Menjelang akhir tahun, media sosial kembali dipenuhi dengan konten-konten penuh tekad dan semangat membuka lembaran baru:
" Tahun depan Aku harus lebih produktif!"
" Aku harus bisa menjadi versi terbaik dari sebelumnya!"
Namun, jujur saja Kawan, berapa banyak dari kita yang benar-benar menepati janji itu? Setiap pergantian tahun seringkali menjadi momen refleksi. Namun, nyatanya banyak dari kita yang masih mengulangi pola lama tanpa perubahan berarti.
Menurut penelitian dari University of Scranton, hanya sekitar 8% orang yang berhasil mempertahankan resolusi tahun barunya sampai akhir tahun (Norcross et al., 2002).
Sisanya berhenti di akhir bulan Januari, saat euforia tahun baru sudah pudar dan realitas mulai menuntut aksi nyata.
Antusiasme Tahun Baru Hanya Euforia Sesaat
Secara Psikologis, membuat resolusi memberikan sensasi menyenangkan. Otak kita mengeluarkan hormon dopamin, hormon yang menimbulkan rasa puas saat membayangkan masa depan yang lebih baik (Schultz, 2015).
Masalahnya, otak kita kerap menyamakan antara perencanaan dengan pencapaian. Kita merasa sudah berubah hanya karena menulis target di catatan ponsel, padahal nyatanya belum melangkah sama sekali. Inilah alasan mengapa resolusi sering berakhir rencana omong kosong.
Dalam pandangan psikologis, niat baik saja belum cukup untuk mewujudkan hal yang ingin dicapai. Menurut teori Implementation Intention oleh Peter Gollwitzer (1999), orang yang menuliskan rencana spesifik — misalnya "Aku akan joging setiap sabtu jam enam pagi" — memiliki peluang dua kali lebih besar untuk berhasil dibandingkan dengan mereka yang berkata " Aku akan olahraga lebih rutin".
Dari pandangan ini dapat kita perhatikan bahwa sebagian besar orang membuat resolusi terlalu umum, terlalu besar, dan tanpa strategi yang nyata sehingga tidak menghasilkan pencapaian yang diinginkan.
Selain itu, pencapaian yang ingin kita capai tidak bisa kita dapatkan secara cepat. Otak kita bekerja lebih efektif dengan perubahan kecil yang berulang. Dengan kata lain, membangun kebiasaan mikro lebih realistis dibanding mencoba mengubah seluruh gaya hidup dalam waktu singkat semalaman.
Tips Mewujudkan Resolusi menjadi Nyata
Agar resolusi tak hanya sekadar tulisan estetik di awal tahun, terapkan hal-hal berikut:
- Gunakan metode SMART Goals, buat target (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Contohnya, tidak membuat rencana "Mau hidup sehat", tetapi "Minum air dua liter per hari selama sebulan."
- Bangun sistem, bukan target besar. Sistem yang stabil lebih kuat daripada motivasi ekstrinstik sementara. Contohnya, kalau ingin rutin membaca, maka letakkan buku di meja yang mudah dijangkau dan baca sedikit demi sedikit, bukan hanya membuat target besar berulang kali.
- Motivasi pada nilai, bukan citra diri. Banyak resolusi gagal karena kita mengejar citra “menjadi lebih keren” di mata orang lain. Temukan nilai personal di balik tujuanmu — misalnya, “Aku ingin hidup sehat agar bisa lebih kuat menemani keluarga,” bukan sekadar “ingin tampil bugar di media sosial."
Tahun baru tidak akan otomatis mengubah kita, tetapi kita sendirilah yang menciptakan perubahan itu. Jadi, sebelum menulis resolusi baru, coba tanyakan pada diri sendiri:
“Apakah aku siap bertindak, bukan hanya berencana?”
Karena pada akhirnya, resolusi bukan hanya tentang goresan tinta hitam di atas kertas putih, melainkan tentang langkah kecil yang kamu ulangi setiap hari.
Dengan demikian, akhirnya kita akan tumbuh menjadi pribadi yang baru. Sadarkanlah dirimu sejak saat ini Kawan. Kelak, kita tidak lagi mengulangi kesalahan berulang kali dengan pola yang sama hingga akhirnya mencapai tujuan perubahan baru dalam hidupmu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


