primbon jawa takhayul cara bertahan hidup - News | Good News From Indonesia 2025

Dianggap Takhayul, Primbon Jawa Justru Simpan Cara Orang Jawa Bertahan Hidup

Dianggap Takhayul, Primbon Jawa Justru Simpan Cara Orang Jawa Bertahan Hidup
images info

Dianggap Takhayul, Primbon Jawa Justru Simpan Cara Orang Jawa Bertahan Hidup


Di sudut-sudut kebudayaan Jawa, Primbon tidak pernah benar-benar pergi. Ia mungkin tersisih dari ruang-ruang akademik dan diskursus modern yang menjunjung rasionalitas, tetapi tetap hidup dalam ingatan, kebiasaan, dan percakapan sehari-hari.

Di sanalah primbon berfungsi bukan sebagai kitab ramalan, melainkan sebagai jejak cara orang Jawa memahami hidup perlahan, penuh kehati-hatian, dan selalu berusaha selaras dengan alam serta waktu.

Di tengah dunia modern yang menuhankan data, grafik, dan kepastian ilmiah, primbon kerap ditempatkan sebagai sesuatu yang irasional. Ia sering dicap kuno, bahkan takhayul. Namun anehnya, label itu tak pernah benar-benar menguburnya.

Di banyak kampung Jawa, primbon masih dibuka, dibaca, dan dirujuk, kadang dengan kesungguhan, kadang sekadar iseng, tetapi tetap hadir sebagai bagian dari keseharian.

Saya menyadari hal itu ketika menemukan sebuah buku Primbon Jawa lama. Awalnya, rasa penasaran saya sederhana: ingin tahu mengapa kitab semacam ini masih bertahan di tengah zaman serba ilmiah.

baca juga

Namun setelah membuka halaman demi halaman, saya menemukan bahwa primbon bukan sekadar kumpulan ramalan tentang jodoh, nasib, atau hari baik.

Buku/Kitab Primbon Lengkap/Foto : Dok. Pribadi (Agus Kusdinar)
info gambar

Buku/Kitab Primbon Lengkap/Foto : Dok. Pribadi (Agus Kusdinar)


Ia adalah catatan panjang tentang cara orang Jawa membaca kehidupan sebuah strategi bertahan hidup yang lahir dari pengalaman kolektif selama berabad-abad.

Kata “primbon” sendiri berarti catatan atau pegangan. Ia tidak ditulis oleh satu penulis tunggal, melainkan dirangkum dari berbagai naskah secara turun-temurun.

Isinya merupakan perpaduan antara tradisi praaksara, pengaruh Hindu-Buddha, nilai-nilai Islam, serta pengalaman empiris masyarakat Jawa yang hidup sangat dekat dengan alam.

Dari situ, lahirlah panduan tentang waktu, watak manusia, pertanda alam, hingga cara menjaga keharmonisan hidup.

Di balik hitungan weton, neptu, dan hari baik, tersimpan cara berpikir yang dikenal sebagai ilmu titen, kebiasaan mencermati tanda-tanda alam dan peristiwa yang berulang. Dari pengamatan itulah muncul pola, lalu dicatat dan diwariskan.

Primbon, dalam konteks ini, bukan alat untuk menantang masa depan, melainkan upaya memahami kemungkinan dan belajar bersikap lebih waspada.

Sejujurnya, saya pun kerap iseng mencocokkan isi primbon dengan kehidupan yang saya alami. Misalnya, mengenali watak seseorang berdasarkan weton kelahirannya. Hasilnya memang tidak selalu tepat seratus persen, tetapi sering kali terasa relevan.

baca juga

Bukan karena primbon memiliki kekuatan gaib, melainkan karena ia lahir dari pengamatan panjang terhadap perilaku manusia. Ia lebih menyerupai arsip sosial ketimbang kitab ramalan.

Sikap masyarakat terhadap primbon pun beragam. Ada yang memegangnya terlalu kaku—setiap langkah hidup harus sesuai hitungan primbon. Ada pula yang sekadar menjajal akurasinya, bahkan menertawakannya.

Di antara dua sikap ekstrem itu, primbon sebetulnya dapat ditempatkan secara lebih bijak: sebagai karya kreatif tradisional yang patut dihargai, bukan disembah atau ditolak mentah-mentah.

Dalam primbon yang saya baca, terdapat pitutur dan nasihat hidup, tafsir mimpi, serta pertanda alam. Semua itu sejatinya tidak dimaksudkan untuk menandingi kehendak Tuhan.

kitab primbon
info gambar

Kitab Primbon Lengkap/Foto : Dok. Pribadi (Agus Kusdinar)


Bagi masyarakat Jawa, primbon berfungsi sebagai pangeling-eling, pengingat agar manusia hidup selaras dengan alam, waktu, dan sesama.

Prinsip utamanya sederhana, tetapi mendalam: eling lan waspada, selalu ingat dan berhati-hati dalam melangkah.

Jika ditarik ke konteks hari ini, membaca primbon bukan soal mempercayai ramalan secara harfiah. Ia lebih tepat dipahami sebagai upaya membaca kembali filosofi hidup leluhur yang menjunjung keseimbangan, kesederhanaan, dan keharmonisan.

Nilai-nilai ini justru terasa relevan di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh ketidakpastian.

baca juga

Pada akhirnya, Primbon Jawa adalah dokumen budaya yang merekam cara orang Jawa memahami dunia dan bertahan hidup dalam perubahan zaman.

Ketika primbon dicap sebagai takhayul, yang sesungguhnya terancam hilang bukanlah ramalannya, melainkan kearifan lokal yang mengajarkan manusia untuk hidup lebih sadar, rendah hati, dan selaras dengan kehidupan itu sendiri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AK
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.