aiesec in umm wujudkan pendidikan inklusif perlu kolaborasi dan tanggung jawab bersama - News | Good News From Indonesia 2025

AIESEC in UMM: Wujudkan Pendidikan Inklusif, Perlu Kolaborasi dan Tanggung Jawab Bersama

AIESEC in UMM: Wujudkan Pendidikan Inklusif, Perlu Kolaborasi dan Tanggung Jawab Bersama
images info

AIESEC in UMM: Wujudkan Pendidikan Inklusif, Perlu Kolaborasi dan Tanggung Jawab Bersama


AIESEC in Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sukses menyelenggarakan Impact Circle 11.0: “Inclusive Education, Shared Responsibility: Empowering Change Through Collaboration” pada 29 November 2025 di Aula Teknik GKB III Lantai 6 Kampus UMM.

Kegiatan ini merupakan wujud nyata komitmen AIESEC in UMM dalam mendukung Sustainable Development Goals, khususnya SDG 4: Quality Education dan SDG 8: Decent Work and Economic Growth, melalui penguatan kapasitas pemuda dalam memahami isu pendidikan inklusif serta pentingnya literasi finansial untuk keberlanjutan pendidikan.

Kota Malang dipilih sebagai pusat penyelenggaraan acara mengingat posisinya sebagai kota pendidikan sekaligus daerah yang memiliki ekosistem layanan inklusi yang berkembang pesat.

Impact Circle 11.0 menghadirkan dua narasumber utama: Ibu Ganis Anjani, SE, MM dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, serta Firmansyah Shidiq Wardhana, BBA, MBA, SCL, seorang konsultan Islamic digital economy dan praktisi literasi keuangan yang telah berpengalaman lebih dari sebelas tahun di sektor keuangan, fintech syariah, ESG, dan pengembangan kapasitas generasi muda.

Kehadiran keduanya memberikan perspektif lintas sektor tentang bagaimana pendidikan inklusif dan kesiapan ekonomi saling berkelindan dalam membentuk kualitas sumber daya manusia masa depan.

Pada sesi pertama bertajuk “Equal Chance to Learn”, Ibu Ganis menegaskan bahwa pendidikan inklusif bukan hanya idealisme, tetapi mandat hukum yang tertuang dalam UUD 1945, UU Sisdiknas 2003, hingga Peraturan Daerah tentang sistem penyelenggaraan pendidikan.

Sejak 2012, seluruh sekolah di Kota Malang diwajibkan untuk menerima Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK), didukung oleh berbagai layanan komprehensif melalui UPT Layanan Pendidikan ABK, mulai dari Unit Intervensi Terpadu, Pendidikan Transisi, Layanan Vokasional, hingga Terapi Okupasi.

Dokumentasi Pribadi

Ibu Ganis menegaskan bahwa pendidikan inklusif bukan lagi pilihan, tetapi kewajiban bersama. Upaya pemerintah meliputi program kesetaraan, peningkatan kualitas guru, perluasan fasilitas, hingga pemberian beasiswa daerah dan pelatihan kompetensi digital bagi pelajar dan pemuda.

“Pendidikan inklusif hanya bisa terwujud jika semua pihak pemerintah, sekolah, orang tua, komunitas, dan pemuda bergerak bersama. Kami membuka ruang kolaborasi untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang,” ujar Ibu Ganis.

Ibu Ganis juga memaparkan bahwa Kota Malang saat ini menangani 74 anak berkebutuhan khusus (ABK) melalui unit layanan resmi, dengan dukungan terapis perilaku, terapis okupasi, tenaga pendidik, hingga program Safari Inklusi yang mengedepankan pendekatan edukatif berbasis keluarga dan komunitas.

Selain itu, Pemerintah Kota Malang terus memperkuat pemerataan akses melalui program seragam gratis bagi siswa baru SD dan SMP serta berbagai skema beasiswa daerah bagi pelajar berprestasi dari keluarga kurang mampu. Inovasi lain seperti Musrenbang Tematik Anak, Pemuda, Disabilitas, Perempuan, dan Lansia memungkinkan kelompok masyarakat yang sebelumnya kurang terwakili untuk ikut menentukan arah kebijakan pendidikan.

