Jika umumnya jembatan kereta hanya diperuntukkan sebagai perlintasan kereta, lain halnya dengan Jembatan Cirahong. Jembatan yang terletak di Tasikmalaya itu merupakan satu-satunya jembatan susun di Indonesia yang bisa dilalui oleh kereta api, pengendara bermotor, dan pejalan kaki.
Dibangun pada 1893 dan diresmikan pada 1 November 1894 oleh Staatsspoorwegen (SS), Jembatan Cirahong berfungsi untuk menghubungkan Tasikmalaya dengan Ciamis. Awalnya, pemerintah kolonial membangun jembatan ini dengan tujuan agar memudahkan proses pengangkutan komoditas alam dari dan menuju Priangan Tenggara. Tak hanya itu, jembatan tua ini turut difungsikan sebagai pertahanan militer.
Seperti halnya bangunan-bangunan peninggalan Belanda lainnya, Jembatan Cirahong masih kokoh berdiri hingga saat ini. Pemerintah Hindia Belanda sampai mendatangkan besi-besi dengan kualitas ciamik dari Eropa dan dikirim via kapal ke Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, sebelum dibawa ke Tasikmalaya, besi-besi itu diolah dahulu di Bandung.
Satu-satunya Jembatan Susun dengan Fungsi Ganda
Yang membuat Jembatan Cirahong sangat unik adalah fungsi gandanya sebagai jembatan kereta api sekaligus jembatan kecil untuk pengendara bermotor dan pejalan kaki. Bagian atasnya digunakan sebagai jalur kereta, sedangkan tepat di bawahnya dipakai untuk jalur motor dan pejalan kaki.
Melalui pawindan.desa.id yang dikelola Pemerintah Desa Pawindan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, aslinya Jembatan Cirahong bisa dilalui kendaraan roda empat. Namun, akibat usianya yang sudah uzur, kini hanya kendaraan roda dua seperti motor dan sepeda serta pejalan kaki yang diperbolehkan melintas.
Keunikan inilah yang membuat Jembatan Cirahong menjadi satu-satunya jembatan yang memiliki geladak ganda atau double deck di Indonesia dan memiliki dua fungsi sekaligus yng bisa dilewati kereta dan motor.
Menyadur dari akun Instagram milik PT Kereta Api Indonesia (Persero), @keretaapikita, jembatan ini bertumpu pada empat tiang yang terbuat dari besi, tembokan semen, dan batu, dengan jarak masing-masing delapan meter.
Sementara itu, bagian atas jembatannya memiliki berat yang ditaksir sampai 795 ton, dengan berat pilar besi 195 ton. Total panjang jembatannya adalah 202 meter.
Jembatan Cirahong terbentang di atas Sungai Citanduy setinggi 66 meter. Jembatan ini masuk ke dalam Daerah Operasional (Daop) II Bandung.
Kereta yang melewati jembatan satu ini adalah kereta antarkota relasi Bandung-Yogyakarta-Surabaya dan Jakarta-Purwokerto via Bandung. Jembatan Cirahong dilengkapi dengan pemandangan hijau yang indah, menyejukkan mata seluruh penumpang.
Sebagai informasi tambahan, meskipun sudah sangat tua, Jembatan Cirahong masih difungsikan secara normal karena rutin mendapatkan perawatan. Bahkan, PT KAI (persero) pernah melakukan perawatan yang membutuhkan waktu hingga satu bulan pada 2021 lalu.
Hal ini membuat bagian bawah jembatan yang dilalui pesepeda motor ditutup. Meskipun demikian, bagian atas yang dilalui kereta masih tetap difungsikan.
Jembatan Cirahong yang Kental dengan Kisah Mistis
Merangkum dari tulisan Andri Noviadi, dkk., dalam Jurnal Konservasi dan Budaya, ada urban legend yang berkembang di masyarakat sekitar soal Jembatan Cirahong. Konon, selama proses pembangunan jembatan yang berumur lebih dari satu abad itu, banyak sekali gangguan dan hal-hal aneh yang terjadi.
Beberapa kejadian janggal itu seperti air sungai yang meluap dan pekerja yang tiba-tiba mengalamai cedera. Kejadian-kejadian tak wajar tersebut mendorong si pemimpin proyek untuk berkonsultasi dengan paranormal demi mencari tahu sebab musabab semuanya.
Menurut paranormal, area di sekitar jembatan dihuni oleh siluman ular, yakni Nyai Odah dan Aki Bo’hang. Mereka merasa terganggu dengan pembangunan jembatan. Sebagai kompensasi, mereka menuntut tumbal pengantin perawan dan perjaka yang cantik dan tampan sebagai syarat untuk melanjutkan pembangunan jembatan.
Kemudian, sepasang pengantin baru “dikorbankan” untuk dijadikan tumbal setelah dijanjikan hadiah pernikahan berupa emas. Dikatakan jika keduanya di cor hidup-hidup di bagian fondasi jembatan. Masyarakat pun percaya jika arwah dua pengantin tadi masih “terjebak” hingga saat ini karena merasa "tidak terima" dijadikan tumbal oleh pemerintah Belanda dulu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


