Pencak silat merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur. Seni bela diri ini tidak hanya mengajarkan teknik pertahanan diri, tetapi juga menanamkan sportivitas, kedisiplinan, penghormatan kepada guru, serta pengendalian diri. Nilai-nilai tersebut menjadikan pencak silat sebagai sarana pembentukan karakter sekaligus identitas budaya bangsa. Namun, di tengah masyarakat, pencak silat kerap dipandang negatif.
Berbagai peristiwa konflik, tawuran, atau kekerasan yang melibatkan oknum perguruan silat sering kali mendapat sorotan luas. Situasi ini membentuk persepsi bahwa pencak silat identik dengan kekerasan. Padahal, tindakan tersebut bertolak belakang dengan ajaran pencak silat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab moral. Jika pandangan ini terus berkembang, pencak silat berpotensi kehilangan makna dan nilainya di mata generasi muda.
Sebagai warisan budaya bangsa yang telah diakui UNESCO, pencak silat seharusnya menjadi kebanggaan bersama. Oleh karena itu, penting bagi Kawan GNFI untuk melihat persoalan ini secara lebih utuh. Citra negatif pencak silat tidak lahir dari ajarannya, melainkan dari perilaku segelintir oknum yang tidak memahami dan mengamalkan nilai-nilai dasarnya.
Nilai-Nilai Luhur dalam Pencak Silat
Pencak silat mengajarkan keseimbangan antara kekuatan fisik dan kematangan mental. Seorang pesilat tidak hanya dituntut menguasai jurus, tetapi juga mampu mengendalikan emosi dan bersikap bijaksana. Disiplin, kesabaran, kerendahan hati, serta rasa hormat kepada guru dan sesama merupakan fondasi utama dalam setiap proses latihan.
Filosofi pencak silat tercermin dalam prinsip “tidak mencari musuh, tetapi tidak lari dari bahaya”. Prinsip ini menegaskan bahwa ilmu bela diri digunakan untuk melindungi diri dan orang lain, bukan untuk mencari konflik atau menunjukkan superioritas.
Hal tersebut ditegaskan oleh Coach Refananda, pelatih pencak silat, dalam wawancara tahun 2025. “Dalam pencak silat, kekuatan fisik memang penting, tetapi yang paling utama adalah akhlak seorang pesilat. Ilmu bela diri diajarkan untuk membela diri saat diperlukan, bukan untuk menyombongkan diri atau memulai keributan,” ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pencak silat memiliki dimensi moral yang kuat. Setiap gerakan dan ajaran tidak lepas dari nilai etika yang harus dijunjung tinggi oleh pesilat.
Pandangan Negatif Masyarakat terhadap Pencak Silat
Meski mengandung nilai luhur, pencak silat masih sering dipersepsikan negatif. Konflik antarpesilat atau antarperguruan yang terjadi di luar konteks latihan dan kompetisi resmi kerap memperkuat stigma bahwa pencak silat identik dengan kekerasan.
Menurut Coach Refananda, persoalan ini berakar pada kurangnya pemahaman terhadap esensi pencak silat. “Masalah biasanya muncul dari oknum yang belajar silat hanya untuk mencari pengakuan sebagai jagoan. Mereka tidak memahami etika dan nilai yang diajarkan, sehingga perilakunya justru merusak citra pencak silat,” jelasnya.
Pandangan tersebut tentu merugikan banyak pihak, terutama perguruan dan pesilat yang selama ini konsisten menjunjung nilai persaudaraan dan sportivitas.
Upaya Menanamkan Kembali Nilai Luhur Pencak Silat
Mengembalikan citra pencak silat membutuhkan upaya berkelanjutan. Penanaman nilai luhur harus dilakukan sejak dini melalui pembinaan karakter yang terintegrasi dalam setiap sesi latihan. Pelatih dan pengurus perguruan memiliki peran penting sebagai teladan, tidak hanya dalam teknik, tetapi juga dalam sikap.
Coach Refananda menambahkan bahwa latihan pencak silat seharusnya tidak semata-mata berfokus pada jurus. “Pesilat harus memahami bahwa latihan bukan hanya soal teknik, tetapi juga pembentukan sikap. Menghormati lawan, menjaga nama baik perguruan, dan tidak menyalahgunakan ilmu harus selalu ditekankan,” tuturnya.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat kembali nilai luhur pencak silat antara lain:
Mengintegrasikan pendidikan moral dan etika dalam setiap latihan.
Memperkuat komunikasi serta kerja sama antarperguruan untuk mencegah konflik.
Mengampanyekan sisi positif pencak silat melalui kegiatan sosial dan kejuaraan resmi.
Memberikan sanksi tegas kepada anggota yang melanggar nilai persilatan.
Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjaga pencak silat sebagai seni bela diri yang bermartabat.
Menjaga Pencak Silat sebagai Identitas Budaya Bangsa
Pencak silat bukan sekadar ilmu bela diri, melainkan warisan budaya yang membentuk karakter seperti kedisiplinan, sportivitas, rasa hormat, dan persaudaraan. Munculnya pandangan negatif akibat perilaku oknum tertentu menjadi pengingat bahwa pemahaman nilai moral pencak silat masih perlu diperkuat.
Melalui pembinaan karakter yang konsisten, kerja sama antarperguruan, serta kesadaran pesilat muda untuk menjaga nama baik pencak silat, seni bela diri ini dapat kembali dihormati. Harapannya, pencak silat terus lestari sebagai identitas budaya sekaligus sarana pembentukan moral generasi penerus bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News