Lebih jauh, sesi ini menekankan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya berbicara soal fasilitas fisik, tetapi juga soal bagaimana sekolah menyediakan lingkungan yang fleksibel, responsif, dan non-diskriminatif.

Ibu Ganis menjelaskan bahwa seluruh anak dapat belajar, dan sistem pendidikan harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan mereka, bukan sebaliknya. Peserta diajak memahami bahwa inklusi adalah perjalanan bersama yang membutuhkan sinergi antara pemerintah, sekolah, orang tua, pemuda, dan masyarakat.

Memperkuat diskusi mengenai akses pendidikan, sesi kedua bertajuk “Financially Fit to Learn” yang dibawakan oleh Firmansyah Shidiq mengajak peserta melihat isu keberlanjutan pendidikan dari sudut pandang literasi finansial. Ia menyoroti tantangan gaya hidup mahasiswa saat ini, mulai dari FOMO, fast fashion, hedonisme, impulsive buying, hingga pemakaian PayLater dan pinjol yang kian marak. Menurutnya, kebiasaan finansial yang tidak terkendali berakibat langsung pada fokus akademik, kesehatan mental, fisik, dan bahkan masa depan karier.

“Ketika anak muda mampu mengelola keuangan dengan bijak, mereka bukan hanya mempertahankan keberlanjutan pendidikan mereka, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat,” jelas Pak Firmansyah.

Pak Firmansyah membahas secara mendalam perbedaan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) serta memberikan strategi praktis pengelolaan keuangan seperti mencatat pengeluaran, mengevaluasi rutinitas finansial, hingga menggunakan aplikasi anggaran.

Ia juga memperkenalkan aturan 60/30/10. 60% untuk kebutuhan dasar, 30% untuk investasi dan dana darurat, dan 10% untuk donasi sebagai pola yang dapat membantu mahasiswa menjaga stabilitas keuangan. Bagi Beliau, literasi keuangan bukan hanya keterampilan ekonomi, tetapi life skill yang menentukan kesiapan kerja dan ketahanan hidup jangka panjang.

Tidak hanya itu, peserta diajak memahami pentingnya upskilling dan reskilling, seperti pengembangan digital skills, project management, entrepreneurship, hingga soft skills seperti leadership, komunikasi, dan resiliensi. Dalam perspektif SDGs, literasi finansial dan pengembangan keterampilan merupakan jembatan yang menghubungkan SDG 4 dengan SDG 8, karena keberlanjutan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kesiapan pemuda menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif.

Dokumentasi Pribadi

Impact Circle 11.0 tidak hanya menghadirkan sesi penyampaian materi, tetapi juga memberikan ruang bagi peserta untuk terlibat dalam Focus Group Discussion (FGD). Melalui diskusi kelompok, peserta merumuskan gagasan dan solusi konkrit terkait pemerataan akses belajar, penguatan layanan inklusi, strategi pengelolaan keuangan bagi pelajar, hingga peran pemuda dalam memperluas dampak sosial di komunitasnya. FGD ini dirancang untuk mendorong peserta mengubah wawasan menjadi aksi nyata di lingkungan mereka.

Penyelenggaraan Impact Circle 11.0 menegaskan komitmen AIESEC in UMM untuk terus menghadirkan ruang edukatif dan kolaboratif bagi generasi muda. Sebagai organisasi kepemudaan yang bergerak di bidang kepemimpinan global.

AIESEC in UMM percaya bahwa pendidikan inklusif dan literasi finansial adalah dua fondasi utama yang membentuk masa depan Indonesia yang adil dan berkelanjutan. Melalui kolaborasi lintas sektor dan pemberdayaan pemuda, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam mendukung pembangunan manusia menuju visi Indonesia Emas 2045.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AI
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.