut dibuat oleh para ahli sejarah. Terdapat 123 penulis dari 34 perguruan tinggi se-Indonesia.
"Jadi ini bukan ditulis oleh saya, oleh Pak Restu, atau oleh orang Kementerian Kebudayaan. Kita memfasilitasi para sejarawan untuk menulis sejarah. Kalau sejarawan tidak menulis sejarah, lantas bagaimana kita merawat memori kolektif bangsa kita?" kata Fadli Zon.
Fadli mengutarakan proses penulisan buku ini berlangsung intensif selama satu tahun penuh, melibatkan kolaborasi masif dari 123 orang yang terdiri atas penulis, editor jilid, dan editor umum, berasal dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-perguruan tinggi hingga menghasilkan karya sebanyak 7.958 halaman.
Dirinya memastikan penulisannya tidak dimaksudkan sebagai sekadar buku teks konvensional, melainkan sebagai narasi dinamika historis bangsa Indonesia. Dalam konstruksi narasinya, buku ini menempatkan Indonesia sebagai subjek utama sejarah.
“Penulisan buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global ini untuk memperkaya wawasan masyarakat tentang sejarah perjalanan bangsa Indonesia hingga mutakhir," jelasnya.
Polemik merupakan hal yang wajar
Fadli mengakui banyak polemki yang muncul dari penulisan ulang sejarah dalam buku tersebut. Menurutnya, polemik yang muncul adalah wajar di era demokrasi saat ini.
"Kita tahu di dalam proses penulisan ini cukup banyak juga polemik, ada yang meminta juga menghentikan penulisan sejarah. Saya kira ini juga pendapat di era demokrasi wajar-wajar saja," ucapnya.
Karena itu, dirinya berharap ada buku-buku sejarah lainnya yang diterbitkan tahun depan. Dia menargetkan nantinya ada buku sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Kita berharap nanti, tahun ini kita menyelesaikan satu buku sejarah Indonesia, tahun depan kita harapkan ada buku-buku sejarah yang lain. Ada sejarah saya kira salah satu yang penting untuk ita tulis dari salah satu jilid ini tetapi harus kita pertajam, perluas, karena kroniknya cukup lumayan banyak dinamikanya banyak, yaitu sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, 1945-1950 sebenarnya sampai 1949 tapi biar lengkap ujungnya itu adalah kita menjadi negara kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950," tutupnya.
Penyusunan melalui tahapan yang panjang
Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan, menjelaskan bahwa proses penyusunan buku ini dilakukan melalui tahapan panjang, ketat, dan terukur sepanjang Januari hingga November 2025. Proses tersebut melibatkan editor umum Susanto Zuhdi, Singgih Tri Sulistyono, Jajat Burhanuddin editor jilid, penulis, editor bahasa, serta melalui diskusi publik.
“Kami memastikan setiap tahap penulisan berjalan sesuai kaidah akademik, mulai dari sinkronisasi metodologi, penyuntingan substansi, diskusi publik, hingga penyelarasan bibliografi. Ini adalah komitmen kami terhadap akurasi, kualitas, dan keterbukaan,” ujar Restu Gunawan.
Dirinya mengutarakan Kemenbud mendorong peningkatan kesadaran sejarah dengan penetapan Hari Sejarah melalui Keputusan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 206/M/2025 yang ditandatangani Menteri Kebudayaan Fadli Zon pada 8 Desember 2025 di Jakarta.
Tanggal 14 Desember dipilih merujuk pada pelaksanaan Seminar Sejarah Indonesia pertama yang berlangsung pada 14–18 Desember 1957 di Yogyakarta, sebuah tonggak penting dalam sejarah historiografi Indonesia.
Dia menambahkan bahwa penetapan Hari Sejarah dan peluncuran buku ini memiliki makna simbolik dan substantif yang saling menguatkan.
“Soft launching buku ini pada 14 Desember bukan hanya perayaan intelektual, tetapi juga penegasan bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk merawat ingatan kolektif bangsa. Sejarah adalah fondasi, jika kehilangan sejarah berarti kehilangan arah kebangsaan,” tegasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News